Penanganan Tax Haven Country

168 | P a g e internasional internationally agreed tax standard. Daftar hitam tersebut pertama kali diterbitkan oleh OECD, dan telah diperbaharui pada tanggal 2 April 2009 dalam rangka pertemuan G20 di London. Perubahan berikutnya dibuat 7 April 2009 untuk mengeluarkan beberapa negara yang masuk dalam kategori tidak kooperatif. Keempat kategori tersebut adalah : 1. Negara yang telah secara substansial menerapkan standar Those that have substantially implemented the standard termasuk negara-negara seperti Argentina, Australia, Brazil, Kanada, Cina, Republik Ceko, Prancis, Jerman, Yunani, Guernsey, Hungaria, Irlandia, Italia, Jepang, Jersey, Isle of Man, Meksiko, Belanda, Polandia, Portugal, Rusia, Slowakia, Afrika Selatan, Korea Selatan, Spanyol, Swedia, Turki, Uni Emirat Arab, Inggris, dan Amerika Serikat 2. Tax havens yang mempunyai komitmen, tetapi belum sepenuhnya mengimplementasikan standar Tax havens that have committed to – but not yet fully implemented – the standard termasuk Andorra, Bahama, Cayman Islands, Gibraltar, Liechtenstein, dan Monako. 3. Pusat-pusat keuangan yang telah berkomitmen tetapi belum sepenuhnya mengimplementasikan standar Financial centres that have committed to – but not yet fully implemented – the standard termasuk Chile, Costa Rika, Malaysia, Filipina, Singapura, Swiss, Uruguay dan tiga negara Uni Eropa - Austria , Belgia, dan Luxemburg 4. Mereka yang belum berkomitmen pada standar Those that have not committed to the standard. Negara-negara di tingkat bawah standar Those that have not committed to the standard digolongkan sebagai negara-negara yang tidak kooperatif non cooperative tax haven. Uruguay awalnya diklasifikasikan sebagai yang tidak kooperatif. Namun, setelah permohonan banding OECD menyatakan bahwa telah memenuhi ketentuan transparansi dan bergerak ke atas dari daftar. Filipina sudah dilaporkan sudah mengambil langkah untuk menghapus dirinya dari daftar hitam dan Malaysia begitu juga Malaysia dan Costa Rika. Pada tanggal 7 April 2009, OECD, mengumumkan bahwa Costa Rika, Malaysia, Filipina dan Uruguay telah dihapus dari 169 | P a g e daftar hitam setelah mereka telah membuat komitmen penuh untuk bersedia saling bertukar informasi sesuai standar OECD. Direktorat Jenderal Pajak cukup waspada dengan masalah tax haven country ini. Sesuai dengan PER-39PJ2009 dalam penyampaian SPT PPh Badan wajib pajak ada kewajiban menyampaikan lampiran khusus tambahan 3A-2, yaitu pernyataan transaksi dengan pihak yang merupakan penduduk negara tax heaven country. Namun sampai sekarang masih belum ada aturan yang tegas menyatakan negara-negara mana yang termasuk dalam kategori tax haven country. Walaupun sebelumnya pernah ada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 650KMK.041994 yang memuat daftar 32 negara untuk kepentingan penerapan pasal 18 ayat 4 UU PPh saat diperolehnya dividen tertentu, yang secara tersirat sebagai tax haven country, yaitu : 1. Argentina 17. Macau 2. Bahama 18. Mauritius 3. Bahrain 19. Mexico 4. Balize 20. Nederland antiles 5. Bermuda 21. Nikaragua 6. British Isle 22. Panama 7. British Virgin Island 23. Paraguay 8. Cayman Island 24. Peru 9. Channel Island greensey 25. Qatar 10. Channel Island jersey 26. St.Lucia 11. Cook Island 27. Saudi arabia 12. El Salvador 28. Uruguay 13. Estonia 29. Venezuela 14. Hongkong 30. Vanuatu 15. Liechtenstein 31. Yunani 16. Lithuania 32. Zambia Namun ketentuan telah dicabut dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256PMK.042008 sehingga saat ini daftar tax haven country menjadi tidak ada. Dalam padal 18 ayat 3c UU PPh hanya mendefinisikan tax haven country sebagai 170 | P a g e negara yang memberikan perlindungan pajak. Definisi tersebut terlalu umum, sehingga untuk kepastian hukum Direktorat Jenderal Pajak perlu segera menetapkan negara-negara mana saja yang merupakan tax haven country. Negara tax haven atau mendekati tax haven akan merugikan negara lain yang tidak menerapkan kebijakan yang sama. Adanya tax haven country merupakan cikal bakal terjadinya praktik-praktik yang tidak sehat di bidang perpajakan internasional diantaranya transfer pricing, controled foreign corporation dan treaty shopping. RANGKUMAN 1 Tax haven country adalah kebijakan pajak suatu negara yang dengan sengaja memberikan fasilitas pajak, berupa penetapan tarif pajak yang rendah atau bahkan tidak mengenakan pajak sama sekali. Hal ini bertujuan agar penghasilan penduduk negara lain bisa dialihkan ke negara tersebut 2 Ciri-ciri tax haven country adalah a tidak ada pajak, kalaupun ada nilainya sangat kecil b tidak ada transparansi c memiliki ketentuan dan praktek administrasi yang menghambat pertukaran informasi dengan negara lain terkait dengan wajib pajak yang mendapat keuntungan dari tidak adanya pengenaan pajak d tidak ada kewajiban untuk adanya aktivitas secara substansial LATIHAN 1 Jelaskan yang dimaksud dengan tax haven country 2 Jelaskan ciri-ciri tax haven country 3 Jelaskan bagaimana ketentuan perpajakan di Indonesia mengatasi dampak dari keberadaan tax haven country 171 | P a g e TRANSFER PRICING

A. Pengertian Transfer Pricing

Transfer pricing adalah kebijakan suatu perusahaan dalam menentukan harga transfer suatu transaksi. Dari sudut pandang ekonomi transfer pricing diartikan sebagai penentuan harga barang atau jasa oleh suatu unit organisasi dari suatu perusahaan kepada unit organisasi lainnya dalam perusahaan yang sama Horngren, 1996. Sedangkan dari sudut pandang perpajakan transfer pricing didefinisikan sebagai harga yang dibebankan oleh suatu perusahaan atas barang, jasa, harta tidak berwujud kepada perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa Lyons, 1996. Meskipun pengertian transfer pricing di atas merupakan pengertian yang bersifat netral, namun seringkali transfer pricing dikonotasikan sebagai sesuatu yang salahtidak baik. Karena dalam praktek transfer pricing identik dengan transaksi antar perusahaan dalam satu grup ada hubungan istimewa berupa pengalihan penghasilan kena pajak dari perusahaan di negara yang tarif pajaknya tinggi ke negara dengan tarif pajak rendah dalam rangka untuk mengurangi total beban pajak yang dibayar grup perusahaan tersebut. Contoh : Y Ltd sebuah perusahaan berkedudukan di Negara Z menguasai 90 saham pada PT X sebuah perusahaan yang berkedudukan di Indonesia. Barang-barang yang Tujuan Instruksional Khusus : Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan aspek perpajakan terkait dengan transfer pricing 11 BAB 172 | P a g e diproduksi oleh PT X seluruhnya dijual ke Y Ltd. Apabila transaksi digunakan harga pasar wajar maka penjualan dari PT X ke Y Ltd sebesar Rp 1.000.000.000. Dengan asumsi tarif pajak di Y Ltd 20 dan tarif pajak di Indonesia sebesar 25 maka beban pajak yang total dibayar oleh grup perusahaan ini adalah Rp 44.500.000 sehingga laba setelah pajak secara grup perusahaan sebesar Rp 140.500.000 TANPA TRANSFER PRICING PT X Y Ltd TOTAL Harga Pasar 1.000.000.000 PENJUAL PEMBELI GROUP Indonesia 25 Negara Z 20 Penjualan 1.000.000.000 1.250.000.000 2.250.000.00 Harga pokok penjualan 800.000.000 1.000.000.000 1.800.000.00 Laba kotor 200.000.000 250.000.000 450.000.000 Biaya usaha 50.000.000 215.000.000 265.000.000 Laba rugi bersih sebelum pajak 150.000.000 35.000.000 185.000.000 PPh terutang 37.500.000 7.000.000 44.500.000 Laba rugi setelah pajak 112.500.000 28.000.000 140.500.000 Apabila transaksi digunakan harga transfer sebesar Rp 1.000.000.000 maka beban pajak yang total dibayar oleh grup perusahaan ini adalah Rp 39.500.000 sehingga laba setelah pajak secara grup perusahaan sebesar Rp 145.500.000. Dengan demikian perusahaan dapat melakukan penghematan pajak sebesar Rp 5.000.000.