8 b. Aspek Kualitas, menggambarkan kesempatan tentang mutu barang yang
dihasilkan, atau mutu pelayananjasa yang diberikan, dalam pelaksanaan suatu tugas pokok seorang Pegawai Negeri Sipil pada periode tertentu.
c. Aspek waktu, menggambarkan kesempatan tentang lamanya seoarang Pegawai Negeri Sipil menghasilkan jumlah barang dan pelayanan dengan kualitas yang telah
disepakati, dalam pelaksanaan tugas pokoknya. d. Aspek biaya, menggambarkan kesepakatan tentang besarnya anggaran yang
digunakan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk menghasilkan jumlah barang dan memberikan pelayanan dengan kualitas yang telah ditentukan, dengan pelaksanaan
tugas pokoknya.
B. Urgensi etika profesi terhadap reformasi birokrasi
1. Reformasi Birokrasi Apa yang terlintas dalam benak kita apabila mendengar kata birokrasi.
Pastilah yang terlintas adalah prosedur-prosedur yang berbelit, suap terhadap oknum aparat pemerintah, pelayanan publik yang rumit dan membingungkan,
pejabat pemerintah dengan kekayaan yang tidak masuk akal dan pemikiran- pemikiran negatif lainnya terhadap instansi dan pejabat pemerintah. Hal itu memang
tidak sepenuhnya salah dan memang terjadi di pemerintahan. Pemerintah pun tidak tinggall diam, untuk mewujudkan pemerintahan yang baik pemerintah melakukan
reformasi birokrasi terhadap instansi-instansi pemerintahan. Kementerian Keuangan Replubik Indonesia yang pertama kali menjalankan reformasi birokrasi di Indonesia.
2. Pengertian Birokrasi Menurut Max Webber Birokrasi, merupakan pemikiran dari Max Weber 1864-1920 seorang ahli
sosiolog Jerman yang menekankan pada kebutuhan akan hierarki yang ditetapkan dengan ketat untuk mengatur peraturan dan wewenang dengan jelas. Menurutnya
organisasi ideal pastilah sebuah birokrasi yang aktivitas dan tujuannya dipikirkan secara rasional dan pembagian tugas dari para karyawannya dinyatakan dengan
jelas. Weber yakin bahwa kompetensi teknik harus ditekankan dan evaluasi
prestasi kerja didasarkan pada keunggulan, organisasi apapun yang mempunyai orientasi pada sasaran yang terdiri dari beberapa ribu individu pasti memerlukan
pengendalian seluruh aktivitasnya. Secara pribadi, pegawai ,dan pejabat bebas, tetapi dibatasi oleh jabatannya yang disusun berdasarkan hierarki, keatas, kebawah,
9 maupun kesamping. Pejabat dipilih berdasarkan kualifikasi professional, memiliki
jenjang karier yang pasti mendahulukan kepentingan organisasi diatas kepentingan pribadi dan memperoleh imbalan yang setara.
Pengertian Reformasi Birokrasi Reformasi Birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan
pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan, terutama menyangkut aspek-aspek berikut :
a. Kelembagaan organisasi b. Ketatalaksanaan business process
c. sumber daya manusia aparatur Berbagai
permasalahanhambatan yang
mengakibatkan sistem
penyelenggaraan pemerintahan tidak berjalan atau diperkirakan tidak berjalan dengan baik, harus ditata ulang atau diperbarui. Reformasi Birokrasi dilaksanakan
dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik good governance. Dengan kata lain, Reformasi Birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun
aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Selain itu, dengan pesatnya
kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan
disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, harus segera diambil langkah langkah yang bersifat mendasar, komprehensif dan sistemik,
sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien.
Reformasi di sini merupakan proses pembaruan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya danatau tindakan yang
bersifat radikal dan revolusioner. Disadari sepenuhnya, kondisi birokrasi pemerintahan saat ini masih belum
seperti yang dicita-citakan, yang antara lain diindikasikan dengan : a. praktek korupsi, kolusi dan nepotisme KKN masih berlangsung hingga saat ini;
b. tingkat kualitas pelayanan publik yang belum mampu memenuhi harapan publik; c. tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas dari birokrasi pemerintahan belum
Optimal; d. tingkat transparansi dan akuntabilitas birokrasi pemerintahan yang masih rendah;
10 e. tingkat disiplin dan etos kerja pegawai yang masih rendah;
f. tingkat efektifitas pengawasan fungsional dan pengawasan internal dari birokrasi pemerintahan belum dapat berjalan secara optimal.
3. Fungsi Pelayanan Publik Dalam kerangka Negara demokrasi, ada dua fungsi pokok pemerintahan
Negara yang pelaksanaannya diserahkan kepada birokrasi. Kedua fungsi itu adalah fungsi pengaturan dan fungsi pelayanan publik.
Fungsi pengaturan pada dasarnya mengandung tujuan pokok pemeliharaan sistem, yakni mewujudkan ketertiban sosial. Dalam rangka ketertiban sosial ini
pemerintah bertanggung jawab untuk menentukan peraturan-peraturan tertentu yang secara hokum mengikat setiap warga Negara. Setiap warga Negara terikat oleh dan
harus taat kepada berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara yang bersangkutan.
Fungsi pelayanan oleh birokrasi mengacu kepada konsepsi negara kesejahteraan, bahwa pemerintahan negara yang bertanggung jawab untuk
meningkatkan kesejahteraan hidup seluruh rakyatnya. Wujud dari usaha peningkatan kesejahteraan ini adalah pelayanan aparatur pemerintah kepada warga negara yang
memperlukannya. Oleh sebab itu, birokrasi menyelenggarakan pelayanan umum atau pelayanan publik public services, dan pelaksananya, yaitu pegawai negeri
dikenal sebagai pelayan abdi masyarakat public servants. Berdasarkan pengertian pelayanan umum seperti ini, maka sesungguhnya fungsi pengaturan
merupakan bagian dari pelayanan umum, hanya saja dalam menyediakan pelayanan umum dalam konteks pengaturan ini aparatur pemerintah memiliki kewenangan
tertentu yang tidak dimiliki oleh komponen lain di dalam masyarakat. Dalam hal ini, birokrasi dipercayai untuk mengemban tanggung jawab untuk membuat kebijakan
dan juga melaksanakan kebijakan tersebut. Pejabat birokrasi biasanya disebut dengan birokrat. Di negara demokrasi,
birokrat adalah pejabat publik pemerintahan yang diangkat, dipertahankan, dan dipromosikan melalui sistem merit berdasarkan prestasi atau kinerja. Birokrat
bukan pejabat publik yang diangkat secara politis, dan mereka mempunyai posisi yang relatif sangat aman. Jadi, birokrat berbeda dengan pejabat publik yang dipilih
melalui mekanisme pemilihan umum. Di Indonesia, para menteri adalah pejabat negara publik yang berkait erat secara langsung dengan diangkat oleh presiden
11 yang dipilih rakyat melalui pemilihan umum. Oleh sebab itu, mereka tidak termasuk
sebagai birokrat. Birokrat adalah mereka yang menduduki jabatan eselon I kebawah di kementerian atau lembaga-lembaga non-kementerian.
Sesuai dengan Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Kepegawaian UU Nomor 17 Tahun 1974 yang diubah dengan UU Nomor 43 Tahun 1999, pegawai
negeri yang membentuk pelayanan publik public service di Indonesia meliputi pegawai negeri sipil PNS, anggota TNI, dan POLRI, dan pegawai BUMND.
4. Pengertian Etika Pelayanan Publik Uraian mengenai birokrasi dan pelayanan publik di muka secara jelas
menunjukan kepada kita bahwa administrasi pemerintahan atau birokrasi pemerintahan
disingkat birokrasi
mempunyai fungsi
pokok berupa
penyelenggaraan pelayanan publik public service. Pelayanan publik ini dilaksanakan oleh aparatur pemerintahan yang di Indonesia disebut dengan pegawai
negeri. Jadi, pelayanan publik adalah identik dengan birokrasi atau administrasi pemerintahan dan pegawai negeri. Oleh sebab itu, istilah etika pelayanan publik
mempunyai pengertian yang sama dan dapat dipertukarkan dengan istilah etika birokrasi atau etika pegawai negeri khususnya PNS, walaupun tentu saja masing-
masing istilah ini dapat memberikan nuansa yang agak berbeda. Etika pelayanan publik merupakan bidang etika terapan atau etika praktis.
Dengan demikian, seperti halnya etika bisnis, etikan pelayanan publik tidak berkaitan dengan perumusan standar-standar etika baru, tetapi berkaitan dengan penggunaan
atau penerapan standar-standar etika yang telah ada. Tegasnya, etika pelayanan publik berkaitan dengan penerapan prinsip-prinsip atau standar-standar moral dalam
menjalankan tanggung jawab peran aparatur birokrasi pemerintahan dalam menyelenggarakan pelayanan bagi kepentingan publik. Focus utama dalam etika
pelayanan publik adalah apakah aparatur pelayanan publik, pegawai negeri, atau birokrasu telah mengambil keputusan dan berperilaku yang dapat dibenarkan dari
sudut pandang etika. Karena etika bersangkut paut dengan bagaimana agar manusia mencapai kehidupan yang baik, maka penerapan etika dalam konteks
pelayanan publik dimaksudkan agar pelayanan kepada masyarakat oleh aparatur birokrasi benar-benar memenuhi harapan masyarakat tersebut.
Sesuai dengan pengertian tersebut, kita dapat mengatakan bahwa beretika dalam konteks pelayanan publik berarti mempertimbangkan cara yang tepat untuk
12 bertindak bagi pegawai negeri sebagai ―pelayan publik‖ sehingga biasa disebut
dengan ―abdi negara‖ dan ―abdi masyarakat‖ dalam berbagai situasi pelayanan publik. Dengan demikian, etika pelayanan publik harus mencakup prinsip-prinsip,
nilai-nilai, standar-standar, atau norma-norma moral etika yang harus dijadikan panduan oleh, dan criteria penilaian terhadap aparatur birokrasi atau pegawai negeri
dalam menjalankan aktivitasnya di dalam organisasi internal activities dan dalam berhubungan dengan pihak-pihak luar, khususnya masyarakat publik pengguna
layanan birokrasi external activities. Secara khusus, perhatian pada isu-isu etika dalam pelayanan publik
bermuara pada tujuan untuk mewujudkan integeritas dalam pelayanan publik public service integrity. Integeritas mengacu kepada hubungan yang kuat antara nilai-nilai
ideal dan perilaku nyata, dan merupakan syarat pokok bagi pemerintah untuk menyediakan kerangka yang terpercaya dan efektif bagi kehidupan ekonomi dan
sosial seluruh warga negara. Pranata dan mekanisme untuk memajukan integritas dipandang sebagai komponen pokok good governance. Dalam konteks pelayanan
publik, integritas berarti bahwa: a. Perilaku aparatur pemerintahan pegawai negeri sebagai pelayan publik adalah
sejalan dengan misi pelayanan publik dari instansi tempat mereka mengabdikan diri. b. Pelaksanaan pelayanan publik sehari-hari dapat diandalkan
c. Warga negara memperoleh perlakuan ―tanpa pandang bulu‖ sesuai dengan
ketentuan hukum dan keadilan. d. Prosedur pengambilan keputusan adalah transparansi bagi publik, dan tersedia
sarana bagi publik untuk melakukan penyelidikan dan pemberian tanggapan. 5. Relevansi Etika dalam Pelayanan Publik
Di sektor manapun, termasuk sektor publik pemerintahan, ada dua aspek penting yang umumnya diyakini sebagai penentu kinerja prima, yaitu profesionalisme
dan etika. Seperti halnya di sektor bisnis, sektor publik juga dituntut untuk mencapai kinerja prima, dengan ukuran-ukuran seperti efisiensi, produktivitas, dan efektivitas,
dan pada saat yang sama dituntut untuk senantiasa menjunjung tinggi standar etika, seperti integritas, objektivitas atau imparsialitas, keadilan, dan sebagainya. Dengan
perkataan lain, sektor publik, seperti sektor bisnis, dituntut memiliki dua keunggulan, yaitu keunggulan teknis profesionalisme dan keunggulan moral etika. Ada
beberapa alasan, baik normatif maupun objektif, yang dapat digunakan untuk
13 menjelaskan relevansi dan makin pentingnya etika dalam birokrasi atau pelayanan
publik. a. Etika dan Kehidupan yang Baik
Dalam bentuknya yang paling abstrak, etika adalah salah satu cabang filsafat. Etika berkaitan dengan perilaku moral, yaitu produk dari standar moral dan
pertimbangankeputusan moral. Tegasnya, etika berkaitan dengan ―bagaimana
seharusnya kita hidup.‖ Mengambil keputusan tentang ―bagaimana seharusnya kita hidup‖ adalah fondasi etika. Dengan cara sederhana, kita dapat mengatakan bahwa
etika berkenaan dengan bagaimana orang-orang melaksanakan urusan mereka,
setiap jam atau setiap hari. Perilaku etis berarti jujur dengan diri sendiri dan dengan orang lain. Etika berkaitan dengan karya, kinerja, atau prestasi, yang di-karya atau
kinerja itulah nama kita melekat. Konsep etika tidak lain adalah sejumlah asumsi dasar yang melandasi hampir
semua hubungan dan transaksi di dalam masyarakat. Asumsi-asumsi ini meliputi asumsi-asumsi tentang bagaimana kita memperlakukan orang lain; apa hak kita dan
apa hak orang lain; kapan hak individual kita berakhir dan kapan hak individual orang lain bermula; bagaimana harta milik individu dan masyarakat seharusnya
diperlakukan, dan apa yang merupakan perlakuan yang wajar dan adil bagi semua orang. Dengan demikian, etika dapat diartikan secara luas sebagai ―keseluruhan
norma dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat untuk mengetahui bagaimana seharusnya menjalankan kehidupannya‖. Pernyataan berikut ini
mencerminkan pengertian etika ini ―Bagaimana saya harus membawa diri dan bersikap?‖. ―Perbuatan-perbuatan mana yang harus saya kembangkan agar hidup
saya sebagai manusia berhasil?‖
Pelayanan publik merupakan bidang kehidupan penting yang ditujukan untuk kebaikan masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam kenyataanya, pelayanan publik
mempengaruhi seluruh segi kehidupan warga negara. Oleh sebab itu, sudah selayaknya jika isu-isu atau dimensi etika dimasukkan dalam pertimbangan dan
keputusan yang berkaitan dengan pelayanan publik. b. Kekuasaan birokrasi
Dalam menjalankan fungsinya, birokrasi berkewenangan untuk membuat kebijakan dan melaksanakan kebijakan tersebut. Fungsi ini memberikan kekuasaan
birokrasi untuk menafsirkan atau menjabarkan suatu kebijakan ke dalam kegiatan,
14 program atau proyek, yang pada gilirannya mempengaruhi kepentingan dan
pelayanan publik. Dalam konteks ini, timbul pertanyaan apakah birokrasi menjalankan kekuasaan atau kewenangannya tersebut dengan benar, apakah
birokrasi tidak menyelewengkan kewenangannya tersebut demi kepentingan selain kepentingan masyarakat. Etika diperlukan sebagai panduan dalam pengambilan
keputusan dan sekaligus sebagai kriteria untuk menilai baik atau buruknya suatu keputusan tersebut.
c. Kewibawaan Pemerintah Dimana pun, pemerintahan yang bersih dan berwibawa merupakan dambaan
penyelenggara pemerintahan sendiri dan masyarakat secara umum. Kebersihan dan kewibawaan ini pada dasarnya hanya dapat diperoleh jika birokrasi dan
pelaksananya bebas dari perilaku negatif atau tercela. Secara kategoris, dimana pun tidak ada pemerintah yang secara resmi menyutujui tindakan dan keputusan yang
buruktercela para anggotanya. Sementara itu, makin disadari bahwa sumber kewibawaan birokrasi dan aparaturnya bukanlah kekuasaan yang mereka miliki,
melainkan kualitas pengabdian mereka kepada kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Dengan perkataan lain, kecintaan rakyat, bukan oleh ketakutan rakyat.
Kewibawaan pemerintah tersebut semakin besar jika dalam menjalankan fungsinya, aparatur pemerintahan berpegang teguh pada profesionalisme dan standar moral
yang tinggi, seperti cermat, cepat, ramah, berkeadilan, objektif, transparan, dan manusiawi.
d. Hak dan Kepatuhan Warga Negara Setiap warga negara berhak untuk memperoleh pelayanan dari pemerintah.
Walaupun pelayanan umum dapat disediakan oleh komponen masyarakat selain pemerintah, pemerintahlah yang bertanggung jawab terhadap terselenggaranya
pelayanan umum tersebut. Dalam hubungan ini, setiap warga negara memiliki hak untuk memperoleh pelayanan dari negara. Hak ini makin nyata karena negara
berkewenangan dalam pengaturan dan pengaturan ini menyebabkan setiap warga negara berkewajiban untuk mematuhinya. Sebagai warga negara, setiap individu
tidak bisa menghindar untuk meminta pelayanan ketika memiliki kepentingan tertentu. Senagai contoh, pemerintah mengatur bahwa setiap warga negara yang
akan mendirikan bangunan wajib memiliki Ijin Mendirikan Bangungan IMB. Jadi ketika, kita akan membangun sebuah rumah, kita berkewajiban untuk memperoleh
15 IMB dari pemerintah. Contoh lain, setiap warga negara yang telah mencapai umur
tertentu wajib memiliki Kartu Tanda Penduduk KTP, sehingga ketika mencapai umur yang ditentukan, seorang warga negara harus berurusan dengan birokrasi
untuk memperoleh layanan KTP. Ini berarti pemerintah hatus menyediakan pelayanan IMB, KTP, SIM, keamanan dan sejenisnya, dan kita berhak mendapatkan
pelayanan itu ketika kita membutuhkannya. Sudah barang tentu, setiap warga masyarakat mengharapkan akan memperoleh pelayanan dari birokrasi dengan
sebaik-baiknya, sesuai dengan pengorbanan yang mereka lakukan. Etika diperlukan untuk memandu dan menjadi kriteria apakah birokrasi telah menjalankan fungsi
pelayanannya sesuai dengan standar teknis dan etis sebagaimana diharapkan oleh warga negara.
e. Celah Harapan Masyarakat Sudah menjadi rahasia umum bahwa kinerja pelayanan publik oleh birokrasi
kita masih buruk, bahkan sering dikatakan sebagai sangat buruk dan ditinjau dari kriteria pelayanan yang bermutu, tidak satu pun dari kriteria tersebut dapat dipenuhi
oleh birokrasi kita. Anekdot- anekdot seperti ―Kasih amplop uang urusan beres‖,
―Kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah‖ atau ―Kalau bisa lama kenapa dipercepat‖ dan sejenisnya sering dilontarkan untuk menyebut kualitas atau kinerja pelayanan
publik oleh birokrasi. Isu korupsi, kolusi, dan nepotisme KKN adalah sangat khas yang lazim dikaitkan dengan birokrasi kita. Buruknya kinerja pelayanan publik ini
telah menyebabkan sangat rendahnya kepercayaan masyarakat kepada birokrasi, bahkan terhadap pemerintah secara umum. Ini tampak dari tanggapan yang
cenderung negatif terhadap sejumlah inisiatif pemerintah perhatikan, misalnya, proyek busway dan perpanjangan waktu three in one oleh Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta. Sementara itu, selain mengetahui betapa buruknya kinerja birokrasi,
masyarakat semakin menyadari dan semakin berani menuntut hak-haknya untuk memperoleh pelayanan yang sesuai. Pada saat ini, masyarakat semakin berani
untuk menggunakan hak-hak hukumnya menuntut pertanggung jawaban birokrasi ketika merasa dirugikan atau dilanggar hak-haknya dalam memperoleh pelayanan
yang layak dari birokrasi. Semakin hari, semakin kencang tuntutan agar birokrasi efisien dan menghasilkan pelayanan prima excellent services. Perkembangan
kinerja pelayanan yang diperlukan untuk menghindari atau meiadakan risiko tuntutan
16 ini hanya dapat dicapai melalui peningkatan profesionalisme, yaitu peningkatan
sarana-prasarana pelayanan dan kompetensi teknis dalam pelayanan yang dilandasi oleh kesadaran dan komitmen terhadap norma-norma moral.
Seperti di negara-negara lain, masyarakat kita juga menuntut birokrasi untuk berperilaku etis dengan standar tinggi dalam memberikan pelayanan. Pelayanan
publik sering dinyatakan sebagai kepercayaan publik public service is a public trust. Warga negara mengharapkan para abdi negara melayani kepentingan mereka
secara berkeadilan dan mengelola sumber daya publik sebaik-baiknya. Pelayanan publik yang adil fair dan dapat diandalkan melahirkan kepercayaan publik dan
menciptakan suatu lingkungan yang menguntungkan bagi bisnis dan bidang-bidang kehidupan lain umumnya, sehingga memberikan sumbangan kepada berfungsinya
pasar dengan baik dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. f. Reformasi Penyelenggaraan Pemerintahan
Pegawai negeri khususnya Pegawai Negeri Sipil melaksanakan tugas mereka dalam lingkungan yang berubah cepat, dengan sumber daya yang makin
terbatas, tuntutan yang meningkat dari warga negara dan pengawasan yang makin besar dari masyarakat. Ditambah dengan kenyataan mengenai buruknya kinerja
pelayanan publik, tekanan-tekanan dari arus globalisasi, kemajuan teknologi, demokratisasi, dan penerapan prinsip-prinsip good governance, PNS dituntut untuk
menjalankan urusan-urusan pemerintah dengan cara-cara baru yang efektif dan lebih kompleks. Dengan perkataan lain, agar dapat memenuhi tuntutan yang makin
berkembang ini, pemerintah harus melakukan reformasi di berbagai bidang administrasinya. Di Indonesia sendiri ada sejumlah inisiatif yang telah dikembangkan
dan dilaksanakan, diantaranya, desentralisasi dan otonomi penyelenggaraan pemerintah daerah, penilaian kinerja instansi sesuai dengan kriteria standar
pelayanan minimum, dan manajemen berbasis kinerja. Akan tetapi, reformasi ini menimbulkan dampak ikutan terhadap nilai-nilai dan norma-norma yang selama ini
hidup dan dianut di lingkungan birokrasi pelayanan publik. Nilai-nilai baru yang diadopsi, seperti penakanan pada kinerja, produktivitas, efisiensi, dan efektivitas,
secara signifikan berbenturan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang secara tradisional berlaku. Dalam situasi seperti ini, peluang terjadinya perilaku menyimpang
sangat besar. Sebagaimana telah banyak diungkapkan oleh sejumlah pihak, otonomi daerah di negara ditengarai telah ―berhasil‖ memperluas wilayah dan memperbesar
17 jumlah pelaku korupsi, kolusi, dan nepotisme KKN di dalam birokrasi. Panduan
etika, sesuai dengan tuntutan lingkungan yang baru, sangat diperlukan untuk memperjelas harapan dan tuntutan terhadap aparat birokrasi, termasuk larangan-
larangan yang harus dipatuhi. Dengan perkataan lain, diperlukan penyesuaian- penyesuaian infrastruktur etika untuk membangun iklim etis yang dapat menjamin
keunggulan dalam pelayanan publik dan menjamin terwujudnya misi pelayanan publik.
Secara ringkas, relevansi dan makin pentingnya etika dalam pelayanan publik adalah karena fakta bahwa warga negara telah mempercayakan sumber daya publik
kepada birokrasi. Pejabat pemerintahan, aparatur birokrasi atau pegawai negeri telah dianggap sebagai pengelola sumber daya dan penjaga kepercayaan khusus yang
diamanatkan oleh warga negara. Selain itu, aparatur birokrasi menetapkan juga kebijakan dan mengimplementasikannya, kebijakan dan implementasinya ini
mempengaruhi semua bidang kehidupan warga negara. Oleh sebab itu, rakyat, warga negara mengharapkan aparatur birokrasi benar-
benar menjadi ―abdi negara‖ dan ―abdi masyarakat‖, menempatakan kepentingan publik di atas kepentingan
pribadi, mengelola sumber daya publik yang tela dipercayakan secara professional dan menjunjung tinggi standar etika.
6. Sumber-sumber Nilai-nilai Etika Pelayanan Publik Dalam konteks pelaksanaan tugas sebagai aparatur pemerintah yang
melaksanakan pelayanan publik, nilai-nilai tertinggi yang seharusnya diacu oleh aparatur pelayanan publik birokrasi di Indonesia adalah nilai-niali yang bersumber
dari konstitusi UUD 1945, falsafah negara Pancasila, dan aturan-aturan khusus yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai acuan perilaku seluruh aparatur
pemerintahan yang diantaranya adalah yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun
1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, dan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PNS. Untuk unit-unit organisasi tertentu,
kode etik atau aturan perilaku yang lebih khusus ditetapkan sesuai dengan sifat dan lingkup atau kekhususan tugas unit yang bersangkutan. Sudah barang tentu, karena
tergabung dalam wadah KORPRI, maka PNS terikat juga dengan Panca Prasetya KORPRI, sehingga Panca Prasetya KORPRI dapat dipandang sebagai panduan
nilai-nilai bagi PNS dalam berperilaku.
18 Perlu diingat, bahwa seorang PNS mungkin juga merupakan anggota suatu
profesi. Misalnya, seorang akuntan yang menjadi PNS adalah juga sebagai anggota Ikatan Akuntan Indonesia. Akuntan PNS ini seharusnya tunduk pula pada kode etik
dan aturan perilaku yang berlaku di lingkungan profesi akuntansi. Jadi, pada saat yang bersamaan seorang PNS, di samping berperan sebagai pribadi, anggota
masyarakat umum, juga berperan sebagai aparatur birokrasi, dan sebagai anggota profesi akuntansi. Dengan demikian, PNS tersebut pada dasarna memiliki tiga
sumber acuan etika, yaitu nilai-nilai dan standar etika yang berlaku di masyarakat umum, di lingkungan birokraasi, dan di lingkungan profesi akuntansi.
C. Rencana perkuliahan etika profesi PNS