Kebutuhan Listrik pada Proses Konvensional dan Enzimatis

Lanjutan Tabel 4.25 Contoh jadwal pengaturan waktu pada proses produksi tepung jagung secara konvensional Aktivitas Proses Produksi Batch ke-2 Waktu Mulai Selesai Persiapan 15 09.15 09.30 Pembersihan jagung dari pengotor 30 09.31 10.00 Memasukkan jagung dalam tangki perendaman 40 10.01 10.40 Perendaman dalam tangki 20 10.41 11.00 Mengisikan jagung dalam degerminator 75 11.01 12.15 Proses degerminasi +5 12.16 12.20 Penggilingan awal - Hammer mill 35 12.21 12.55 Penggilingan lanjut - Disk mill +5 12.56 13.00 Istirahat 60 13.01 14.00 Pemisahan fraksi tepung dan grits - cyclone +70 14.01 15.10 Pemisahan grits berdasarkan ukuran - siever 15 15.11 15.25 Pengemasan 20 15.26 15.45 Pembersihan peralatan mesin dan tempat kerja 15 15.46 16.00 Setelah semua jagung diisikan pada tangki, maka sebagian karyawan dapat mulai istirahat siang lebih awal. Sementara itu, karyawan lainnya baru beristirahat ketika pemisahan grits di siever sudah selesai dilakukan. Setelah istirahat, karyawan bisa langsung melakukan pengemasan produk. Ketika proses pengemasan sudah selesai, maka karyawan tersebut bisa membantu proses penepungan pada batch kedua yang baru sampai pada tahap degerminasi. Untuk mengurangi risiko over time, dapat dilakukan pengaturan jam masuk karyawan, dimana sebagian masuk pukul 07.00 dan pulang pukul 16.00, sementara sebagaian yang lain masuk pukul 08.00 dan pulang pukul 17.00. Dengan pengaturan tersebut, peralatan dapat digunakan lebih efisien dan karyawan juga bisa maksimal bekerja. Berbeda dengan contoh pengaturan jadwal aktivitas pada proses produksi tepung secara konvensional, proses produksi tepung secara enzimatis lebih rumit karena berkaitan dengan proses inkubasi yang membutuhkan waktu hingga 21 jam. Beberapa hal yang menjadi kelemahan pada proses enzimatis diantaranya adalah proses berjalan non stop sehingga libur karyawan tidak bisa bareng pada hari yang sama. Kedua, jumlah karyawan yang dibutuhkan untuk beroperasinya pabrik secara optimal lebih banyak daripada dengan proses konvensional. Ketiga, sebelum dilakukan penghalusan grits jagung dengan disk mill, terlabih dahulu grits harus dicuci, dibilas, ditiriskan, dan dikeringkan dengan panas matahari. Pembuatan jadwal untuk pengaturan waktu proses supaya efisien dilakukan dengan membagi karyawan menjadi 2 dua grup, dimana anggota grup tersebut dapat diganti-ganti sesuai dengan kebutuhan pabrik. Tabel 4.26 dan 4.27 menggambarkan jadwal aktivitas rutin setiap grup dalam satu hari kerja. Seperti disajikan pada Tabel 4.26, setelah menyiapkan 1 satu batch untuk proses inkubasi, selanjutnya diberi nama batch 1 B1. Grup I selanjutnya melaksanakan pencucian, penirisan, hingga pengeringan grits jagung hasil inkubasi hari kemarin B2.H-1. Setelah istirahat siang, grup I selanjutnya malakukan aktivitas penghalusan grits yang telah dikeringkan hingga pengemasan produknya. Tabel 4.26 Jadwal pengaturan aktivitas produksi untuk grup I berdasarkan desain proses produksi tepung jagung secara enzimatis Aktivitas Grup I Waktu Mulai Selesai Persiapan 15 7.00 7.15 Pembersihan jagung benda asing 30 7.16 7.45 Memasukkan jagung dalam tangki 40 7.46 8.25 Perendaman dalam tangki 20 8.26 8.45 Mengisikan jagung dalam degerminator 75 8.46 10.00 Proses degerminasi +5 10.01 10.05 Proses inkubasi dengan papain B1 1260 10.06 07.05 Persiapan B2.H-1 15 10.16 10.30 Pencucian B2.H-1 30 10.31 11.00 Penirisan B2.H-1 30 11.01 11.30 Pengeringan B2.H-1 120 11.31 13.30 Istirahat 60 12.01 13.00 Penghalusan grits dengan disk mill B2.H-1 35 14.06 14.40 Pemisahan fraksi tepung dengan cyclone B2.H-1 +30 14.41 15.20 Pengemasan produk dengan pedal sealer B2.H-1 20 15.21 15.40 Pembersihan peralatan dan tempat kerja 20 15.41 16.00 Ket. : B1.H-1 adalah grits hasil inkubasi hari kemarin untuk batch 1. B2.H-1 adalah grits hasil inkubasi hari kemarin untuk batch 2. Tabel 4.27 Jadwal pengaturan aktivitas produksi untuk grup II berdasarkan desain proses produksi tepung jagung secara enzimatis Aktivitas Grup II Waktu Mulai Selesai Persiapan B1.H-1 15 7.00 7.15 Pencucian B1.H-1 30 7.16 7.45 Penirisan B1.H-1 30 7.46 8.15 Pengeringan B1.H-1 120 8.16 10.15 Persiapan 15 08.46 09.00 Pembersihan jagung dari benda asing 30 09.01 09.30 Memasukkan jagung dalam tangki 40 09.31 10.10 Perendaman dalam tangki 20 10.11 10.30 Mengisikan jagung dalam degerminator 75 10.31 11.45 Proses degerminasi +5 11.46 11.50 Mulai proses inkubasi dengan papain B2 1260 11.51 08.50 Istirahat 60 12.01 13.00 Penghalusan grits dengan disk mill B1.H-1 35 13.01 13.35 Pemisahan fraksi tepung dengan cyclone B1.H-1 +30 13.36 14.05 Pengemasan produk dengan pedal sealer B1.H-1 20 14.06 15.25 Pembersihan peralatan dan tempat kerja 35 15.26 16.00 Ket. : B1.H-1 adalah grits hasil inkubasi hari kemarin untuk batch 1. B2.H-1 adalah grits hasil inkubasi hari kemarin untuk batch 2. Sementara itu, grup II dari pagi hari langsung melakukan pencucian, pembilasan, penirisan, dan pengeringan grits jagung hasil inkubasi hari kemarin B1.H-1. Sementara proses pengeringan sedang berlangsung, grup kedua mulai menyiapkan jagung untuk proses inkubasi kedua B2. Setelah istirahat siang, grup II melanjutkan menghaluskan grits jagung yang telah selesai dikeringkan pada pagi hari. Penghalusan dilanjutkan hingga pengemasan produk Tabel 4.27.

4.7.6 Spesifikasi Bahan Baku

Mutu suatu produk sangat dipengaruhi oleh mutu bahan bakunya. Salah satu tantangan yang dihadapi selama ini oleh produsen tepung jagung di tanah air adalah banyaknya keluhan tentang pendeknya umur simpan produk tepung jagung yang dihasilkan dibandingkan dengan mutu produk tepung terigu maupun pati jagung. Indikator pendeknya umur simpan tepung jagung salah satunya adalah mudah tumbuhnya serangga kutu gudang pada produk tepung jagung. Penyebab mudahnya serangga untuk tumbuh dalam tepung jagung adalah diduga karena telur-telur serangga tersebut sudah berada dalam biji jagung sejak mulai di lahan pertanaman. Terbukanya kulit jagung akibat dimakan burung ataupun oleh adanya serangan ulat adalah diduga sebagai saat awal mulai adanya penyebaran telur-telur serangga. Di samping di lahan, proses pemipilan dan pengeringan menyebabkan biji rusak atau pecah menjadi salah satu penyebab mudah tumbuhnya serangga untuk bertelur dan berkembang biak. Untuk mengurangi risiko-risiko tersebut maka mutu biji jagung yang diterima harus memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan, yaitu SNI No. 01-3920-1995 tentang mutu jagung untuk perdagangan. Persyaratan mutu tersebut dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu, persyaratan kualitatif dan kuantitatif. Persyaratan kualitatif meliputi: 1. Produk harus terbebas dari hama dan penyakit. 2. Produk terbebas dari bau busuk maupun zat kimia lainnya berupa asam. 3. Produk harus terbebas dari bahan dan sisa-sisa pupuk maupun pestisida. 4. Memiliki suhu normal . Persyaratan kuantitatif sesuai SNI 01-3920-1995 disajikan pada Tabel 4.28. Tabel 4.28 Syarat Mutu Jagung untuk diperdagangkan Komponen Utama Satuan Syarat Mutu I II III IV Kadar air maks 14 14 15 17 Butir rusak maks 2 4 6 8 Butir warna lain maks 1 3 7 10 Butir pecah maks 1 2 3 5 Kotoran maks 1 1 2 2 Benda asing maks - - - - Butir jamur maks - - - - Toxin maks - - - - Sumber : BSN 1995 Dari Tabel 4.28, mutu jagung dikelompokkan menjadi 4 empat tingkat, yaitu mutu terbaik kelompok I dan mutu paling rendah adalah kelompok IV. Mutu jagung yang dihasilkan oleh petani jarang dapat memenuhi persyaratan mutu tingkat I, karena pada umumnya hasil penjemuran jagung oleh petani masih berkadar air 17 hingga 19. Di samping itu, butir pecah akibat pemipilan dan kotoran maupun benda asing saat penjemuran masih menjadi penyebab yang dominan yang berkontribusi terhadap rendahnya mutu jagung petani. Oleh karena itu, pada pabrik pengolahan jagung proses enzimatis dipersyaratkan kadar air jagung maksimal 17 dengan ketentuan biji jagung harus langsung diolah karena pabrik tidak didesain untuk memiliki unit pasca panen. Pada dunia perdagangan jagung, dikenal istilah fraksinasi, yaitu pemotongan harga akibat kadar air bahan melebihi kadar air yang dipersyaratkan. Pada pabrik tepung jagung yang tidak memiliki pengering sendiri, tidak pernah diterapkan adanya fraksinasi, tetapi untuk pabrik yang mempunyai pengeringan sendiri bisa menerima jagung dengan kadar air di atas 17. Pada umumnya, seiring dengan pengalaman yang terjadi dimusim panen raya jagung, pabrik pengolahan jagung mulai mengadakan pengering dan membangun gudang. Hal tersebut dilakukan karena pada saat musim panen raya, harga jagung berada pada titik terendahnya dan tersedia dalam jumlah yang banyak. Pembangunan pabrik tepung jagung yang terintegrasi dengan unit pasca panen dan produk hilirnya menjadi salah satu strategi untuk mengurangi risiko penurunan atau kerusakan mutu jagung pipil dan sebagai upaya untuk meningkatkan nilai jual produk tepung jagung BPPT 2009. Penentuan nilai pembelian dilakukan dengan cara sebagai berikut: Berat bersih yang dibayarkan jumlah jagung yang dipasok dalam kg dikurangi potongan karung kg dikurangi tingkat refraksipotongan . Nilai yang dibayarkan Rp adalah berat bersih yang dibayarkan kg dikali dengan tingkat harga yang berlaku Rpkg, sedangkan nilai refraksi potongan adalah penjumlahan dari hasil uji mutu kadar air, kadar jamur, kadar kotoran, kadar biji putih, dan kadar biji mati. Tabel 4.29 berikut adalah contoh refraksi potongan harga yang dikeluarkan oleh PT. Central Protein Prima CCP. Tabel 4.29 Contoh refraksi jagung berdasarkan kadar air Kadar Air bb Refraksi Kadar Air bb Refraksi 17 20,6 – 21,0 6,0 17,1 – 17,5 0,6 21,1 – 22,0 8,5 17,6 – 18,0 1,2 22,1 – 23,0 11,0 18,1 – 18,5 1,8 23,1 – 24,0 13,5 18,6 – 19,0 2,4 24,1 – 25,0 16,0 19,1 – 19,5 3,0 25,1 – 26,0 19,0 19,6 – 20,0 4,0 26,1 – 27,0 22,0 20,1 – 20,5 5,0 27,1 – 28,0 25,0 Sumber : BPPT 2008 Dari Tabel 4.29 dapat dilihat bahwa semakin tinggi kadar air jagung, semakin besar nilai potongan harganya.

4.7.7 Spesifikasi dan Mutu Tepung Jagung

Produk utama proses produksi tepung secara enzimatis adalah tepung jagung dengan kehalusan 90 lolos ayakan 80 mesh dan maksimal 10 menir jagung dengan ukuran partikel lebih besar dari 60 mesh. Di samping produk utama, terdapat produk samping, yaitu ampok jagung dan kulit ari jagung. Karena saat ini ampok dan kulit ari jagung dihargai sama, maka setelah proses produksi kedua produk tersebut biasanya dijadikan satu kembali. Jumlah produk samping berkisar 30-35. Dengan demikian losses selama proses penepungan tersebut