Validasi Model Dampak penerimaan dan pengeluaran Pemerintah daerah terhadap kinerja ekonomi dan kemiskinan di Indonesia

3.6 Simulasi Model

Studi ini akan melakukan perubahan-perubahan dari penerimaan dan pengeluaran untuk mengetahui dampak penerimaan dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, distribusi pendapatan, dan kemiskinan. Simulasi dilakukan dari sisi penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, dan campuran diantara keduanya. Simulasi tersebut antara lain: 1. Peningkatan penerimaan pajak sebesar 10 persen. Pajak merupakan salah satu komponen utama PAD. Semakin besar PAD maka daerah semakin mandiri sehingga ketergantungan terhadap pemerintah pusat berkurang. Pemerintah daerah dapat menetapkan dan memungut beragam jenis pajak daerah sesuai dengan potensi yang dimilikinya, hal itu dilakukan untuk meningkatkan PAD agar daerah semakin mandiri. 2. Peningkatan penerimaan retribusi sebesar 10 persen. Retribusi juga merupakan komponen utama PAD, sehingga dengan peningkatan retribusi maka PAD akan meningkat. 3. Peningkatan bagi hasil SDA sebesar 10 persen. Bagi hasil SDA adalah salah satu penerimaan daerah melalui mekanisme penerimaan bagi hasil. Peningkatan dana bagi hasil akan meningkatkan penerimaan daerah, sehingga pemerintah daerah akan mengeksploitasi SDA di daerahnya semaksimal mungkin dalam rangka meningkatkan penerimaan pemerintah daerah. 4. Peningkatan bagi hasil pajak sebesar 10 persen. DBH pajak terdiri dari Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. DBH pajak dan SDA merupakan komponen dana perimbangan, sehingga semakin besar DBH pajak dan SDA, maka dana perimbangan semakin besar, dana perimbangan merupakan salah satu sumber penerimaan daerah. 5. Peningkatan DAU sebesar 10 persen. Hal tersebut dilakukan karena rata-rata kenaikan DAU selama 3 tahun terakhur sekitar 10 persen. DAU merupakan dana dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah. Alokasi DAU digunakan untuk menutup gap yang terjadi apabila kebutuhan daerah melebihi potensi penerimaan daerah. 6. Peningkatan pengeluaran pertanian sebesar 10 persen, nilainya setara dengan 100 persen pengeluaran industri. Hal tersebut dilakukan karena sektor pertanian merupakan sektor yang berkaitan erat dengan ketersediaan pangan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, sehingga sektor tersebut berperan penting dalam pembangunan perekonomian nasional. 7. Peningkatan pengeluaran industri sebesar 100 persen. Hal tersebut merupakan wacana Menteri Perindustrian, yang menyatakan bahwa seharusnya anggaran Kementerian Perindustrian berada di rentang 5-6 triliun Rupiah agar lebih leluasa dalam menjalankan program-program di sektor industri. Saat ini anggaran Kementerian Perindustrian sebesar 2,19 triliun Rupiah, sehingga untuk mencapai 5 triliun Rupiah perlu peningkatan kurang lebih 100 persen. Sektor ini merupakan sektor yang terkait langsung dalam menciptakan lapangan kerja, menambah penghasilan, dan mengurangi kemiskinan. Selain itu sekor ini mempunyai peran strategis dalam meningkatkan daya saing ekonomi. 8. Peningkatan pengeluaran infrastruktur sebesar 7 persen, nilainya setara dengan 100 persen pengeluaran industri. Peningkatan ini dilakukan karena sektor ini mampu meningkatkan produksi sektor tersier. 9. Peningkatan DAU sebesar 0.85 persen dan peningkatan pengeluaran pertanian sebesar 10 persen. Hal tersebut merupakan kombinasi antara simulasi 5 dan 6. Simulasi campuran tersebut diperlukan untuk mengetahui sumber penerimaan, dalam hal ini DAU yang akan digunakan untuk meningkatkan pengeluaran 10. Peningkatan DAU sebesar 0.85 persen dan peningkatan pengeluaran industri sebesar 100 persen. Hal tersebut merupakan kombinasi antara simulasi 5 dan 7. 11. Peningkatan DAU sebesar 0.85 persen dan peningkatan pengeluaran infrastruktur sebesar 10 persen. Hal tersebut merupakan kombinasi antara simulasi 5 dan 8.

3.7 Definisi Variabel

Definisi operasional dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.