Mengapa penting bagi seseorang untuk memiliki etos pribadi, tentunya pernyataan ini dapat juga dibahasakan menjadi mengapa seseorang perlu
mempelajari etika. Bagian ini akan menguraikan argumen pendukung tentang perlunya etos pribadi bagi setiap individu sebagai berikut:
1. Menjadikan individu mahir mengenali dan memahami problem maupun isu moral dalam profesi.
Etos pribadi akan mengantarkan seseorang menjadi pribadi yang terampil dalam memahami menjelaskan, dan kritis dalam mengkaji argumen-argumen yang
berlawanan dengan isu moral. Mampu membentuk sudut pandang yang konsisten dan komprehensif berdasarkan pertimbangan atas fakta-fakta yang
relevan. Berimajinasi tentang berbagai respons alternatif terhadap isu-isu yang bersangkutan dan pemecahan kreatif atas kesulitan-kesulitan praktis.
2. Peka terhadap kesulitan dan kepelikan sesungguhnya kesediaan mengalami dan mentoleransi ketidakpastian dalam membuat penilaian atas keputusan
moral seseorang terhadap orang lain. 3. Meningkatkan ketepatan dalam menggunakan bahasa etika yang lazim, yang
diperlukan untuk mengungkapkan dan membela dengan cukup baik pandangan moral seseorang terhadap orang lain.
4. Meningkatkan penghargaan baik terhadap kemungkinan penggunaan dialog rasional dalam memecahkan konflik-konflik moral maupun perlunya toleransi
terhadap perbedaan-perbedaan perspektif di kalangan orang – orang yang
secara moral cukup baik. 5. Meningkatkan kemampuan untuk menghadapi pertanyaan-pertanyaan moral
yang timbul karena aktifitas profesional 6. Memperkuat otonomi moral.
Otonomi moral meliputi independen dan kepedulian moral. Independen dalam hal mengatur diri sendiri dan adanya kemempuan berpikir dan kebiasaan berpikir
secara rasional tentang isu-isu moral atas landasan kepedulian moral.
D. Faktor Pendorong Perilaku Tidak Etis
1. Perilaku tidak etis. Perilaku tidak etis adalah perkataan dan tindakan seseorang yang tidak
sesuai dengan prinsip moral yang baik. Perilaku tidak etis seringkali berwujud tindakan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari orang lain tanpa
sepengetahuan orang tersebut. Kusmanadji menyatakan dalam bukunya bahwa ―banyak faktor yang
mendorong seseorang untuk berbuat tidak etis. Untuk menjaga integritas pribadi, faktor-
faktor ini perlu senantiasa disadari dan diwaspadai‖. Berikut ini adalah lima faktor yang sering dianggap sebagai pendorong perilaku tidak etis menurut
Kusmanadji: a. Ketakutan, misalnya karena takut dimarahi oleh atasan karena terlambat
masuk kantor, seorang pegawai berbohong dalam memberikan alasan keterlambatannya; seorang bawahan harus melakukan hal-hal yang tidak etis
karena takut dikenai sanksi. b. Tekanan, misalnya karena ditekan oleh atasannya oleh atasannya untuk
mencapai hasil atau kinerja tertentu, seorang pegawai atau manajer memalsukan data kinerjanya.
c. Ambisi, mendorong seseorang untuk melanggar hukum dan etika. Misalnya, karena ambisi kekuasaan maka seseorang tidak segan-segan melakukan
skandal politik seperti politik uang; karena ambisi jabatan, seorang pegawai menjelek-jelekkan rekan pegawai lainnya di hadapan atasannya agar
atasannya lebih memilih dirinya daripada rekannya. d. Balas dendam, misalnya karena dinilai melakukan kesalahan oleh atasannya,
seorang pegawai berusaha mempermalukan atasannya tersebut di hadapan orang lain.
e. Masa bodoh, yaitu kecendurungan untuk mengabaikan akibat-akibat dari tindakan
Contoh perilaku tidak etis:
a. Penjualan produk keluar negeri yang sudah terbukti merusak kesehatan dan tidak diperbolehkan di dalam negeri.
b. Perusahan makanan bayi yang memaksakan suatu formula bagi bayi di banyak negara miskin sementara air susu ibu akan lebih sehat bagi bayi.
c. Mengambil barang-barang kantor untuk dibawa pulang,
d. Berbohong dengan alasan sakit untuk menutupi pekerjaan yang tidak beres, e. Perusahaan membayar upah pekerja yang rendah di beberapa Negara
berkembang untuk membuat barang yang bernilai tinggi. f. Penipuan produk yang tidak sesuai dengan yang ditawarkan.
g. Penjualan produk yang sudah kadaluwarsa. Di antara faktor-faktor yang mengakibatkan munculnya masalah-masalah etis
yang tidak pernah terduga sebelumnya di zaman sekarang adalah perkembanan pesat dan menakjubkan di bidang ilmu dan teknologi yang mempunyai kedudukan
penting. a. Ambivalensi kemajuan ilmiah
Kemajuan yang dicapai berkat ilmu dan teknologi bersifat ambivalen, artinya di samping banyak akibat positif terdapat juga akibat-akibat negatif. Yang dibawa oleh
ilmu dan teknologi modern bukan saja kemajuan melainkan juga kemunduran bahkan kehancuran, jika manusia tidak segera membatasi diri.
b. Masalah bebas nilai Ilmu dan moral tidak merupakan dua kawasan yang sama sekali asing satu
dengan yang lain tapi ada titik temu di antaranya. Pada saat-saat tertentu dalam perkembangannya ilmu dan teknologi bertemu dengan moral.
c. Teknologi yang tidak terkendali Ilmu dan teknologi digalakkan dengan cara mengagumkan, tapi sedikit sekali
perhatian diberikan kepada studi mengenai masalah-masalah etisnya. d. Tanda-tanda yang menimbulkan harapan
Bukan saja sedikit perhatian utnuk etika dalam masyarakat, melainkan juga perhatian itu hampir selalu terlambat datang. Pemikiran etis hanya menyusul
perkembangan ilmiah-teknologis. Baru sesudah problem-problem etis timbul, etika sebagai ilmu mulai diikutsertakan. Refleksi etis tentang persenjataan nuklir baru
dimulai setelah bom atom pertama di hirosima dan nagasaki diledakkan. Namun demikian, di banyak negara modern sekarang, sudah menjadi kebiasaan luas bahwa
rumah sakit-rumah sakit dan proyek-proyek penelitian biomedis mempunyai komisi etika yang mendampingi dan mengawasi rumah sakit atau proyek penelitian itu dari
sudut eti s. Komisi etika seperti itu bisa menjadi semacam ―hati nurani‖ agar rumah
sakit memberi pelayanan yang sungguh-sungguh manusiawi. 2. Rasionalisasi Perilaku Tidak Etis
Banyak cara yang ditempuh oleh seseorang untuk membenarkan perbuatannya yang dianggap salah oleh masyarakat. Orang yang memiliki etos
pribadi seharusnya tidak menggunakan cara-cara ini untuk menutupi atau membenarkan perilakunya yang tidak etis. Berikut adalah cara-cara pembenaran
atau rasionalisasi yang dimaksud yang biasanya kita jumpai. Setiap orang melakukannya everybody does it
Seseorang berperilaku tidak etis karena perilaku yang sama dilakukan oleh orang lain. Argumen bahwa menyontek, melanggar rambu lalu lintas,
memalsukan informasi laba agar pajak rendah, atau menjual produk cacat tersembunyi, menjual barang dinas untuk kepentingan pribadi adalah perilaku
yang dapat diterima lazimnya didasarkan pada rasionalisasi bahwa orang lain melakukannya dan karena itu dapat diterima.
Jika suatu tindakan sah atau dibenarkan menurut hukum legal, maka tindakan itu etis if it‘s legal, it‘s ethical
Menggunakan argumen bahwa semua perilaku yang legal adalah etis sangat
mendasarkan pada kesempurnaan hukum. Berdasarkan falsafah ini, seseorang tidak berkewajiban untuk, misalnya, mengembalikan barang yang
ditemukan kecuali orang lain atau pemiliknya dapat membuktikan bahwa itu miliknya. Seperti telah dikemukakan pada bab 8, slogan tersebut harus
diubah menjadi, ―Jika suatu tindakan tidak etis, kemungkinan tindakan tersebut juga tidak legal.‖
Kemungkinan pengungkapan dan konsekuensi likelihood of discovery and consequences
Argumen ini mendasarkan pada evaluasi kemungkinan orang lain akan menemukan atau mengungkap perilaku. Lazimnya, seseorang juga menilai besarnya
hukuman atau penalti konsekuensi jika terdapat pengungkapan tersebut. Sebagai contoh, perlukah mengembalikan uang pembayaran gaji yang ternyata berlebih
karena secara tak sengaja petugas salah menghitung? Jika si penerima gaji yakin bahwa petugas pembayar akan mengetahui dan akan menuntut pengembalian dan
dapat mempermalukan dirinya, maka si penerima akan mengembalikan kelebihan
seketika, tetapi jika tidak, si penerima akan menunggu untuk melihat apakah petugas gaji akan dapat menemukan kesalahannya.
E. Cara Membangun Etos Pribadi