Analisis Data Tata Laksana Penelitian
pengayakan ulang tersebut, membuktikan bahwa peralatan tipe C menghasilkan grits
jagung yang paling bersih dibandingkan dengan peralatan tipe A dan B. Tabel 4.4 Rendemen grits jagung dan produk samping serta losses
Varietas Tipe
Peralatan Rendemen
Awal Produk
Samping Losses
Rendemen Setelah Pengayakan
Lokal Kodok A
65,45 26,47
8,08 60,20
B 73,1
22,44 4,46
61,18 C
63,08 31,84
5,08 62,25
Hibrida P21 A
70,55 24,44
5,01 59,63
B 72,54
25,56 1,9
60,30 C
61,65 34,62
3,73 61,08
Kehilangan bobot atau losses merupakan salah satu indikator kinerja peralatan yang dapat digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan untuk
memilih peralatan degerminator yang baik, dimana semakin rendah losses suatu proses mengindikasikan semakin baiknya kinerja peralatan tersebut. Losses pada
proses degerminasi terjadi karena sebagian grits jagung menempel pada dinding saringan pemarut dan tertinggal pada ruang bagian dalam degerminator,
sehingga bentuk dan ukuran pemarut sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya losses
. Faktor lain yang diduga berpengaruh terhadap losses adalah kandungan amilopektin pada biji jagung dan lama waktu perendaman biji jagung. Hasil
penelitian pendahuluan yang telah dilakukan untuk biji jagung lokal pulut yang telah direndam selama 20 menit menunjukkan terjadinya penyumbatan saringan
pemarut oleh grits jagung yang pecah selama proses degerminasi. Terlihat pada Tabel 4.4 bahwa losses untuk jagung lokal secara umum lebih tinggi dari losses
untuk jagung hibrida. Hal tersebut dimungkinkan karena persentase grits jagung lokal yang menempel dan tertinggal dalam degerminator lebih banyak daripada
grits
jagung hibrida. Di samping itu, dapat dilihat juga bahwa peralatan tipe B memberikan nilai losses yang paling rendah daripada tipe A maupun C. Hal
tersebut karena adanya perbedaan bentuk dan ukuran saringan, serta mekanisme proses penyosohannya. Rata-rata nilai losses peralatan tipe B untuk kedua varietas
adalah 3,18, tipe C adalah 4,41 dan nilai tertinggi adalah tipe A, yaitu 6,55. Dengan membuat batasan bahwa nilai losses maksimal adalah 5, maka peralatan
tipe B dan C dapat memenuhi persyaratan tersebut.
Produk samping dari proses degerminasi adalah ampok hominy dan kulit ari jagung. Ampok adalah campuran lembaga dan tudung pangkal biji yang
terpisah dari endosperma jagung. Persentase produk samping hasil peralatan tipe C adalah yang paling besar bila dibandingkan dengan tipe A maupun B, yaitu
sebesar 34,62 dan 31,84 untuk varietas hibrida dan lokal. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemisahan grits dengan produk samping pada peralatan tipe
C lebih baik daripada kedua tipe peralatan lainnya. Hasil tersebut sesuai dengan rata-rata persentase produk samping yang dihasilkan pabrik pengolahan jagung
proses kering di USA sebagaimana yang dilaporkan oleh Sharma et al. 2008 bahwa ampok atau hominy sebagai produk samping proses kering pengolahan
jagung rata-rata mencapai 35 dari jumlah jagung yang diolah.
Ukuran grits jagung lokal Kodok yang lolos ayakan 5 mesh yang dihasilkan oleh semua tipe peralatan selalu lebih banyak daripada grits jagung hibrida P21.
Hal tersebut diduga karena kekerasan biji jagung lokal Kodok lebih rendah dibandingkan kekerasan biji jagung hibrida P21 Tabel 4.1. Banyaknya jumlah
grits
jagung lokal yang lolos ayakan 5 mesh tersebut dapat menjawab mengapa losses
pada jagung lokal lebih tinggi daripada pada jagung hibrida. Di samping itu, ukuran grits yang dihasilkan dari peralatan tipe B untuk kedua varietas adalah
lebih besar dibandingkan grits hasil peralatan tipe A maupun C Tabel 4.5. Ukuran grits hasil degerminasi berpotensi akan mempengaruhi risiko losses pada
tahapan proses selanjutnya.
Tabel 4.5 Perbandingan jumlah ukuran grits jagung dari berbagai alat degerminator
Varietas Tipe
Peralatan + 5 mesh
50 mesh Lokal
Kodok A
14,65 85,35
B 60,87
39,13 C
19,34 80,66
Hibrida P21 A
30,11 69,89
B 68,42
31,58 C
48,54 51,46
[+5 mesh] : Jumlah grits yang tidak lolos ayakan 5 mesh [50 mesh] : Jumlah grits yang lolos ayakan 5 mesh
Proses degerminasi menyebabkan terjadinya pelepasan bagian lembaga, tudung pangkal biji, dan kulit ari. Terjadinya pelepasan bagian lembaga, tudung
pangkal biji, dan kulit ari tersebut berpotensi untuk menurunkan kandungan lemak pada grits jagung hasil degerminasi. Adapun perlakuan sebelum dan selama
degerminasi, serta kandungan lemak grits setelah degerminasi menggunakan ketiga tipe degerminator disajikan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Kondisi proses degerminasi dan kadar lemak grits jagung setelah degerminasi
Varietas Tipe
Peralatan Waktu
Kadar Lemak
Perendaman Penirisan Degerminasi
menit menit
menit Lokal Kodok
A 20
20 2,5 x 2
3,30 B
20 20
25 1,44
C 20
20 2,5 x 2
0,97 Hibrida P21
A 20
20 2,5 x 2
5,46 B
20 20
35 5,48
C 20
20 2,5 x 2
0,75 Dari Tabel 4.6 terlihat adanya perbedaan lama waktu proses degerminasi.
Perbedaan tersebut terjadi karena terdapat perbedaan cara kerja peralatan- peralatan tersebut, sehingga dengan bobot contoh untuk satu kali proses adalah 5
kg untuk peralatan tipe A dan C dan 2,5 kg contoh untuk peralatan tipe B, maka dalam waktu satu jam peralatan tipe A dan C dapat mendegerminasi 60 kg contoh,