Etika Kerja vs Etika Profesi

menargetkan kinerja yang lebih tinggi, tentunya organisasi tersebut perlu memastikan terlebih dahulu bahwa faktor hygiene tidak menjadi penghalang dalam upaya menghadirkan motivasi intrinsik. Faktor yang kedua adalah faktor motivator sesungguhnya, yang mana ketiadaannya bukan berarti ketidakpuasan, tetapi kehadirannya menimbulkan rasa puas sebagai manusia. Faktor ini disebut juga faktor intrinsik dalam pekerjaan yang meliputi pencapaian suksesachievement, pengakuanrecognition, kemungkinan untuk meningkat dalam jabatan karieradvancement, tanggung jawabresponsibility, kemungkinan berkembanggrowth possibilities, dan pekerjaan itu sendirithe work itself. Herzberg, dalam Anoraga, 1992. Hal- hal ini sangat diperlukan dalam meningkatkan performa kerja dan menggerakkan pekerja hingga mencapai performa yang tertinggi.

D. Etika Kerja vs Etika Profesi

Etika profesi atau etika profesional professional ethics merupakan suatu bidang etika social terapan. Etika profesi berkaitan dengan kewajiban etis mereka yang menduduki posisi yang disebut profesional. Etika profesi berfungsi sebagai panduan bagi para professional dalam menjalani kewajiban mereka memberikan dan mempertahankan jasa kepada masyarakat yang berstandar tinggi. Sebagai bidang etika terapan, etika profesi pada dasarnya berkaitan dengan penerapan standar moral atau prinsip-prinsip etika yang telah ada ke dalam praktik kehidupan profesi. Standar moral ini biasanya meliputi prinsip-prinsip moral tertentu yang disepakati untuk dijadikan sebagai nilai-nilai dan panduan bersama oleh para anggota profesi. Dengan demikian, dalam kaitannya dengan profesi, etika meliputi norma-norma yang mentransformasikan nilai-nilai atau cita-cita luhur ke dalam praktik sehari-hari para profesional dalam menjalankan profesi mereka. Norma-norma ini biasanya dikodifikasikan secara formal ke dalam bentuk kode etik code of ethics atau kode aturan perilaku code of conducts profesi yang bersangkutan. Etika profesi biasanya dibedakan dari etika kerja work ethics atau occupational etchics yang mengatur praktik, hak dan kewajiban bagi mereka yang bekerja di bidang yang tidak disebut profesi non-profesional. Non-profesional adalah pegawai atau pekerja biasa dan dianggap kurang memiliki otonom dan kekuasaan atau kemampuan profesional. Namun demikian, ada sejumlah pendapat yang menyatakan bahwa tidak ada alasan moral untuk mengeluarkan etika kerja dari kajian etika profesional karena keduanya tidak terlalu berbeda jenisnya kecuali yang menyangkut besarnya bayaran yang diterima dari pekerjaan mereka. Pertimbangan utamanya adalah bahwa orang pada umunya tidak terlampau mengkhawatirkan terjadinya ―perampasan‖ atau ―pengambilalihan‖ pekerjaan, melainkan mengkhawatirkan terjadinya penyalahgunaan kewenangan, kekuasaan atau keahlian. Misalnya, masyarakat tidak atau kurang mengkhawatirkan bahwa tukang daging akan mengambil alih pekerjaan penjahit, atau sebaliknya, penjahit akan mengambil alih pekerjaan tukang daging, tetapi lebih mengkhawatirkan apakah mereka melaksanakan pekerjaan mereka hanya demi kepentingan mereka sendiri. Masyarakat mengkhawatirkan bahwa tukang daging, misalnya, tidak memotong dan menimbang daging sesuai dengan ukuran yang dipesan; pembuat roti akan secara sengaja mencampurkan racun kedalam roti yang dibuatnya, atau piñata rambut secara sengaja menyetrom pelanggannya yang sedang dikeringkan rambutnya dengan alat pengering rambut elektrik hair-dryer. Dengan perkataan lain, apakah diskresi atau kewenangan mereka dalam mengambil keputusan tidak mereka salah-gunakan semata-mata hanya untuk mengejar kepentingan mereka sendiri self-interest dengan mengabaikan kepentingan orang lain yang seharusnya mereka layani. Pembedaan antara etika profesi dan etika kerja lazimnya dilakukan mengingat aktivitas para profesional seperti dokter, pengacara, dan akuntan, adalah berbeda dengan pekerja lain pada umumnya. Para profesional memiliki karakteristik khusus dari segi pendidikan atau pelatihan, pengetahuan, pengalaman, dan hubungan dengan klien, yang membedakannya dari pekerja non-profesional. Tuntutan akan standar profesionalisme dan etika terhadap profesional adalah jauh lebih tinggi dibandingkan terhadap non-profesional. Namun demikian tetap perlu diingat, meskipun etika profesi dibedakan dari etika kerja, kerangka dan prinsip-prinsip yang dicakup etika profesi tetap dapat diberlakukan sebagai etika kerja. Ini terutama karena etika profesi mencakup prinsip-prinsip umum etika yang, sebagaimana prinsip-prinsip itu diberlakukan pada kehidupan profesi, dapat diterapkan pada bidang pekerjaan atau kehidupan yang lain.

D. Disiplin Pegawai Negeri Sipil