Optimasi Proses Inkubasi Grits Jagung
sedangkan pemisahan tudung pangkal biji dan kulit ari dapat memisahkan sebagian besar serat dari endosperma.
Penghilangan kulit ari pada proses basah wet milling process dilaporkan dapat mengurangi waktu pada tahap perendaman steeping secara signifikan
karena biji jagung tanpa kulit ari dapat terhidrasi dengan lebih cepat dan akan terhidrasi sempurna setelah perendaman selama 6 jam Wang et al. 2006.
Sementara itu, pada proses produksi tepung jagung proses kering, penghilangan kulit ari tersebut dapat merubah sifat fisiko kimia dan memperbaiki sifat
fungsional tepung jagung, yaitu meningkatkan daya serap air, daya pengembangan dan viskositas pasta tepung setelah didegerminasi Houssou dan Ayernor 2002.
Keberhasilan degerminasi ditentukan oleh ketepatan pemilihan peralatan yang digunakan dan kondisi proses degerminasinya.
Hasil proses degerminasi adalah berupa grits jagung sebagai produk utama bagian endosperma dan ampok jagung yang terdiri dari lembaga dan tudung
pangkal biji dan kulit ari sebagai produk samping. Pemilihan degerminator berperan penting dalam menentukan mutu tepung jagung yang dihasilkan.
Kriteria dalam memilih tipe degerminator yang baik adalah meliputi persentase rendemen, persentase produk samping atau kebersihan grits, losses selama
degerminasi, persentase grits jagung berukuran besar tidak lolos ayakan ukuran 5 mesh, kandungan lemak grits, dan efisiensi penggunaan energi.
Sebelum dilakukan degerminasi, biji jagung direndam dengan air selama 20 menit. Perendaman tersebut dimaksudkan untuk membasahi bagian luar biji
jagung supaya mudah dilakukan pemisahan endosperma dari germ, tudung pangkal biji maupun kulit ari. Terjadi penambahan bobot biji jagung sekitar 10
setelah perendaman selama 20 menit yang diakibatkan terjadinya penyerapan air oleh biji jagung Tabel 4.3. Terjadinya penambahan bobot akibat perendaman
tersebut disebabkan oleh penyerapan air oleh biji atau imbibisi akibat adanya materi koloid yang hidrofil Sadjad 1975; Leopold 1983; Suradinata 1993.
Tabel 4.3 Pertambahan bobot biji jagung setelah perendaman
Varietas Bobot
contoh Bobot
akhir Penambahan
Bobot Rata-rata
g g
g Lokal Kodok
5000 5587,0 587,0
11,74 10,67
5000 5480,0 480,0
9,60 Hibrida P21
5000 5583,5 583,5
11,67 10,45
5000 5461,0 461,0
9,22
Setelah proses degerminasi, persentase rendemen grits dan produk samping, serta losses untuk ketiga tipe peralatan disajikan pada Tabel 4.4. Dari Tabel 4.4
diketahui bahwa peralatan tipe B memberikan rendemen grits paling tinggi, yaitu 72,54 dan 73,10 untuk jagung hibrida P21 dan lokal Kodok, disusul peralatan
tipe A masing-masing 70,55 dan 65,45 untuk jagung hibrida P21 dan lokal Kodok. Tingginya rendemen grits hasil peralatan tipe B maupun tipe A
disebabkan grits yang dihasilkan kedua tipe alat tersebut terlihat masih kotor masih tercampur dengan ampok dan kulit ari
bila dibandingkan dengan hasil peralatan tipe C. Hasil pengayakan ulang terhadap grits yang diperoleh
menunjukkan terjadi penurunan persentase rendemen grits untuk peralatan tipe A sekitar 5-10, tipe B sekitar 11-12, dan tipe C sekitar 1. Berdasarkan hasil
pengayakan ulang tersebut, membuktikan bahwa peralatan tipe C menghasilkan grits
jagung yang paling bersih dibandingkan dengan peralatan tipe A dan B. Tabel 4.4 Rendemen grits jagung dan produk samping serta losses
Varietas Tipe
Peralatan Rendemen
Awal Produk
Samping Losses
Rendemen Setelah Pengayakan
Lokal Kodok A
65,45 26,47
8,08 60,20
B 73,1
22,44 4,46
61,18 C
63,08 31,84
5,08 62,25
Hibrida P21 A
70,55 24,44
5,01 59,63
B 72,54
25,56 1,9
60,30 C
61,65 34,62
3,73 61,08
Kehilangan bobot atau losses merupakan salah satu indikator kinerja peralatan yang dapat digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan untuk
memilih peralatan degerminator yang baik, dimana semakin rendah losses suatu proses mengindikasikan semakin baiknya kinerja peralatan tersebut. Losses pada
proses degerminasi terjadi karena sebagian grits jagung menempel pada dinding saringan pemarut dan tertinggal pada ruang bagian dalam degerminator,
sehingga bentuk dan ukuran pemarut sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya losses
. Faktor lain yang diduga berpengaruh terhadap losses adalah kandungan amilopektin pada biji jagung dan lama waktu perendaman biji jagung. Hasil
penelitian pendahuluan yang telah dilakukan untuk biji jagung lokal pulut yang telah direndam selama 20 menit menunjukkan terjadinya penyumbatan saringan
pemarut oleh grits jagung yang pecah selama proses degerminasi. Terlihat pada Tabel 4.4 bahwa losses untuk jagung lokal secara umum lebih tinggi dari losses
untuk jagung hibrida. Hal tersebut dimungkinkan karena persentase grits jagung lokal yang menempel dan tertinggal dalam degerminator lebih banyak daripada
grits
jagung hibrida. Di samping itu, dapat dilihat juga bahwa peralatan tipe B memberikan nilai losses yang paling rendah daripada tipe A maupun C. Hal
tersebut karena adanya perbedaan bentuk dan ukuran saringan, serta mekanisme proses penyosohannya. Rata-rata nilai losses peralatan tipe B untuk kedua varietas
adalah 3,18, tipe C adalah 4,41 dan nilai tertinggi adalah tipe A, yaitu 6,55. Dengan membuat batasan bahwa nilai losses maksimal adalah 5, maka peralatan
tipe B dan C dapat memenuhi persyaratan tersebut.
Produk samping dari proses degerminasi adalah ampok hominy dan kulit ari jagung. Ampok adalah campuran lembaga dan tudung pangkal biji yang
terpisah dari endosperma jagung. Persentase produk samping hasil peralatan tipe C adalah yang paling besar bila dibandingkan dengan tipe A maupun B, yaitu
sebesar 34,62 dan 31,84 untuk varietas hibrida dan lokal. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemisahan grits dengan produk samping pada peralatan tipe
C lebih baik daripada kedua tipe peralatan lainnya. Hasil tersebut sesuai dengan rata-rata persentase produk samping yang dihasilkan pabrik pengolahan jagung
proses kering di USA sebagaimana yang dilaporkan oleh Sharma et al. 2008 bahwa ampok atau hominy sebagai produk samping proses kering pengolahan
jagung rata-rata mencapai 35 dari jumlah jagung yang diolah.