Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999

BAB ATURAN TENTANG ANTI KORUPSI

A. Peraturan Tentang Anti Korupsi

Banyak peraturan yang membahas mengenai anti korupsi, berikut beberapa diantaranya:

1. Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999

Unsur-Unsurnya : a. Setiap orang, meliputi: 1 Pegawai Negeri - Pasal 92 KUHP - UU No.30 Tahun 1999, jo UU No.20 Tahun 2001 - UU No.28 Tahun 1999 - Pasal 1 2 UU No.31 Tahun 1999 2 TNI POLRI 3 Swasta - Pasal 1 3 UU No.31 Tahun 1999 4 Korporasi Adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Permasalahan yang sering timbul adalah delik penyertaan deelneming, bentuk deelneming yang terjadi : Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa dapat menjelaskan berbagai peraturan tentang anti korupsi serta jenis- jenis korupsi dan sanksinya, sehingga termotivasi untuk membentuk karakter anti korupsi dalam dirinya 10 a Medeplegen - Antara sesama peserta ada kesadaran bekerja sama, dan ada kerjasama secara fisik. - Peran dan kualitas antar peserta bisa sama dan bisa tidak sama. - Dalam hal ―turut serta melakukan‖ disyaratkan bahwa setiap pelaku mempunyai opzet dan pengetahuan yang ditentukan, untuk dapat menyatakan telah bersalah turut serta melakukan haruslah diselidiki dan terbukti bahwa tiap-tiap peserta itu mempunyai pengetahuan dan keinginan untuk melakukan kejahatan itu. - Dalam perkara korupsi harus diperhatikan jabatankedudukan para peserta guna menentukan kapan berkas perkara harus displit dan kapan tidak. b Doenplegen - Tidak ada kesadaran bekerja sama, dan bisa tidak ada kerja sama secara fisik. - Yang menyuruh melakukan dipertanggung jawabkan, yang melakukan tidak dipertanggung jawabkan. - Berkas perkara dan surat dakwaan satu. a Uitlokking - Ada kesadaran bekerja sama, tapi tidak ada kerja sama secara fisik. - Harus menggunakan sarana tersebut secara limitatif pada pasal 55 1ke 2 KUHP. - Berkas perkara harus displit, sehingga antar sesama peserta dapat saling menyaksikan. d Medeplichtig - Tidak ada kesadaran bekerja sama, tapi bisa ada kerja sama secara fisik. - Kesempatan, sarana atau keterangan itu diberikan pada si pelaku telah terdapat maksud untuk melakukan kejahatan H.R.6 Maret 1939 no. 897. - Berkas perkara antara pelaku dan pembantu displit b. Secara melawan hukum Melawan hukum, dapat berarti : 1 Bertentangan dengan hukum 2 Bertentangan dengan hak orang lain atau hukum subyektif seseorang 3 Tanpa hak atau tidak berwenang Jadi sifat melawan hukum meliputi : - Melawan hukum dalam arti formil, kalau perbuatan telah mencocoki semua unsur delik. - Melawan hukum dalam arti materiil, kalau perbuatan oleh masyarakat dirasakan tidak patut, tercela yang menurut rasa keadilan masyarakat harus dituntut. c. Melakukan perbuatan Selama ini unsur ―melakukan perbuatan‖ memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dianggap hanya satu unsur saja, sehingga yang dibuktikan hanya unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, tanpa membuktikan apakah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi merupakan tujuan atau dikehendaki. Unsur ―melakukan perbuatan‖ sama maknanya dengan unsur ―dengan maksud‖ pada Pasal 362 KUHP, yang artinya dikehendaki atau sengaja, yang merupakan unsur subyektif pada pasal 2 UU No. 31 tahun 1999 ini. Membuktikan unsur ―melakukan perbuatan‖ dengan menggunakan teori kesengajaan, yaitu Wilstheorie dan Voorstellingtheorie. Bagian inti suatu delik meliputi unsur subyektif dan unsur obyektif. Unsur subyektif meliputi unsur ―Kesalahan― yang terdiri dari SengajaOpzet dan LalaiCulpa. d. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi Pengertian memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi harus dikaitkan dengan Pasal 37 ayat 3 dan 4 UU No. 31 Tahun 1999 dan Pasal 37A ayat 1 dan 2 UU No. 20 tahun 2001 : - Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan. - Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaan, yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau sumber penambahan kekayaannya, maka keterangan tersebut dapat digunakan untuk memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi. - Setiap orang yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi wajib membuktikan sebaliknya terhadap harta benda miliknya yang belum didakwakan, tapi juga diduga berasal dari tindak pidana korupsi : Pasal 38B ayat 1 UU No. 20 tahun 2001. - Dalam hal terdakwa tidak bisa membuktikan bahwa harta benda tersebut diperoleh bukan karena tindak pidana korupsi, maka harta benda tersebut dianggap diperoleh dari tindak pidana korupsi. Merupakan beban pembuktian terbalik. Pasal 38B ayat 2 UU no. 20 tahun 2001. e. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Berbeda dengan unsur Pasal 1 ayat 1a UU No. 3 tahun 1971 yang merupakan delik materiil, maka Pasal 2 UU No. 31 tahun 1999 ini merupakan delik formil. Dengan diubah menjadi delik formil maka pengembalian hasil korupsi kepada negara tidak menghapuskan pertanggungjawaban pidana terdakwa karena tindak pidana telah selesai. Pasal 4 UU ini. Pasal 2 UU ini pada dasarnya sama dengan Pasal 1 ayat 1 a UU No. 3 tahun 1971; Perbedaan terletak pada subyek delik Pasal 2 diperluas dan Unsur ―dapat‖ merugikan keuangan negara pada Pasal 2 merupakan delik formil sementara pada Pasal 1 ayat 1a merupakan delik materiil.

2. Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999