Faktor-faktor Keberhasilan Pemberantasan Korupsi Hambatan atau Kendala Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi

me-lalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW la- hir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang meng- hendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi. Transparency International TI adalah organisasi internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba se- karang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi IPK In-donesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.

M. Faktor-faktor Keberhasilan Pemberantasan Korupsi

Pemberantasan korupsi dapat lebih baik dan berhasil jika didukung oleh faktor- faktor di bawah ini yaitu antara lain: 1. Political will; 2. Clean government; 3. Komitmen yang kuat dari Pemimpin dan Elit; 4. Profesional; 5. Dukungan media massa; 6. Dukungan masyarakat secara aktif.

N. Hambatan atau Kendala Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi

Hambatan-Hambatan yang dihadapi dalam pemberantasan korupsi antara lain: 1. Kurangnya dana yang diinvestasikan pemerintah untuk program pemberantasan korupsi. Hal ini mengindikasikan rendahnya komitmen pemerintah terhadap upaya pemberantasan korupsi dan bahwa selama ini pemberantasan korupsi belum menjadi prioritas utama kebijakan pemerintah, yang mencerminkan masih lemahnya political will pemerintah bagi upaya pemberantasan korupsi. 2. Kurangnya bantuan yang diberikan oleh negara-negara donor bagi program pemberantasan korupsi. Minimnya bantuan luar negeri ini merupakan cerminan rendahnya tingkat kepercayaan negara-negara donor terhadap komitmen dan keseriusan pemerintah di dalam melakukan pemberantasan korupsi. 3. Kurangnya pengetahuan dan pengalaman aparat-aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi. Dan, berita buruk yang keempat adalah rendahnya insentif dan gaji para pejabat publik. Insentif dan gaji yang rendah ini berpotensi mengancam profesionalisme, kapabilitas dan independensi hakim maupun aparat-aparat penegak hukum lainnya, termasuk dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi. 4. Terjadinya perdebatan tiada henti tentang posisi dan kedudukan hukum dari kebijakan-kebijakan publik yang dilaksanakan oleh pejabat negara. Beberapa pihak berpendapat bahwa kebijakan-kebijakan publik yang dilaksanakan oleh pejabat negara adalah dapat disentuh oleh hukum pidana, sehingga pejabat negara yang korup adalah dapat digugat secara hukum, baik hukum pidana maupun perdata. Sedangkan, beberapa pihak yang lain berpendirian bahwa kebijakan-kebijakan publik yang dilaksanakan oleh pejabat negara adalah tidak tersentuh oleh hukum, sehingga pejabat-pejabat negara yang korup tersebut adalah tidak dapat digugat secara hukum, baik pidana maupun perdata. Sedangkan, beberapa pihak yang lain lagi berpendapat bahwa hukum administrasi negara merupakan satu-satunya perangkat hukum yang dapat menyentuh kebijakan-kebijakan publik yang dilaksanakan oleh para pejabat negara. Sayangnya, perdebatan tentang permasalahan tersebut cenderung berlarut-larut tanpa dapat memberikan solusi yang efektif bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. 5. Peraturan perundang-undangan yang menyangkut upaya pemberantasan korupsi mempunyai beberapa kelemahan yang terletak pada substansi peraturan perundang-undangan, baik dari aspek isi maupun aspek teknik pelaksanaannya, sehingga memungkinkan terjadinya ketimpangan dalam pemberantasan korupsi. Diantara kelemahan-kelemahan tersebut adalah: a. Tidak jelasnya pembagian kewenangan antara jaksa, polisi dan KPK dan tidak adanya prinsip pembuktian terbalik dalam kasus korupsi. b. Lemahnya dan tidak jelasnya mekanisme perlindungan saksi, sehingga seseorang yang dianggap mengetahui bahwa ada penyelewengan di bidang keuangan tidak bersedia untuk dijadikan saksimemberikan kesaksian. Hambatan yang kedua berkaitan dengan kurangnya transparansi lembaga eksekutif dan legislatif terhadap berbagai penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. Mekanisme pemeriksaan terhadap pejabat –pejabat eksekutif dan legislatif juga terkesan sangat birokratis, terutama apabila menyangkut izin pemeriksaan terhadap pejabat-pejabat yang terindikasi korupsi. c. Iintegritas moral aparat penegak hukum serta ketersediaan sarana dan prasarana penunjang keberhasilan mereka dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi. d. Masalah kulturbudaya, dimana sebagian masyarakat telah memandang korupsi sebagai sesuatu yang lazim dilakukan secara turun-temurun, disamping masih kuatnya budaya enggan untuk menerapkan budaya malu. 6. Kurangnya kewibawaan pemerintah. Kurangnya kewibawaan pemerintah dimana anggota masyarakat bisa bersifat apatis terhadap segala anjuran-anjuran dan tindakan pemerintah.Sifat sifat yang demikian ini jelas bahwa ketahanan Nasional akan rapuh karena anggota masyarakat merasa dirinya tidak ikut bertanggung jawab dalam keutuhan nasional atau negara. Dalam situasi masyarakat yang demikian ini akan dapat dimanfaatkan oleh lawan-lawan politik atau pihak ketiga lain yang tidak bertanggung jawab untuk merongrong kewibawaan pemerintah. 7. Kurangnya mental pejabat pemerintah. Sesuatu yang tidak bisa dipungkiri lagi ialah bahwa korupsi dapat merusak mental para pejabat pemerintah. Segala sesuatu akan dilihat dari kacamata materi saja sehingga lupa akan tugasnya sebagai pejabat pemerintah. Sebagai contoh mengenai seorang perwira menengah ABRI menjual rahasia pertahanan nasional bangsa ini kepada bangsa lain dalam hal ini kepada bangsa Rusia, dengan kata lain kedudukannya, pengetahuannya dan jabatannya dia nilai dengan materi sehingga rahasia negara yang seharusnya dia pegang teguh malah diuangkannya. Pejabat-pejabat yang bermental korupsi berpikir dalam hatinya mengenai apa yang bisa diambil negara dan bangsa ini. Berbeda dengan apa yang dikatakan oleh J.F.Kennedy pada waktu penyumpahan beliau sebagai presiden USA ―Don‘t ask what your do for your country can do for you, but ask your self what can you do for your country‖ yang terjemahannya sebagai berikut: ―janganlah kau bertanya apa yang dapat diberikan oleh Negara kepadamu tetapi tanyalah kepada dirimu apa yang dapat k au sumbangkan kepada negaramu‖. Pada negara ini, sebagaimana juga di negara-negara lain yang sedang berkembang ucapan J.F.Kennedy ini diputar balikan tanpa memikirkan kelanjutan hidup dari pada bangsa dan negaranya. Sesuatu hal yang sangat berbahaya lagi adalah jika sampai generasi muda ini mencontoh sifat korupsi yang berjangkit dalam masyarakat Indonesia sekarang. Jika hal ini bisa terjadi maka cita-cita untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang di cita-citakan bangsa ini semakin jauh dan tipis harapan-harapan untuk tercapai. 8. Kurang tegasnya hukum. Negara Indonesia adalah negara hukum dimana segala sesuatunya harus didasarkan kepada hukum jadi bukan berdasarkan pada kekuasaan oleh karenanya terwujudnya tertib hukum merupakan suatu keharusan bagi kitasemua. Tanggung jawab akan hal ini bukan hanya terletak pada penegak hukum saja tetapi merupakan tanggung jawab seluruh masyarakat Indonesia. Bahwa cita-cita terwujudnya tertib hukum tidak akan dapat dicapai jika korupsi meraja lela di kalangan penegak hukum, sehingga hokum tidak dapat ditegakan terhadap penyelewengan atau pelaku-pelaku yang merong-rong ketertiban hukum itu. Dari kejadian-kejadian selama ini jelaslah bahwa sebagian besar penegak hukum sudah bermental korupsi sehingga menurunkan wibawanya sebagai penegak hukum.seorang yang melakukan perbuatan yang melanggar hukum akan tetap bahagia dan tertawa sepanjang para penegak hukum masih dapat disuap dan hukum dapat dilumpuhkan dengan kekuatan uangnya. Artinya ia masih dapat membeli keadilan dan pengadilan bahkan penjara sekalipun dapat dibeli dengan kekuatan uang yang dimilikinya. Tidak mengherankan bahwa timbul suara-suara sumbang dalam masyarakat yang mengatakan bahwa orang kaya atau pejabat kebal terhadap hukum. Keadilan dapat debelokkan sesuai dengan seleranya sepanjang para penegak hukum tersebut masih dapat disuap. Hukum dan keadilan telah dapat diombang-ambingkan oleh uang, sehingga berubah menurut selera si penyuap dan timbullah kepincangan- kepincangan dan keanehan-keanehan penegak hukum dalam masyarakat. Fakta- fakta korupsi di atas menyebabkan pembangunan dan pembinaan hukum nasional akan terhambat. Mental dan karakter para pejabat penegak hukum merupakan faktor utama bagi pembinaan hukum nasional dan masyarakat adil dan makmur. RANGKUMAN 1 Bentuk korupsi berbacam-macam, yang umum dikenal adalah material corruption, political corruption, legislation corruption, dan intelectual corruption. 2 Perbuatan korupsi tidak terbatas pada perbuatan mencuri uang rakyat saja sektor publik, karena dalam kenyataannya korupsi itu terjadi di baik di sektor publik maupun di sektor swasta. 3 Dilihat dari sifat perbuatannya, secara sosiologis korupsi tidak terbatas pada perbuatan menggunakan uang negara secara material corruption tidak sah seperti persepsi masyarakat pada umumnya, tetapi perbuatan korupsi adalah perilaku yang menyimpang. 4 Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan BPKP mengutarakan bahwa penyebab terjadinya korupsi dibagi menjadi tiga aspek, yaitu: aspek individu pelaku, aspek organisasi, dan aspek tempat individu dan organisasi berada. 5 Korupsi disebabkan oleh berbagai sebab yang saling berkaitan satu sama lain, dan intinya disebabkan adalah berbagai sistem yang jelek, seperti: sistem hukum, sistem politik, sistem rekruitmen pegawai yang jelek, sistem sosial yang sangat permisif, dan sistem budaya yang berorientasi vertikal. 6 Korupsi tidak semata-mata mengurangi dana yang masuk ke kas negara, tetapi akibat yang ditimbulkan sangatlah mengerikan. 7 Titik berat upaya pencegahan korupsi adalah melalui: Reformasi Birokrasi, promosi penerapan prinsip-prinsip Good Governance, pendidikan anti korupsi, dan pemberdayaan masyarakat. 8 Sepuluh prinsip Good Governance, antara lain: partisipasi, penegakan hukum, transparansi, kesetaraan, daya tanggap, wawasan ke depan, akuntabilitas, pengawasan, efesiensi efektifitas, dan profesionalisme. 9 Prinsip-prinsip anti korupsi terdiri dari transparansi, akuntabilitas, kewajaran, aturan main, dan kontrol aturan main. 10 Pendidikan anti korupsi harus ditanamkan secara terpadu mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. 11 Ada dua tujuan yang ingin dicacai dari pendidikan anti korupsi ini. Pertama untuk menanamkan semangat anti korupsi pada setiap anak bangsa. Kedua adalah, menyadari bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya tanggung jawab lembaga penegak hukum seperti KPK, Kepolisian dan Kejaksaan agung, melainkan menjadi tanggung jawab setiap anak bangsa. 12 Untuk memotong akar dari korupsi ini bisa diawali dengan menghilangkan kebiasaan-kebiasaan di rumah kita yang bisa menjadi contoh buruk bagi anak kita suatu saat nanti. Selain menghilangkan kebiasaan salah tersebut, ada baiknya kita juga memberikan pendidikan anti korupsi sejak dini namun tentu juga diimbangi dengan pemberian contoh. 13 Ada beberapa tindak nyata yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indonesia, antara lain sebagai berikut : upaya pencegahan preventif, upaya penindakan kuratif, upaya edukasi masyarakatmahasiswa, dan upaya edukasi LSM Lembaga Swadaya Masyarakat. 14 Pemberantasan korupsi dapat lebih baik dan berhasil jika didukung oleh faktor- faktor di bawah ini yaitu antara lain: political will, clean government, komitmen yang kuat dari Pemimpin dan Elit, profesional, dukungan media massa, dan dukungan masyarakat secara aktif. 15 Hambatan-Hambatan yang dihadapi dalam pemberantasan korupsi antara lain: kurangnya dana yang diinvestasikan pemerintah untuk program pemberantasan korupsi, kurangnya bantuan yang diberikan oleh negara-negara donor bagi program pemberantasan korupsi, kurangnya pengetahuan dan pengalaman aparat-aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi, terjadinya perdebatan tiada henti tentang posisi dan kedudukan hukum dari kebijakan-kebijakan publik yang dilaksanakan oleh pejabat negara, peraturan perundang-undangan yang menyangkut upaya pemberantasan korupsi mempunyai beberapa kelemahan yang terletak pada substansi peraturan perundang-undangan, kurangnya kewibawaan pemerintah, kurangnya mental pejabat pemerintah, dan kurang tegasnya hukum. LATIHAN 1. Jelaskan pengertian korupsi menurut pendapat anda berdasarkan teori-teori mengenai istilah dan definisi korupsi yang telah anda pahami 2. Sebutkan dan jelaskan macam-macam bentuk korupsi 3. Sebutkan lima contoh perilaku menyimpang yang terjadi di Perguruan Tinggi yang termasuk dalam lingkup korupsi 4. Sebutkan dan jelaskan faktor internal dari dalam diri sendiriindividu dan faktor eksternal dari orang lain dan lingkungan yang menyebabkan terjadinya korupsi 5. Di Indonesia, penyebab utama korupsi adalah jeleknya sistem-sistem yang berlaku. Sebutkan dan jelaskan secara singkat sistem-Sistem yang dianggap jelek tersebut 6. Sebutkan akibatdampak korupsi bagi bidang politik, sosial, dan budaya 7. Menurut Anda, bagaimanakah bentuk pemberdayaan masyarakat yang paling efektif dalam rangka upaya pencegahan tindak korupsi? 8. Sebut dan jelaskan beberapa prinsip goodgovernance yang relevan jika dikaitkan dengan pemberantasan korupsi di negeri kita 9. Sebut dan jelaskan langkah-langkah penerapan prinsip kewajaran dalam kaitannya dengan pendidikan antikorupsi 10. Salah satu contoh praktik pendidikan anti korupsi dalam lingkungan sekolah adalah ―Kantin Kejujuran‖. Apa yang dimaksud dengan ―Kantin Kejujuran‖? Apa saja hambatan dalam mengembangkan ―Kantin Kejujuran‖? Jelaskan 11. Misalkan Anda seorang PNS yaitu sebagai auditor BPK RI. Suatu ketika Anda dan Tim Anda diminta memeriksamengaudit suatu proyek di luar Pulau Jawa selama seminggu. Setibanya di sana, Anda dan Tim Anda diberikan fasilitas serba mewah dan tambahan uang saku oleh Pimpinan Proyek yang melebihi fasilitas yang diberikan oleh Instansi anda BPK RI. Bagaimana sikap Anda dalam menghadapi situasi tersebut? Jelaskan 12. Bagaimanakah cara media masa untuk mendukung pembrantasan korupsi di Indonesia? 13. Apakah pemberian insentif dan gaji yang tinggi kepada para pejabat dapat memberantas korupsi? Jelaskan pendapat anda dengan membandingkan teori dengan fakta yang terjadi berikan alasannya GLOSSARIUM Bailout : istilah ekonomi dan keuangan digunakan untuk menjelaskan situasi dimana sebuah entitas yang bangkrut atau hampir bangkrut, seperti perusahaan atau sebuah bank diberikan suatu injeksi dana segar yang likuid, dalam rangka untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Good governance : cara yang dapat digunakan oleh suatu negara untuk melaksanakan wewenangnya dalam menyediakan barang dan jasa publik. Intelectual corruption : manipulasi informasi untuk mencapai tujuan tertentu yang semuanya berdampak merugikan masyarakat, misalnya manipulasi oleh pemerintah tentang data statistik. Konsumtif : perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok. Material corruption : korupsi material terkait menggunakan uang secara tidak berhak untuk kepentingan sendiri. Molekulisasi kekuasaan : Unit kecil dalam organisasi yang memiliki kekuasaan tanpa dapat dikontrol oleh atasannya. Unit kecil ini dapat melakukan apa saja yang merugikan masyarakat. Political corruption : korupsi terkait berbagai kebijakan. Stakeholder : pemangku kepentingan atau segenap pihak yang terkait dengan isu dan permasalahan yang sedang diangkat. DAFTAR PUSTAKA http:antikorupsi.org http:www.bpkp.go.id http:www.disdik-kepri.comindex.php?option=com_contentview=articleid=57:- pendidikan-antikorupsi-masuk-kurikulumcatid=33:beritaItemid=77 http:generasibersih.0fees.net?page_id=7 http:www.kpk.go.id Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia. Memahami untuk Membasmi: Buku Panduan untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi. 2006. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003. BAB ATURAN TENTANG ANTI KORUPSI

A. Peraturan Tentang Anti Korupsi