Definisi Etos Urgensi Memiliki Etos Pribadi

BAB MEMBANGUN ETOS PRIBADI Menjadi pribadi beretika tentu merupakan keinginan sebahgian besar orang dan bahkan mungkin telah menganggap dirinya sebagai seseorang yang berperilaku etis. Kemudian pertanyaan terpenting adalah bagaimana mencerminkan etika tersebut dalam keseharian baik sebagai pribadi, organisasi, maupun seorang professional. Bab ini mencoba menguraikan jawaban atas pertanyaan tersebut dengan melakukan pembahasan terkait etos pribadi yang diharapkan dapat dijadikan pembelajaran untuk mewujudkan pribadi beretika.

A. Definisi Etos

Etos berasal dari bahasa yunani ethos yakni karakter, cara hidup, kebiasaan seseorang, motivasi atau tujuan moral seseorang serta pandangan dunia mereka, yakni gambaran, cara bertindak ataupun gagasan yang paling komprehensif mengenai tatanan. Dengan kata lain etos adalah aspek evaluatif sebagai sikap mendasar terhadap diri dan dunia mereka yang direfleksikan dalam kehidupannya Khasanah, 2004:8. Berdasarkan sumber www.artikata.com etos diartikan sebagai ―pandangan hidup yg khas kebudayaan sifat, nilai, dan adat-istiadat khas yg memberi watak kpd kebudayaan suatu golongan sosial dl masyarakat, 11 Tujuan Instruksional Khusus : 1. Memberikan tambahan pengetahuan mengenai etos pribadi dan ruang lingkupnya. 2. Memberikan gambaran mengenai perntingnya memiliki etos pribadi. 3. Memberikan penetahuan untuk membangun etos pribadi. kerja semangat kerja yg menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok‖. Bertens memiliki pengertian agak berbeda terhadap etos. Menurutnya etika adalah terjemahan dari ethos dalam bahasa yunani. Seperti halnya dengan banyak istilah yang menyangkut konteks ilmiah, istilah ‗etika‘ pun berasal dari bahasa yunani kuno. Kata yunani ‗ethos‘ dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak ta etha artinya adalah: adat kebiasaan.‖ Jadi dapat disimpulkan bahwa etos adalah suatu nilai yang mendasari sikap perilaku dan menjadi ciri khas bagi seseorang atau kelompok di mana saja mereka berada.

B. Lingkup Pembahasan Etos Pribadi 1. Nilai dan norma.

a. Nilai.

Nilai dapat kita artikan sebagai sesuatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang kita cari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai dan diinginkan, singkatnya, sesuatu yang baik. Nilai moral Ciri-ciri nilai moral yaitu: 1 Berkaitan dengan tanggung jawab kita. Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung jawab. Nilai moral mengakibatkan seseorang bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertanggung jawab. 2 Berkaitan dengan hati nurani. Semua nilai minta untuk diakui dan diwujudkan. Nilai selalu mengandung semacam undangan atau himbauan. Mewujudkan nilai moral merupakan ―himbauan‖ dari hati nurani. Salah satu ciri khas nilai moral adalah bahwa nilai ini menimbulkan ‖suara‖ dari hati nurani yang menuduh kita bila meremehkan atau menentang nilai-nilai moral dan memuji kita bila mewujudkan nilai-nilai moral. 3 Mewajibkan. Berhubungan dengan ciri sebelumnya, nilai-nilai moral mewajibkan kita secara absolut dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kewajiban absolut yang melekat pada nilai-nilai moral berasal dari kenyataan bahwa nilai-nilai ini menyangkut pribadi manusia secara keseluruhan, sebagai totalitas. 4 Bersifat formal Nilai moral tidak membentuk suatu kawasan khusus yang terpisah dari nilai lain. Biarpun nilai moral merupakan nilai-nilai tertinggi yang harus dihayati di atas semua nilai lain tetapi itu tidak berarti bahwa nilai ini menduduki jenjang teratas dalam suatu hierarki nilai-nilai. Norma moral Kata indonesia ―norma‖ kebetulan persis sama bentuknya seperti dalam bahasa asalnya, bahasa latin. Konon, dalam bahasa latin arti yang pertama adalah carpenter‘s square: siku-siku yang dipakai tukang kayu untuk mencek apakah benda yang dikerjakannya meja, bangku, kursi, dan sebagainya sungguh-sungguh lurus. Asal-usul ini membantu kita untuk mengerti maksudnya yaitu sebagai tolok ukur untuk menilai sesuatu. Seperti norma-norma lain juga, norma moral pun bisa dirumuskan dalam bentuk positif atau negatif. Dalam bentuk positif normal moral tampak sebagai perintah yang menyatakan apa yang harus dilakukan, misalnya kita harus menghormati sesama manusia, kita harus mengatakan yang benar. Dalam bentuk negatif norma moral tampak sebagai larangan yang menyatakan apa yang tidak boleh dilakukan, misalnya jangan membunuh, jangan berbohong. Beberapa pertanyaan yang sering dikemukakan berhubungan dengan norma moral adalah: apakah norma moral itu absolut atau relatif, universal atau partikular, obyektif atau subyektif? Untuk mengetahui jawabannya marilah kita mulai dengan menyelidiki masalah yang biasanya disebut ―relativisme moral‖. Relativisme moral tidak tahan uji Norma-norma moral tidak pernah mengawang-awang di udara tapi tercantum dalam suatu sistem etis yang menjadi bagian suatu kebudayaan. Namun, terdapatnya banyak kebudayaan yang berbeda-beda menyebabkan berbeda pula norma moral yang dianutnya. Sepanjang sejarah, perjumpaan dengan kebudayaan lain sudah sering mengakibatkan shock karena orang mengalami bahwa di situ berlaku nilai dan norma moral yang berbeda. Sebagai contoh, ketika orang-orang inggris pertama mendarat di daerah Hudson Bay di amerika utara mereka terkejut ketika menemukan bahwa indian-indian di sana mempunyai kebiasaan membunuh orang tua mereka yang sudah tua. Begitu juga kebiasaan suku eskimo di kutub utara yang suka membunuh orang tua atau bayi yang baru lahir. Pendapat bahwa suatu perbuatan adalah baik hanya karena menjadi kebiasaan di suatu lingkungan budaya, sulit untuk dipertahankan. Tidak bisa diterima bahwa setiap kebudayaan mempunyai kebenaran etis sendiri-sendiri, sehingga apa yang dianggap baik serta terpuji di tempat A bisa dianggap jahat serta tercela di tempat B. Relativisme moral tidak tahan uji, kalau diperiksa secara kritis. Kritik ini bisa dijalankan dengan memperlihatkan konsekuensi-konsekuensi yang mustahil, seandainya relativisme moral itu benar. 1 Seandainya relativisme moral itu benar, maka tidak bisa terjadi bahwa dalam satu kebudayaan mutu etis lebih tinggi atau rendah daripada dalam kebudayaan lain. 2 Seandainya relativisme moral itu benar, maka kita hanya perlu memperhatikan kaidah-kaidah moral suatu masyarakat untuk mengukur baik tidaknya perilaku manusia dalam masyarakat itu. Kalau begitu, norma moral dalam setiap masyarakat harus dianggap sempurna. Tidak akan mungkin memperbaiki norma- norma moral dalam suatu masyarakat. Padahal kita yakin bahwa kadang-kadang norma-norma moral dalam suatu kebudayaan harus direvisi. Misalnya mengubur janda hidup-hidup bersama dengan suami yang telah meninggal. 3 Seandainya relativisme moral itu benar, maka tidak mungkin terjadi kemajuan di bidang moral. Dilihat dalam perspektif sejarah, memang ada kemajuan di bidang moral walaupun dalam beberapa hal barangkali ada juga kemunduran. Tanpa ragu-ragu kita menilai sebagai kemajuan bahwa sekarang tidak lagi dapat ditemukan perbudakan atau pembunuhan ritual, atau contoh lain penghapusan sistem penjajahan. Semua konsekuensi dari relativisme moral tadi tidak bisa diterima. Kalau diselidiki secara kritis, relativisme moral tidak tahan uji. Oleh karena itu, hanya tinggal kemungkinan lain bahwa norma moral adalah absolut. Obyektivitas norma moral Baik buruknya sesuatu dalam arti moral tidak tergantung selera pribadi. Tidak mungkin bahwa bagi satu orang sesuatu adalah baik untuk dilakukan, sedang bagi orang lain hal yang sama adalah buruk.

2. Konsep diri.

Konsep diri Self Concept tidak lain dan tidak bukan adalah gagasan tentang diri kita sendiri, yakni suatu gagasan tentang bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai pribadi dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana yang kita harapkan. Sementara itu, menurut Atwater, 1983, konsep diri didefinisikan sebagai ―cara pandang kita yang merupakan pusat dari kesadaran dan tingkah laku kita. Konsep diri melibatkan perasaan, nilai-nilai yang kita anut, serta keyakinan- keyakinan kita.‖ Asal usul konsep diri adalah bahwa setiap kita tidak dilahirkan dengan konsep diri. Konsep diri berasal dan berkembang dari masa kanak-kanak, terutama sebagai akibat dari hubungan kita dengan orang lain. Adapun tingkatan lingkungan yang turut andil membangun konsep diri seseorang adalah orang tua, saudara sekandung, pendidikan, rekanteman sebaya, masyarakat, dan pengalaman. Konsep diri banyak mempengaruhi proses pengembangan diri Self Development dan menentukan siapa kita di kemudian hari. Hal ini terjadi karena konsep diri pada masing-masing individu terbagi menjadi 2, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Contoh konsep diri positif a. Percaya diri. Suatu keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri jika Tuhan bersama kita. b. Optimis. Selalu berpengharapan berpandangan baik dalam menghadapi sesuatu. c. Profesional. Memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankan pekerjaannya; tidak terpengaruh oleh apapun dalam mengemban tugas. d. Rendah hati. Merasa masih ada langit di atas langit; tidak sombong atas kemampuannya. e. Peduli. Mengindahkan, memperhatikan, menghiraukan yang terjadi di sekitarnya. f. Kreatif. Memiliki daya cipta; memiliki kemampuan untuk menciptakan Contoh konsep diri negatif. a. Mudah marah, peka terhadap kritik, cenderung mempertahankan pendapatnya meskipun pendapatnya itu salah. b. Suka dipuji, suka dielu-elukan, jika disebut gelar, makin merasa besar dan rajin bila dipuji. c. Senantiasa mengeluh, mencela, atau meremehkan orang lain dan tidak mengakui kelebihan orang lain. d. Pesimis serta takut bersaing dengan orang lain untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi. e. Pemarah, merasa sangat tidak senang; berang; gusar. f. Egois, mementingkan diri sendiri. g. Apriori, cepat berkesimpulan negatif sebelum mengetahui keadaan yang sebenarnya. h. Pesimis, bersikap atau berpandangan tidak mempunyai harapan baik khawatir kalah, rugi, celaka mudah putus harapan. Untuk membangun konsep diri positif maka diperlukan pikiran yang positif dan potential power. Potential power adalah suatu sikap bagaimana seseorang mengeathui potensi yang dimilikinya. Caranya adalah dengan mengetahui kesukaan, karakter pribadi, dan prestasi yang dimiliki. Potensi diri dapat dikembangkan melalui pendidikan, pengalaman, membaca, dan menulis. 2. Percaya diri. Percaya diri adalah keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri jika Tuhan bersama kita. Keyakinan bahwa Tuhan bersama kita sangat penting sebab jika kita tidak mengikutkan Tuhan ketika kita yakin mampu melakukan sesuatu, maka ujungnya kita termasuk orang yang takaburujubsombong karena menyepelekan kekuasaan Tuhan. a. Ciri orang yang percaya diri. 1 Citra diri positif. 2 Berpusat pada potensi. 3 Positive Thinking. 4 Egaliter; sikap percaya bahwa semua orang sederajat. 5 Yakin aktivitasnya urgent. 6 Berani berbuat spektakuler. 7 Tidak takut gagal. 8 Yakin akan sukses. Kita jangan pernah merasa takut gagal karena jika kita merasa takut akan kegagalan niscaya kegagalan itu akan benar-benar mendekati kita. Kita bisa melihat contoh orang-orang berikut ini yang tidak takut akan kegagalan dan terus berusaha.  Thomas A. Edison gagal 10.000 kali untuk menemukan lampu dan 50.000 kali untuk menemukan aki accumulator  Kolonel Sanders ditolak 1.000 toko namun perusahaan KFC miliknya sekarang menjadi salah satu restoran fast food terkenal di dunia.  Henry Ford bangkrut 5 kali sebelum menjadi salah satu perusahaan otomotif terbesar b. Tips agar percaya diri. Agar dapat percaya diri maka berpikirlah positif, kenali potensi diri, dan segera dalam mengambil tindakan. Dalam bahasa berbeda percaya diri dirumuskan sebagai berikut. SC = PT + PP x A Langkah praktis untuk meningkatkan percaya diri. 1 Prakarsai pembicaraan 2 Biasakan bicara terus terang 3 Memelihara kontak mata 4 Berjalan lebih cepat 5 Berpenampilan rapi 6 Cari kemenangan-kemenangan kecil 7 Beri diri sendiri hadiah 8 Biasakan duduk dikursi terdepan 9 Simpan prestasi masa lalu 10 Bergaullah dengan orang yang percaya diri 11 Biasakan berbahasa positif 3. Kejujuran. Jujur adalah lawan kata dari bohong atau dusta. Jujur adalah kesesuaian antara berita yang disampaikan dan fakta, antara fenomena dan yang diberitakan, serta antara bentuk dan substansi. Jujur merupakan sikap pribadi. Jujur diekspresikan dengan kata-kata atau sikap yang mencerminkan keadaan yang sesungguhnya. Tidak ditutupi atau bahkan tidak menipu. Jujur adalah energy positif. Menyatakan sesuatu dengan langsung, spontan, lugas, apa adanya akan menghemat waktu dan energy sehingga terjadilah efisiensi. Berlaku jujur dalam kehidupan adalah tuntunan kebutuhan yang selalu dijunjung di masyarakat apapun, karena itu tidak ada kehidupan yang bahagia, aman, tentram, dan selamat, tanpa kejujuran. Dengan demikian, setiap generasi harus menjadikan jujur sebagai bagian dari kepribadian yang abadi. a. Manfaat berperilaku jujur. Secara logika jujur itu bermanfaat bagi kehidupan manusia, bukan hanya dalam hubungannya dengan sang pencipta tetapi juga dalam hubungan dengan sesame manusia dan alam semesta. Apapun manfaat utama berlaku jujur dalam kehidupan adalah sebagai berikut : 1 Melaksanakan ajaran yang mulia dari agama dan budaya luhur yang dianut oleh bangsa manapun. 2 Akan dihormati oleh sesame manusia, karena semua orang menghargai kejujuran yang sejati. 3 Akan tampil percaya diri dalam semua kegiatan hidup, karena merasa aman, optimis, dan percaya diri. Apapun yang dikerjakan dalam hidup ini, pada hakekatnya selalu menuntuk rasa percaya diri, yang tangguh dan kokoh. Inilah modal dasar yang mesti dimiliki dalam meneliti sebuah karir. Orang-orang bijak mengatakan bahwa keraguan adalah seperdua setengah langkah menuju kegagalan. Bukankah banyak kegagalan di atas dunia ini hanya karena tidak percaya diri. Jangankan berhasil, melangkah pun tidak berani, kalau kita kehilangan rasa percaya diri disinilah ketika dampak positif dari kejujuran. 4 Suatu generasi akan lebih berani melawan sesuatu yang tidak benar, karena merasa tidak bersalah atau benar, dengan hatinya yang bersih. b. Faktor pendorong seseorang berbohong. 1 Adanya kekurangan. Kekurangan dalam diri seseorang baik secara fisik maupun materi bisa membawa seseorang itu melakukan kebohongan, karena dengan berbohong dia merasa semua yang kurang pada dirinya bisa tertutupi dan dirinya bisa diterima dilingkungan sekitarnya. Padahal ini dapat menjadi malapetaka jika kebohongannya itu ketahuan, lebih baik menjadi diri kita apa adanya. 2 Ikut-ikutan. Terkadang seseorang bohong dengan terpaksa untuk menutupi suatu masalah yang bersumber dari orang lain. 3 Demi kebaikan. Seseorang ada pula yang berbohong demi kebaikan, misalnya seseorang berbohong agar tidak menyakiti perasaan orang lain, atau seseorang berbohong untuk menjaga suatu rahasia yang dapat mengakibatkan masalah yang sangat fatal jika diketahui oleh orang lain. 4 Menutupi rahasia. Seringkali seseorang memiliki rahasia yang tidak boleh diketahui oleh orang lain, Hal inimembawa orang tersebut untuk berbohong agar rahasianya tidak diketahui. 4. Pribadi Berintergritas. Integritas memiliki pengertian mempertahankan tingkat kejujuran dan etika yang tinggi dalam perkataan dan tindakan sehari ‐hari. Orang‐orang yang kompeten, secara teliti dan handal berperilaku dengan cara yang etis dan dapat dipercaya dalam hubungan mereka dengan manajemen rekan kerja, bawahan langsung, dan pihak luar. Mereka memberlakukan orang lain secara adil. a. Peran integritas. 1 Integritas sebagai Keterampilan. • Integritas harus dilatih terus menerus, bukan sesuatu yang ada dalam kepribadian seseorang. • Integritas diajarkan dan dipelajari sepanjang hidup. 2 Integritas sebagai Pedoman. Integrity merupakan ‗bench mark‘, rujukan atau tujuan yang digunakan dalam membuat keputusan yang berdasarkan pada kebenaran dan kejujuran. 3 Integritas sebagai Bangunan yang Kokoh. • Integritas harus dibangun dan dilestarikan sepanjang hidup. • Integrity merupakan suatu bangunan di dalam hati seseorang, dimulai ketika orang itu masih muda. • Integritas harus dipelihara terus menerus , jika tidak maka bangunan yang sudah dibuat selama hidup dapat runtuh dalam waktu singkat. 4 Integritas sebagai Benih. • Ditanam sejak kecil, disirami dan akan berbunga di saat dewasa. • Semakin rajin dirawat, akan lebih cepat tumbuh dan berbunga. • Jika tanaman kita mati, harus segera menanam yang baru dan disirami tiap hari. Perlu diingat bahwa tanaman tidak bisa langsung berbunga, perlu waktu untuk kembali seperti semula. b. Ciri-ciri integritas. 1 Integritas berasal dari sikap yang tidak mementingkan diri sendiri. 2 Integritas dibangun di atas dasar disiplin. 3 Integritas adalah kekuatan moral yang terbukti tetap benar di tengah api godaan. 4 Integritas adalah kemampuan untuk bersabar ketika hidup ini tidak berjalan mulus. 5 Integritas adalah ketahanan uji yang memerlukan perilaku yang dapat diduga. 6 Integritas adalah kekuatan yang tetap teguh sekalipun tidak ada yang melihat. 7 Integritas adalah menepati janji-janji, bahkan ketika merugikan Anda. 8 Integritas, tetap setia pada komitmen, bahkan ketika itu tidak nyaman. 9 Integritas, tetap teguh pada nilai-nilai tertentu meskipun dirasakan lebih popular untuk mencampakkannya. 10 Integritas, hidup dengan keyakinan, ketimbang dengan apa yang disukai. 11 Integritas adalah pondasi dari kehidupan. Jika baik, maka kehidupan baik, begitupun sebalikna. 12 Integritas dibentuk melalui kebiasaan. 5. Komunikasi. Menurut www.wikipedia.com komunikasi adalah ―suatu proses dalam mana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisanatau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa nonverbal. Fungsi komunikasi adalah sebagai alat kendali, pengawasan, motivasi, pengungkapan emosional, dan informasi. Untuk melaksanakan komunikasi dengan efektif dalam organisasi maka: a. Manajer harus menyadari pentingnya komunikasi. b. Manajer harus memadankan antara tindakan dan ucapan. c. Harus ada komitmen pada komunikasi dua arah. d. Penekanan pada komunikasi tatap muka. e. Tanggung jawab bersama untuk komunikasi karyawan. f. Menangani komunikasi buruk. g. Pesan dibentuk sesuai audiens. h. Perlakuan komunikasi sebagai proses berkelanjutan. 6. Kepemimpinan. Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. a. Teori kepemimpinan. 1 Teori Kepemimpinan Sifat Trait Theory . Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan ‖The Greatma Theory‖. Dalam perkembanganya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain : sifat fisik, mental, dan kepribadian. 2 Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi. Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini memiliki kecendrungan kearah 2 hal.  Pertama yang disebut dengan Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh: membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan bawahan.  Kedua disebut Struktur Inisiasi yaitu Kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan batasan kepada bawahan. Contoh: bawahan mendapat instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil yang akan dicapai. Jadi, berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil yang tinggi pula. 3 Teori Kewibawaan Pemimpin. Kewibawaan merupakan faktor penting dalam kehidupan kepemimpinan, sebab dengan faktor itu seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi perilaku orang lain baik secara perorangan maupun kelompok sehingga orang tersebut bersedia untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh pemimpin. 4 Teori Kepemimpinan Situasi. Seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan. 5 Teori Kelompok. Agar tujuan kelompok organisasi dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dengan pengikutnya. Dari adanya berbagai teori kepemimpinan di atas, dapat diketahui bahwa teori kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan Leadership Style, yakni pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap filsafat, keterampilan dan sikapnya. b. Gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu.Gaya tersebut bisa berbeda – beda atas dasar motivasi , kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu. Berdasarkan sumber emperorderva.wordpress.com menyebutkan gaya kepemimpinan yang disebutkan Blanchard sebagai berikut: 1 Directing. Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf kita belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut. Atau apabila anda berada di bawah tekanan waktu penyelesaian. Dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin memberikan aturan –aturan dan proses yang detil kepada bawahan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan dengan detil yang sudah dikerjakan. 2 Coaching. Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada bawahan tapi juga menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil, mendukung proses perkembangannya, dan juga menerima barbagai masukan dari bawahan. Gaya yang tepat apabila staf kita telah lebih termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Disini kita perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan meluangkan waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan mereka. 3 Supporting. Sebuah gaya dimana pemimpin memfasiliasi dan membantu upaya bawahannya dalam melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak memberikan arahan secara detail, tetapi tanggung jawab dan proses pengambilan keputusan dibagi bersama dengan bawahan. Gaya ini akan berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik – teknik yang dituntut dan telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan pemimpin. 4 Delegating. Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh wewenang dan tanggung jawabnya kepada bawahan. Gaya Delegating akan berjalan baik apabila staf kita sepenuhnya telah paham dan efisien dalm pekerjaan, sehingga kita dapat melepas mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri. c. Kepemimpinan sejati. Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau tranformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Kepemimpinan sesungguhnya tidak ditentukan oleh pangkat atau jabatan seseorang. Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam dan merupakan buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarga, bagi lingkungan pekerjaan, maupun bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi negerinya. Sering kali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat encourager, motivator, inspirator, dam maximizer. Pelajaran mengenai kerendahan hati dan kepemimpinan sejati dapat kita peroleh dari kisah hidup Nelson Mandela. Seorang pemimpin besar Afrika Selatan, yang membawa bangsanya dari negara yang rasialis menjadi negara yang demokratis dan merdeka.Selama penderitaan 27 tahun penjara pemerintah Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam diri Beliau. Sehingga Beliau menjadi manusia yang rendah hati dan mau memaafkan mereka yang telah membuatnya menderita selam bertahun – tahun. Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth Blanchard, bahwa ‖kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya‖. Perubahan karakter adalah segala – galanya bagi seorang pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah menjadi pemimpin sejati. 7. Manajemenwaktu. Manajemen waktu merupakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan produktivitas waktu. Waktu menjadi salah satu sumber daya untuk bekerja. Sumber daya tersebut harus dikelola secara efektif dan efisien. Efektifitas terlihat dari tercapainya tujuan menggunakan waktu yang telah ditetapkan sebelumnya. Efisien tidak lain mengandung dua makna, yaitu: makna pengurangan waktu yang ditentukan, dan makna investasi pada saat menggunakan waktu yang ada. Manajemen waktu bertujuan kepada produktifitas yang berarti perbandingan antara rasio output dengan input. Merencanakan terlebih dahulu penggunaan waktu bukanlah suatu pemborosan melainkan memberikan pedoman dan arah bahkan pengawasan terhadap waktu.Setelah pengorganisasian terjadi,maka penggerakan pun dilakukan, yang mencakup pelaksanaan sendiri dan pemberian motivasi kepada pemegang delegasi. Satu hal yang penting ialah komitmen kuat untuk konsisten pada rencana dan mengeliminasi gangguan-gangguan. Akhirnya setelah selesai tuntas pekerjaan, dilakukanlah pengawasan berdasarkan rencana, yang tidak lupa memberikan reward terhadap keberhasilan. Dalam situasi dimana waktu yang telah direncanakan belum habis, sedangkan pekerjaan telah tuntas sebaiknya dipergunakan untuk menambah kuantitas, merencanakan pekerjaan selanjutnya, dan atau investasi waktu. Pendek kata, kualitas manajemen waktu berpedoman kepada empat indikator, yaitu: tetap merencanakan, tetap mengorganisasikan, tetap menggerakkan, dan tetap melakukan pengawasan. Empat prinsip tersebut applikabel dalam semua pekerjaan. Variasi terjadi di dalam kerumitan dan kecepatan setiap tahap dilakukan. Perencanaan jangka panjang jelas lebih rumit dan relatif lama dari pada perencanaan jangka pendek, bahkan karena begitu pendeknya dimungkinkan perencanaan begitu singkat yang berlangsung dalam hitungan detik. Rintangan terbesar untuk sukses bagi kebanyakan orang kelihatannya adalah penundaan. Oleh karenanya, komponen terpenting dari manajemen waktu time management pun adalah menghindari penundaan. . Untuk dapat melakukan mannajemen waktu dengan baik maka pertama kita harus mengetahui terlebih dahulu misi hidup. Kemudian menentukan peran dan visi peran. Membuat rencana pekanan dan akhirnya membuat rencana harian. Waktu memiliki sifat yang sangat singkat dan tidak dapat digantikan karena itu penting untuk melakukan manajemen waktu. Melaksanankan manajemen waktu akan membuat hidup menjadi manatap dan bersemangat. Kehidupan menjadi seimbang dan selaras serta dapat mencapai cita-cita atau tujuan yang diharapkan. Dalam menjalani kehidupan kita harus berhati-hati terhadap jebakan waktu yang dikenal dengan 3F, 3M, dan 3S. Mereka adalah fun, food, film, mouth, music, money, sand, sport and sex. 8. Manajemen konflik. Konflik adalah suatu proses yang dimulai bila satu pihak merasakan bahwa suatu pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, atau akan segera mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang diperhatikan pihak pertama. Menurut Killman dan Thomas 1978, konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja Wijono,1993, p.4. Sementara itu manajemen konflik adalah penggunaan teknik pemecahan masalah dan perangsangan untuk mencapai konflik yang diinginkan. a. Pandangan tentang konflik. 1 Pandangan tradisional; keyakinan bahwa semua konflik merugikan dan harus dihindari, 2 Pandangan hubungan manusia; keyakinan bahwa konflik merupakan hasil wajar dan tidak terelakkan dalam setiap kelompok, 3 Pandangan interaksionalis; keyakinan bahwa konflik bukan hanya suatu kekuatan positif dalam suatu kelompok, melainkan juga mutlak perlu untuk suatu kelompok agar dapat berkinerja efektif. b. Bentuk konflik. 1 Konflik fungsional; konflik yang mendukung tujuan kelompok dan memperbaiki kinerja kelompok, 2 Konflik disfungsional; konflik yang merintangi kinerja kelompok. c. Tahapan perkembangan konflik. 1 Konflik masih tersembunyi laten Berbagai macam kondisi emosional yang dirasakan sebagai hal yang biasa dan tidak dipersoalkan sebagai hal yang tidak mengganggu dirinya. 2 Konflik yang mendahului antecedent condition Tahap perubahan dari apa yang dirasakan secara tersembunyi yang belum mengganggu dirinya, kelompok atau organisasi secara keseluruhan, seperti timbulnya tujuan dan nilai yang berbeda, perbedaan peran dsb. 3 Konflik yang dapat diamati perceived conflict dan konflik yang dapat dirasakan felt conflict Muncul sebagai akibat antecedent condition yang tidak terselesaikan. 4 Konflik terlihat secara terwujud dalam perilaku manifest behavior Upaya untuk mengantisipasi timbulnya konflik dan sebab serta akibat yang ditimbulkannya; individu, kelompok atau organisasi cenderung melakukan berbagai mekanisme pertahanan diri melelui perilaku. 5 Penyelesaian atau tekanan konflik Pada tahap ini, ada dua tindakan yang perlu diambil terhadap suatu konflik, yaitu penyelesaian konflik dengan berbagai strategi atau sebaliknya malah ditekan. 6 Akibat penyelesaian konflik 7 Jika konflik diselesaikan dengan efektif dengan strategi yang tepat maka dapat memberikan kepuasan dan dampak positif bagi semua pihak. wijono, 1993, 38- 41. d. Pengelolaan konflik. Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan: 1 Disiplin 2 Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan 3 Komunikasi 4 Mendengarkan secara aktif 5 Toleransi e. Aspek positif dalam konflik. 1 Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka. 2 Memberikan saluran baru untuk komunikasi. 3 Menumbuhkan semangat baru pada staf. 4 Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi. 5 Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi

C. Urgensi Memiliki Etos Pribadi

Membicarakan etos tentu tidak lepas dari membicarakan etika karena etos bisa kita artikan juga sebagai etika yang sudah mendarah daging, artinya sudah menancap kuat dalam hati dan pikiran kita. Etika adalah refleksi ilmiah tentang tingkah laku manusia dari sudut norma-norma atau dari sudut baik dan buruk. Segi normatif itu merupakan sudut pandang yang khas bagi etika, dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain yang juga membahas tingkah laku manusia. Pentingnya memiliki etos pribadi dapat digambarkan melalui bagaimana masalah etika dalam kehidupan sehari-hari. Dimana ternyata cukupnya keilmuan seseorang tenatang etika ternyata terkadang tidak membuat seseorang menjadi beretika. Etika disebut juga sebagai filsafat praktis karena ia membahas tentang ―apa itu moral?‖ dan ―apa yang harus dilakukan manusia berkaitan dengan moral tersebut?‖. Tapi perlu diakui, etika sebagai filsafat praktis mempunyai batasnya juga. Mahasiswa yang memperoleh nilai gemilang untuk mata kuliah etika, belum tentu dalam perilakunya akan menempuh tindakan-tindakan yang paling etis. Malah bisa saja terjadi, nilai yang bagus itu hanya sekedar menyontek, jadi hasil perbuatan yang tidak etis Atau pengusaha yang mempunyai pengetahuan luas dan mendalam tentang etika bisnis dan telah membaca seluruh literatur tentang topik itu, belu tentu dalam usahanya selalu akan mengambil keputusan etis yang paling tepat. Sudah sejak awal sejarah etika terdapat pandangan bahwa pengetahuan benar tentang bidang etis secara otomatis akan disusul oleh perilaku yang benar juga. Itulah ajaran terkenal dari socrates yang disebut ―intelektualisme etis‖. Menurut socrates, orang yang mempunyai pengetahuan tentang yang baik pasti akan melakukannya juga, sedangkan orang yang berbuat jahat melakukannya karena ketidaktahuan tentang apa yang baik. Kalau dikemukakan secara radikal ajaran ini sulit dipertahankan. Bila orang mempunyai pengetahuan mendalam mengenai ilmu etika, dengan itu belum terjamin perilaku etis yang baik. Di sisi lain, dari pengalaman kita sendiri kita semua mengenal orang-orang yang hampir tidak mendapatkan pendidikan di sekolah, tetapi selalu hidup etis dengan cara yang mengagumkan. Di sisi lain pendapat Socrates tersebut mengandung unsur kebenaran. Pengetahuan tentang etika merupakan suatu unsur penting supaya orang dapat mencapai kematangan etis. Perasaan spontan saja tidak cukup, haruslah ada pengertian juga. Hal ini lebih mendesak lagi, karena masalah-masalah etis jauh lebih banyak dan lebih kompleks dari pada zaman sebelumnya. Untuk memperoleh suatu sikap etis yang tepat, studi tentang etika dapat memberikan suatu kontribusi yang berarti sekalipun studi itu sendiri belum cukup untuk menjamin perilaku etis yang tepat. Mengapa penting bagi seseorang untuk memiliki etos pribadi, tentunya pernyataan ini dapat juga dibahasakan menjadi mengapa seseorang perlu mempelajari etika. Bagian ini akan menguraikan argumen pendukung tentang perlunya etos pribadi bagi setiap individu sebagai berikut: 1. Menjadikan individu mahir mengenali dan memahami problem maupun isu moral dalam profesi. Etos pribadi akan mengantarkan seseorang menjadi pribadi yang terampil dalam memahami menjelaskan, dan kritis dalam mengkaji argumen-argumen yang berlawanan dengan isu moral. Mampu membentuk sudut pandang yang konsisten dan komprehensif berdasarkan pertimbangan atas fakta-fakta yang relevan. Berimajinasi tentang berbagai respons alternatif terhadap isu-isu yang bersangkutan dan pemecahan kreatif atas kesulitan-kesulitan praktis. 2. Peka terhadap kesulitan dan kepelikan sesungguhnya kesediaan mengalami dan mentoleransi ketidakpastian dalam membuat penilaian atas keputusan moral seseorang terhadap orang lain. 3. Meningkatkan ketepatan dalam menggunakan bahasa etika yang lazim, yang diperlukan untuk mengungkapkan dan membela dengan cukup baik pandangan moral seseorang terhadap orang lain. 4. Meningkatkan penghargaan baik terhadap kemungkinan penggunaan dialog rasional dalam memecahkan konflik-konflik moral maupun perlunya toleransi terhadap perbedaan-perbedaan perspektif di kalangan orang – orang yang secara moral cukup baik. 5. Meningkatkan kemampuan untuk menghadapi pertanyaan-pertanyaan moral yang timbul karena aktifitas profesional 6. Memperkuat otonomi moral. Otonomi moral meliputi independen dan kepedulian moral. Independen dalam hal mengatur diri sendiri dan adanya kemempuan berpikir dan kebiasaan berpikir secara rasional tentang isu-isu moral atas landasan kepedulian moral.

D. Faktor Pendorong Perilaku Tidak Etis