Pengaruh Kekerasan Proses Inkubasi Grits Jagung dengan Papain

A1 B1 A2 B2 A3 B3 A4 B4 A5 B5 Gambar 4.13 Foto SEM jagung lokal Kodok A dan hibrida P21 B pada : 1 3 jam,0; 2 3 jam;1; 3 6 jam,1; 4 12 jam,1; dan 5 24 jam,1 papain. Gambar 4.13 menunjukkan hasil pengamatan bagian horny endosperm grits jagung lokal Kodok Gambar 4.13A1 sampai 4.13A5 dan grits jagung hibrida P21 Gambar 4.13B1 sampai 4.13B5 menggunakan SEM dengan perbesaran 1000x tanpa coating. Pengamatan dilakukan pada grits jagung lokal maupun hibrida setelah dilakukan inkubasi selama 3, 6, 12, dan 24 jam pada konsentrasi papain 1. Foto hasil SEM disajikan pada Lampiran 10. Pada Gambar 4.13 juga dapat dilihat bahwa semakin bertambahnya lama waktu inkubasi menyebabkan matriks protein yang melingkupi granula-granula pati semakin tipis, bahkan pada waktu inkubasi 12 hingga 24 jam terlihat lapisan tebal tersebut semakin tidak terlihat. Terurainya matriks protein tersebut memudahkan penghalusan grits dan meningkatkan granula pati yang tidak terikat dengan matrik protein sehingga berpotensi meningkatkan rendemen patinya. Hal tersebut diperkuat dengan penelitian Serna-Saldivar dan Mezo-Villanueva 2003 yang melakukan penambahan cell wall degrading enzyme CWDE pada sorgum dan jagung kuning yang telah digiling kasar dengan perendaman selama 4 hingga 48 jam yang terbukti dapat meningkatkan rendemen pati akibat longgarnya matriks protein. Upaya untuk memudahkan penggilingan biji jagung juga dilakukan oleh Core 2004 yang menggunakan gas amonia dan dilanjutkan dengan menggunakan enzim protease untuk melonggarkan ikatan pada matriks protein dalam biji jagung, sehingga hanya dibutuhkan waktu 6 jam pada proses perendamannya. Hal tersebut jauh lebih efisien dibandingkan dengan proses konvensional yang membutuhkan waktu 24 hingga 36 jam. Dengan demikian, hasil pengamatan dengan SEM terhadap grits jagung setelah penambahan papain tersebut, telah membuktikan terjadinya penguraian matriks protein pada bagian horny endosperm. Terjadinya penguraian matriks protein tersebut membuktikan bekerjanya enzim papain selama inkubasi. Terurainya matriks protein selama inkubasi dengan papain menyebabkan terjadinya penurunan kandungan protein dan kekerasan grits, dan pada akhirnya dapat meningkatkan kehalusan ukuran partikel tepung yang dihasilkan. Di samping itu, terjadinya penguraian matriks protein setelah inkubasi dengan papain juga membuktikan bahwa menurunnya kandungan protein grits akibat meningkatnya lama waktu inkubasi maupun meningkatnya konsentrasi papain terjadi hingga pada bagian horny endosperm dan tidak hanya pada bagian floury endosperm. Pada Gambar 4.13 juga dapat dilihat dengan jelas perbedaan pengaruh inkubasi dengan papain terhadap grits jagung kedua varietas, yaitu: pertama, pada waktu inkubasi 12 hingga 24 jam, matriks protein pada grits jagung lokal sudah hilang, sedangkan pada grits jagung hibrida masih terlihat ada walaupun sedikit. Kedua, ukuran granula pati pada bagian horny endosperm jagung lokal relatif lebih kecil dan lebih seragam 3-7µm dibandingkan jagung hibrida 3-12µm. Ketiga, bentuk granula pada bagian horny endosperm jagung lokal berbentuk spherical dan pada jagung hibrida dominan berbentuk polygonal. Diameter granula pati jagung tersebut relatif sama dengan diameter pati jagung pada umumnya, 5-20 µm dan berbentuk spherical dan polygonal Jane 2009. Perbedaan bentuk granula pati tersebut dapat menyebabkan terjadinya perbedaan kerapatan pada horny endosperm kedua varietas tersebut, dan dapat menyebabkan berbedanya kekerasan maupun kekakuan gritsnya Martinez et al. 2006. Terdapatnya perbedaan-perbedaan tersebut menyebabkan terjadinya perbedaan kekerasan grits jagung pada kedua varietas jagung yang digunakan. Hal tersebut berdampak langsung terhadap berbedanya kondisi proses inkubasi untuk kedua varietas jagung, lokal dan hibrida. Perendaman hingga 24 jam dapat memicu pertumbuhan mikroorganisme spontan yang dapat menghasilkan asam-asam organik yang mampu meningkatkan pelunakan biji dan melemahkan dinding sel endosperma Johnson dan May 2003. Nur aini 2009 juga melaporkan terbentuknya asam-asam organik tersebut dapat mempengaruhi karakteristik tepung jagung yang dihasilkan. Pengaruh lama waktu inkubasi dengan papain terhadap keutuhan granula patinya diamati dengan mikroskop cahaya terpolarisasi. Terjadinya kerusakan birefringence granula pati dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada mikrostruktur granula pati yang berakibat pada berubahnya sifat alami tepung jagung yang dihasilkan. Pengamatan dilakukan terhadap granula pati tepung jagung yang dihasilkan pada berbagai waktu inkubasi dan konsentrasi papain. Hasil pengamatan granula pati tepung jagung setelah perendaman 3 jam tanpa papain dan setelah perendaman 24 jam pada 1 papain disajikan pada Gambar 4.14A dan B untuk grits jagung lokal dan Gambar 4.14C dan D untuk grits jagung hibrida. Foto hasil pengamatan dengan mikroskop cahaya terpolarisasi disajikan pada Lampiran 11. A B C D Gambar 4.14 Sifat birefringence granula pati A jagung lokal Kodok setelah inkubasi 3 jam 0 papain, B jagung lokal Kodok setelah inkubasi 24 jam 1,0 papain, C jagung hibrida P21 setelah inkubasi 3 jam 0 papain, D jagung hibrida P21 setelah inkubasi 24 jam 1,0 papain. Pada Gambar 4.14 A dan C, selain masih utuhnya sifat birefringence granula pati, juga terlihat adanya komponen-komponen mikro selain pati. Namun demikian, setelah perendaman selama 24 jam dengan 1 papain Gambar 4.14B dan D terlihat persentase komponen-komponen mikro tersebut semakin berkurang. Di samping itu, dapat dilihat juga bahwa inkubasi dengan papain tersebut tidak menyebabkan terjadinya kerusakan birefringence pada granula- granula patinya. Hasil analisis komponen proksimat tepung jagung setelah diinkubasi selama 24 jam dengan 1 papain dibandingkan dengan tepung jagung setelah direndam selama 3 jam tanpa penambahan papain menunjukkan terjadinya penurunan kandungan komponen mikro, seperti protein, abu dan serat. Kandungan protein turun dari 6,77 menjadi 3,85, abu turun dari 0,11 menjadi 0,10, dan serat kasar turun dari 1,69 menjadi 0,71 untuk jagung lokal Kodok, sedangkan untuk jagung hibrida P21 kandungan protein turun dari 7,30 menjadi 4,34, abu turun dari 0,20 menjadi 0,11, dan serat kasar turun dari 2,21 menjadi 0,80. Sementara itu, kandungan lemak tidak terjadi penurunan yang signifikan karena sebagian besar sudah terpisahkan pada tahap degerminasi. Seperti halnya lemak, abu pada biji jagung sebagian besar terdapat pada lembaga 79,6, dan hanya 2,3 terdapat pada endosperma Watson 2003, sehingga sebagian besar abu sudah terpisahkan ketika proses degerminasi. Masih tersisanya abu setelah degerminasi diduga berasal dari mineral-mineral yang terdapat pada endosperma. Oleh karena itu, terjadinya penurunan kandungan abu dimungkinkan terjadi karena mineral-mineral natrium, kalium, florida, dan yodium yang terdapat pada biji jagung mempunyai kelarutan yang tinggi dalam air. Penurunan kadar abu selama perendaman juga terjadi pada fermentasi spontan grits jagung putih, yang turun dari 1,01 menjadi 0,55 setelah difermentasi spontan selama 24 jam Nur Aini, 2009. Nago et al. 1998 juga melaporkan terjadinya penurunan kadar abu selama fermentasi jagung dalam pembuatan ogi dari 1,35-1,38 menjadi 0,4-0,6. Sementara itu, terjadinya penurunan serat kasar selama inkubasi dengan papain diduga karena adanya aktifitas mikrooranisme yang merubah serat tidak larut menjadi serat yang larut dalam air. Seperti diketahui bahwa serat jagung terdiri dari 67 hemiselulosa, 23 selulosa rantai panjang, dan 0,2 lignin Burge dan Duensing 1989. Terjadinya penurunan kandungan serat selama proses perendaman tersebut juga terjadi pada proses fermentasi ubi kayu untuk menghasilkan modified cassava flour, dimana selama proses fermentasi, terjadi penguraian dinding sel oleh enzim-enzim pektinolitik dan selulolitik yang dihasilkan oleh mikroorganisme Subagio 2006. Bekerjanya enzim selulolitik tersebut, diduga sebagai penyebab terjadinya proses pelarutan serat, yang pada akhirnya menurunkan kandungan serat dalam tepung jagung. Dari Gambar 4.14 juga terlihat bahwa garis-garis pembatas pada birefringence granula pati masih dapat terlihat jelas, sehingga diduga kuat tidak terjadi kerusakan pada granula pati jagung setelah diinkubasi dengan papain selama 24 jam pada konsentrasi papain 1,0.

4.5.6 Pengaruh Penambahan Papain terhadap Sifat Visco Amilografi Tepung Jagung

Uji amilografi dilakukan untuk mengukur tingkat gelatinisasi tepung jagung yang dihasilkan setelah dilakukan inkubasi dengan papain. Pengujian dilakukan menggunakan RVA. Pengujian dilakukan terhadap contoh grits jagung lokal Kodok dan hibrida P21sebelum dan sesudah penambahan papain pada berbagai waktu dan konsentrasi papain. Hasil uji RVA untuk grits jagung sebelum penambahan papain dan setelah inkubasi selama 24 jam pada 0,5 dan 1,0 papain disajikan pada Tabel 4.13 dan Gambar 4.15. Tabel 4.13 Perbandingan parameter amilografi tepung jagung pada beberapa kondisi inkubasi dan pati jagung komersial Varietas Jagung Pelakuan Peak Visc. cP Through Visc. cP Breakdown Visc. cP Final Visc. cP Setback Visc. cP Peak Time Menit Pasting Temp. C Lokal Kodok 3 jam; 0,0 1254 1258 -4 2871 1613 13,00 91,00 24 jam;0,5 3472 2054 1418 4049 1995 8,33 72,05 24 jam;1,0 4297 2237 2060 4353 2116 8,20 71,20 Hibrida P21 3 jam; 0,0 1379 1385 -6 3345 1960 13,00 88,95 24 jam;0,5 2787 2000 787 3623 1623 8,40 78,05 24 jam;1,0 4327 1940 2387 3842 1902 8,00 73,70 Pati Jagung ―Redwood‖ 4041 2350 1691 4420 2070 8,40 75,25 Hail pengukuran dengan RVA pada kedua varietas tepung jagung pada berbagai waktu inkubasi dan konsentrasi menunjukkan terjadinya perubahan viskositas puncak, viskositas panas, breakdown viscosity, viskositas akhir, setback viscosity , waktu gelatisasi, dan suhu awal gelatinisasi. Dari Tabel 4.13 dapat dilihat bahwa suhu awal gelatinisasi pasting temperature dari tepung jagung tanpa perendaman dalam papain adalah 91 o C dan 88,95 o C untuk jagung lokal dan hibrida. Setelah inkubasi selama 24 jam pada 0,5 dan 1,0 papain turun menjadi 72,05 o C dan 71,2 o C untuk jagung lokal dan 78,05 o C dan 73,7 o C untuk jagung hibrida. Suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada saat pertama kali viskositas mulai naik. Peningkatan viskositas terjadi karena penyerapan air dan pembengkakan granula pati yang irreversible di dalam air pada saat pemanasan, dimana energi kinetik molekul-molekul air lebih kuat daripada daya tarik menarik pati di dalam granula pati. Tingginya suhu awal gelatinisasi pada tepung jagung tanpa inkubasi tersebut menunjukkan besarnya energi yang dibutuhkan untuk memutuskan gaya tarik menarik antara molekul pati dalam granula pati. Suhu awal gelatinisasi tepung jagung setelah diinkubasi selama 24 jam pada 1,0 papain untuk kedua varietas tersebut sudah mendekati suhu awal gelatinisasi pati jagung berkisar antara 60-72 o C Fennema 1996, dan lebih rendah dari suhu awal gelatinisasi pati jagung komersial produksi PT. Redwood Indonesia yang mencapai 75,5 o C. Turunnya suhu awal gelatinisasi tepung jagung setelah dilakukan inkubasi pada grits jagung dengan papain menunjukkan bahwa granula-granula pati tersusun lebih longgar dan tidak kaku sehingga memudahkan molekul air masuk ke dalam granula pati. Pada suhu awal gelatinisasi granula pati mulai mengembang dan pada suhu puncak gelatinisasinya granula pati akan mencapai pengembangan maksimum hingga selanjutnya pecah. Semakin longgarnya granula-granula pati bergerak tersebut akibat terurainya matriks protein dalam endosperma yang ditandai oleh turunnya kekerasan grits dan turunnya kandungan proteinnya. Semakin tinggi suhu awal gelatinisasi suatu jenis pati menunjukkan semakin tinggi gaya ikat dalam granula pati tersebut. Menurut Hubeis 1985, suhu awal gelatinisasi dibagi menjadi suhu gelatinisasi rendah 55-69,5 o C, suhu gelatinisasi sedang 70-74,5 o C dan suhu gelatinisasi tinggi 74,5 o C. Dari penggolongan tersebut, suhu gelatinisasi tepung jagung setelah diinkubasi selama 24 jam dengan 1,0 papain adalah termasuk ke dalam suhu gelatinisasi sedang. A B Gambar 4.15 Amilografi tepung jagung lokal Kodok A dan tepung jagung hibrida P21 B pada berbagai kondisi dan pati jagung komersial Inkubasi dengan papain juga menyebabkan waktu untuk mencapai viscositas maksimum peak time tepung jagung menjadi lebih cepat seiring dengan meningkatnya konsentrasi papain dan lama waktu inkubasi. Waktu gelatinisasi tepung jagung tanpa penambahan papain untuk varietas lokal dan hibrida adalah 13,00 menit, dan menjadi 8,20 dan 8,00 menit setelah diinkubasi selama 24 jam pada 1,0 papain. Sementara itu, waktu gelatinisasi tepung jagung setelah inkubasi pada 0,5 papain selama 24 jam hampir sama dengan waktu