Pajak Berganda Bahan Ajar Pajak Internasional

111 | P a g e menghambat transaksi internasional. Aturan domestik masing-masing negara umumnya telah mengatur mekanisme untuk mengurangi pajak berganda ini. Di dalam UU Pajak domestik Indonesia yaitu di pasal 24 UU PPh sudah diatur mengenai perlakuan kredit pajak atas pajak yang dibayar di luar negeri. Namun ketentuan tersebut belum cukup efektif untuk benar-benar menghindarkan dampak pajak berganda. Selain karena pengkreditan pajak di luar negeri dibatasi maksimal sebanding dengan penghasilan di luar negeri dibanding dengan penghasilan kena pajak terhadap PPh terutang juga masalah sudut pandang dalam melihat sumber penghasilan. Berikut ini adalah ilustrasi yang dapat menggambarkan ketidakefektifan tersebut. Tn Kurniawan seorang wajib pajak dalam negeri, adalah pegawai dari PT MAJU JAYA. Pada suatu waktu sehubungan dengan pekerjaannya dia harus melaksanakan tugasnya di Amerika selama 100 hari. Untuk itu dia mendapatkan penghasilan sebesar USD 10,000 dari PT MAJU JAYA Ketentuan pajak domestik Amerika mengatur bahwa sumber penghasilan sehubungan dengan pekerjaan adalah pada negara tempat pekerjaan tersebut dilakukan. Sementara itu Indonesia menganggap bahwa sumber penghasilan sehubungan dengan pekerjaan adalah pada negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan. Jadi pada kasus ini Indonesia dan Amerika sama-sama menganggap berhak untuk memajaki penghasilan Tn Kurniawan karena dua-duanya menganggap negaranya adalah negara sumber penghasilan. Indonesia akan memajaki dengan tarif progresif, sementara Amerika akan memajaki sesuai dengan tarif pajak yang berlaku di Amerika. Perlakukan untuk mengkreditkan pajak yang dibayar di Amerika berdasarkan pasal 24 UU PPh tidak dapat digunakan karena penghasilan Tn Kurniawan tersebut dianggap bersumber dari Indonesia, bukan dari luar negeri. Dengan demikian atas penghasilan Tn Kurniawan tersebut terjadi pengenaan pajak berganda. Untuk supaya dapat lebih efektif mengurangi pajak berganda yang belum terakomodasi dalam UU PPh, maka perlu dilakukan persetujuan penghindaran pajak berganda P3B. 112 | P a g e

B. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Tax Treaty

Persetujuan penghindaran pajak berganda adalah perjanjian pajak antara dua negara secara bilateral yang mengatur mengenai pembagian hak pemajakan yang diterima atau diperoleh penduduk dari salah satu atau kedua negara pada pihak persetujuan. P3B mempunyai tujuan yaitu : 1. memfasilitasi perdagangan internasional dan arus investasi antar negara, antara lain dengan cara : a. menghindarkan pengenaan pajak berganda b. memberikan pengurangan tarif pajak di negara sumber atas beberapa bentuk penghasilan tertentu 2. merupakan alat bagi kedua negara pihak persetujuan untuk lebih dapat menerapkan aturan-aturan domestiknya sehingga dapat mengurangi adanya praktek penghindaran pajak, misalnya dengan memungkinkan masing- masing negara pihak persetujuan untuk saling tukar informasi, konsultasi bersama atau mengadakan mutual agreement.

1. Kedudukan P3B terhadap UU Pajak Domestik.

Kedudukan P3B di suatu negara adalah tergantung pada sistem perundang- undangan negara tersebut. Di Indonesia P3B diperlakukan sebagai lex specialis terhadap undang-undang domestik. Karena itu, apabila ada pertentangan antara undang-undang domestik Indonesia dengan P3B, aturan-aturan yang ada dalam P3B akan didahulukan. Namun perlu diingat bahwa tujuan diadakannya P3B adalah untuk menghindari adanya pemajakan berganda. Agar tidak terjadi pemajakan berganda atas penghasilan yang sama yang diterima atau diperoleh oleh subjek yang sama maka suatu P3B membatasi hak pemajakan suatu negara untuk mengenakan pajak atas suatu penghasilan tersebut. Ketika masing-masing ketentuan domestik suatu negara sama-sama mengenakan pajak atas penghasilan yang sama, maka berdasarkan P3B, hak masing-masing negara tersebut untuk mengenakan pajak atas suatu penghasilan dapat dihilangkan atau dibatasi. Dengan kata lain, ketika suatu negara mengadakan P3B maka negara tersebut setuju untuk dibatasi haknya untuk mengenakan pajak berdasarkan pembatasan yang diatur dalam P3B. 113 | P a g e P3B tidak memberikan hak pemajakan baru kepada negara yang mengadakan P3B. Adapun pengenaan pajak suatu negara atas suatu jenis penghasilan didasarkan atas ketentuan domestik negara tersebut. Dengan demikian, apabila dalam P3B suatu negara diberi hak pemajakan atas suatu penghasilan tertentu, akan tetapi negara tersebut berdasarkan hukum domestiknya tidak mengenakan pajak atas penghasilan tertentu tersebut maka negara tersebut tidak dapat mengenakan pajak atas penghasilan tertentu tersebut walaupun P3B memberikan hak pemajakan kepada negara tersebut. Penerapan ketentuan P3B dan UU Domestik dapat digambarkan dalam tabel berikut ini: Tabel IX. 1. Tabel Penerapan Ketentuan P3B dan UU Domestik Ketentuan UU Domestik Ketentuan P3B Ketentuan yang diberlakukan mengatur mengatur P3B mengatur tidak mengatur UU Domestik tidak mengatur mengatur - tidak mengatur tidak mengatur -

2. Model P3B.

Terdapat dua model P3B yang sering dijadikan acuan negara-negara di dunia dalam membuat P3B, yaitu Organization for Economic Cooperation and Development Model OECD Model dan United Nations Model UN Model. Namun biasanya dalam perundingan masing-masing negara akan mengajukan Model P3B- nya masing-masing yang merupakan modifikasi dari OECD Model dan UN Model tergantung dari sudut pandang kepentingan negara tersebut. OECD Model dibuat berdasarkan perspektif atau kepentingan negara-negara maju, sedangkan UN Model dibuat perdasarkan perspektif atau kepentingan negara-negara berkembang. OECD Model lebih mengedepankan pada asas domisili negara yang memberikan jasa atau menanamkan modal, di mana hak pemajakannya berada di negara domisili. Sedangkan UN Model lebih mengedepankan asas sumber penghasilan, karena negara berkembang umumnya yang menggunakan jasa dan yang menerima modal dari luar negeri, sehingga model ini lebih menerapkan pemajakan yang berasal dari