Tarif Pajak PPh Badan.

87 | P a g e Tarif pasal 17 ayat 1 huruf b untuk Wajib Pajak badan dalam negeri adalah sebesar 28 dua puluh delapan persen. Tarif tersebut berdasar pasal 17 ayat 2a menjadi 25 dua puluh lima persen yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010. Contoh : Pada tahun 2009 Jumlah Penghasilan Kena Pajak PT ABC sebesar Rp 1.250.000.000,00 Pajak Penghasilan terutang: 28 x Rp1.250.000.000,00 = Rp 350.000.000,00 Catatan : mulai tahun 2010 tarif yang berlaku adalah 25 b. Tarif pasal 17 ayat 2b Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40 empat puluh persen dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5 lima persen lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada pasal 17 ayat 1 huruf b dan ayat 2a UU PPh yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah Contoh : Jumlah Penghasilan Kena Pajak PT XYZ Tbk dalam tahun pajak 2009 Rp 1.250.000.000,00 Pajak Penghasilan yang terutang = 28 - 5 x Rp1.250.000.000,00 = Rp 287.500.000,00. Catatan : mulai tahun 2010 tarif yang berlaku adalah 25 c. Tarif pasal 31E Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 lima puluh miliar rupiah mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50 lima puluh persen dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat 1 huruf b dan ayat 2a yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 empat miliar delapan ratus juta rupiah. 88 | P a g e Contoh 1: Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 4.500.000.000,00 empat miliar lima ratus juta rupiah dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah. Penghitungan pajak yang terutang: Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif sebesar 50 lima puluh persen dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 empat miliar delapan ratus juta rupiah. Pajak Penghasilan yang terutang: 50 x 28 x Rp 500.000.000,00 = Rp 70.000.000,00 Catatan : mulai tahun 2010 tarif yang berlaku adalah 25 Contoh 2: Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 30.000.000.000,00 tiga puluh miliar rupiah dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 3.000.000.000,00 tiga miliar rupiah. Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang : 1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas : Rp 4.800.000.000,00 : Rp 30.000.000.000,00 x Rp 3.000.000.000,00 = Rp 480.000.000,00 2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas: Rp 3.000.000.000,00 – Rp 480.000.000,00 = Rp 2.520.000.000,00 Pajak Penghasilan yang terutang: - 50 x 28 x Rp480.000.000,00 = Rp 67.200.000,00 - 28 x Rp2.520.000.000,00 = Rp 705.600.000,00 + Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang Rp 772.800.000,00 Catatan : mulai tahun 2010 tarif yang berlaku adalah 25 89 | P a g e

4. Kredit Pajak.

Kredit pajak merupakan uang muka pajak yang dapat dikurangkan dari PPh terutang untuk menentukan pembayaran pajak di akhir tahun pajak PPh pasal 29. Termasuk kredit pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri dalam bentuk perusahaan PMA antara lain : a. PPh Pasal 22 PPh pasal 22 dipungut oleh pihak ketiga untuk hal-hal sebagai berikut : 1 Pembelian Barang oleh Bendaharawan dan BUMNBUMD, sebesar 1,5 dari harga pembelian 2 Impor Barang a. Importir mempunyai API, sebesar 2,5 nilai impor b. Importir tidak mempunyai API, sebesar 7,5 nilai impor c. Yang tidak Dikuasai, sebesar 7,5 nilai impor 3 impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API sebesar 0,5 Nilai Impor 4 Industri Semen, sebesar 0,25 Dasar Pengenaan Pajak PPN 5 Industri Rokok , sebesar Pasal 17 UU PPh x Harga Banderol 6 Industri Kertas sebesar 0,1 Dasar Pengenaan Pajak PPN 7 Industri Baja, sebesar 0,3 Dasar Pengenaan Pajak PPN 8 Industri Otomotif, sebesar 0,45 DPP PPN 9 Bahan Bakar Minyak dan Gas, a. Premium, Solar, PremixSuper TT, sebesar 0,3 x Penjualan swastanisasi; 0,25 x Penjualan pertamina; b. GasLPG, pelumas 0,3 x Penjualan pertamina 10 Pembelian bahan-bahan berupa hasil perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan untuk keperluan industri dan ekspor dari pedagang pengumpul, sebesar 0,5 Harga Pembelian tidak termasuk PPN 11 Pembelian barang tergolong sangat mewah, sebesar 5 Harga Pembelian tidak termasuk PPN 90 | P a g e b. PPh pasal 23 1 Dividen, Bunga, Royalti, hadiah, penghargaan, bonus selain yang dikenakan PPh pasal 21 dan PPh final sebesar 15 dari jumlah bruto 2 Sewa dan jasa lain sebesar2 dari jumlah bruto c. PPh pasal 24 Jumlah yang dibayardipotongterutang di luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri dalam tahun pajak yang bersangkutan. Dapat dikreditkan sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan PPh d. PPh pasal 25 PPh pasal 25 merupakan angsuran PPh yang dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan. Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan : 1 Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan 2 Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 dua belas atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Termasuk dalam kategori kredit pajak adalah pokok pajak yang tercantum dalam STP surat tagihan pajak.

B. Fasilitas Pajak Bagi Perusahaan PMA

Tax holiday pernah diberlakukan dalam sejarah perpajakan Indonesia, yakni saat diterbitkannya Undang-Undang No 1 Tahun 1967 sebagaimana diubah dengan UU No 11 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing PMA. Dalam undang- undang tersebut pemerintah memberikan kelonggaran kepada perusahaan- perusahaan asing, antara lain pembebasan dari :