Identifikasi dan Batasan Masalah

pengeluaran pemerintah menjadi pengeluaran pelayanan umum, pengeluaran untuk human capital, pengeluaran sosial, dan pengeluaran industri dan infrastruktur. Nuryanto mengasumsikan bahwa pengeluaran pelayanan umum dan sosial adalah pengeluaran yang tidak produktif. Evaluasi jenis pengeluaran produktif dan non-produktif perlu dilakukan agar dapat diketahui jenis pengeluaran yang memacu pertumbuhan dan jenis pengeluaran yang menghambat pertumbuhan. Tentu saja pertumbuhan yang terjadi diharapkan diikuti oleh pemerataan distribusi penerimaan. Strategi redistribusi dengan perubahan redistribution with growth berusaha menggabungkan usaha pemerataan dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Penekanan strategi ini adalah penyaluran kembali realokasi dana–dana investasi baru, terutama dari pemerintah ke golongan penduduk yang paling miskin, sehingga mereka dapat memupuk harta produktif yang dapat meningkatkan produktivitas dan penerimaan mereka. Dengan adanya pemerataan distribusi pendapatan, maka diharapkan tingkat kemiskinan menurun. Sumber: Departemen Keuangan, 2010 diolah Gambar 1 Alokasi Pengeluaran Pemerintah Daerah Provinsi dan KabupatenKota seluruh Indonesia Tahun 2009 Alokasi pengeluaran pemerintah daerah menurut klasifikasi berdasarkan urusan dapat dilihat pada Gambar 1. Pengeluaran untuk sosial menempati posisi tertinggi dalam persentasenya terhadap total pengeluaran pemerintah daerah 0.253 0.085 0.008 0.040 0.003 0.057 0.006 0.163 0.384 pendidikan kesehatan sosial pertanian industri infrastruktur ESDM pekerjaan umum lainnya provinsi dan kabupatenkota, yaitu 38 persen, disusul pengeluaran untuk pendidikan sebesar 25 persen. Pengeluaran untuk kesehatan pada tahun 2009 mencapai 9 persen dari total pengeluaran pemerintah daerah provinsi dan kabupatenkota. Sedangkan pengeluaran untuk pertanian dan infrastruktur masing- masing sebesar 4 dan 6 persen. Evaluasi jenis pengeluaran yang memacu kinerja perekonomian perlu dilakukan karena membantu pemerintah agar dapat mengalokasikan pengeluarannya secara efektif dan efisien. Masalah pengalokasian pengeluaran pemerintah amat penting karena kebutuhan dana per sektor setiap tahunnya selalu meningkat, di sisi lain sumber dana sangat terbatas. Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa pengeluaran pemerintah daerah untuk semua alokasi anggaran mengalami peningkatan dari tahun 2008 ke 2009. Alokasi anggaran pemerintah tersebut ditujukan untuk berbagai tujuan, seperti pertanian, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. Bila salah satu pos pengeluaran meningkat, sedangkan penerimaan tidak naik, akan mengakibatkan turunnya nominal anggaran pada pos pengeluaran lain. Sumber: Departemen Keuangan, 2010 diolah Gambar 2 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Daerah Provinsi dan KabupatenKota seluruh Indonesia Tahun 2008-2009 Ribu Rupiah Oleh karena itu, bila pemerintah ingin meningkatkan salah satu pos pengeluaran, langkah yang dapat ditempuh ada dua, yakni mengurangi nominal 20000000000 40000000000 60000000000 80000000000 100000000000 120000000000 2008 2009 Pendidikan Kesehatan Sosial Pertanian Industri Infrastruktur 000 R p anggaran di pos pengeluaran lain danatau meningkatkan penerimaan. Selain dua cara tersebut, pemerintah juga dapat meningkatkan hutang, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Perkembangan penerimaan daerah Provinsi dan KabupatenKota dapat dilihat pada Gambar 3. Dari gambar tersebut dapat dikatakan bahwa penerimaan daerah lebih banyak tergantung dari anggaran pemerintah pusat, melalui Dana Alokasi Umum DAU atau dana transfer yang berjumlah antara 60 sampai 70 persen dari total penerimaan daerah. Persentase Pendapatan Asli Daerah PAD relatif kecil, yaitu sekitar 20 persen. Tetapi tidak semua provinsi DAU-nya sekitar 60 sampai 70 persen, misalnya Provinsi DKI Jakarta. Sejak tahun 2005 sampai dengan 2009 Provinsi DKI Jakarta tidak mendapatkan dana transfer dari pemerintah pusat. Jadi dana yang dimiliki oleh kebanyakan daerah sedikit banyak tergantung pada pusat. Hal itu menyebabkan keterbatasan dana dalam penyelenggaraan pembangunan daerah. Adanya keterbatasan dana yang dihadapi pemerintah daerah menyebabkan masalah pemilihan alokasi anggaran menjadi amat penting. Dalam menghadapi kendala tersebut, dibutuhkan kejelian pemerintah dalam menentukan skala prioritas sektor yang mampu memberikan kontribusi optimal bagi kinerja perekonomian. Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010 diolah Gambar 3 Perkembangan Penerimaan Pemerintah Daerah Provinsi dan KabupatenKota seluruh Indonesia Tahun 2006-2009 Ribu Rupiah 50000000000 100000000000 150000000000 200000000000 250000000000 300000000000 350000000000 2006 2007 2008 2009 Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah 000 R p Berlakunya sistem otonomi daerah menyebabkan daerah memiliki wewenang untuk menyusun anggaran yang pengalokasiannya diserahkan sepenuhnya pada masing-masing daerah. Selain itu, perwujudan otonomi daerah mempunyai makna dimana suatu daerah otonom dituntut mampu menggali sumber-sumber keuangan sendiri, salah satu sumber keuangan daerah berupa PAD. Wujud kesinambungan antara masyarakat, pemerintah, dan pembangunan salah satunya tertuang dalam PAD. Hal ini terutama dari proses pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam membayar pajak, retribusi, dan lain-lain. Timbal balik dari hal tersebut berupa hasil dari pelaksanaan pembangunan oleh pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat. Realisasi yang diperoleh masyarakat terwujud dalam kebijakan alokasi anggaran pengeluaran yang ditujukan pada kepentingan masyarakat, yaitu pada urusan pendidikan, kesehatan, pertanian, dan lain-lain. Penelitian ini akan mencoba menganalisis dampak penerimaan dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, distribusi pendapatan, dan kemiskinan provinsi-provinsi di Indonesia. Distribusi pendapatan dalam hal ini adalah ketimpangan pendapatan per kapita antar provinsi di Indonesia. Ketimpangan pendapatan per kapita dalam penelitian ini digambarkan dengan Indeks Williamson. Perilaku dan karakteristik pengeluaran pemerintah di setiap provinsi tidak sama, hal tersebut tergantung dari kemampuan sumber daya manusia dalam mengelolanya, sumber-sumber potensial keuangan, sumber daya alam, sosial budaya, dan lain-lain. Namun demikian pola pengeluaran pemerintah derah antara suatu provinsi dengan provinsi lainnya pada umumnya hampir sama sesuai dengan prinsipnya sebagai pelayanan umum atau disebut juga sebagai public service. Berdasarkan uraian di atas permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penerimaan dan pengeluaran daerah 2. Bagaimana dampak penerimaan pemerintah terhadap kinerja fiskal, ekonomi, dan kemiskinan 3. Bagaimana dampak pengeluaran pemerintah terhadap kinerja fiskal, ekonomi, dan kemiskinan.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah 2. Mengevaluasi dampak penerimaan pemerintah terhadap kinerja fiskal, ekonomi, kemiskinan 3. Mengevaluasi dampak pengeluaran pemerintah daerah terhadap kinerja fiskal, ekonomi, dan kemiskinan 4. Merumuskan rekomendasi kebijakan yang dapat dilaksanakan pemerintah dalam mendorong kinerja perekonomian.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap 25 provinsi di Indonesia, yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua pada periode 2005-2009. Pemilihan 25 provinsi tersebut dilakukan berdasarkan ketersediaan data. 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Fungsi Pemerintah

Pemerintah memanfaatkan pendapatannya yang berasal dari pungutan pajak serta sumber pendapatan lainnya untuk dialokasikan ke berbagai bidang secara efektif dan efisien. Fungsi pemerintah dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1. Fungsi alokasi, yaitu mengalokasikan sumber daya yang digunakan dalam memproduksi barang yang berasal dari barang swasta atau barang publik. 2. Fungsi distribusi, yaitu peran pemerintah dalam melakukan distribusi sumber daya bagi masyarakat. 3. Fungsi stabilisasi, yaitu peran pemerintah dalam menjaga kestabilan penyerapan tenaga kerja, stabilitas harga, serta tingkat pertumbuhan ekonomi yang tepat yang berdampak pada neraca perdagangan dan neraca pembayaran Mangkoesoebroto, 2008. Dalam menjalankan fungsi stabilisasi, pemerintah menggunakan instrumen moneter maupun fiskal berupa kebijakan pada bidang-bidang fiskal dan moneter. Sebagai contoh, untuk menjaga kestabilan tingkat bunga, pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter yang mengatur jumlah uang beredar yang mana pada akhirnya dapat mempengaruhi tingkat permintaan masyarakat. Kebijakan ini secara tidak langsung mempengaruhi tingkat bunga, harga, maupun tingkat inflasi. Sehingga instrumen uang beredar akan mempengaruhi tingkat bunga, harga, maupun tingkat inflasi. Kebijakan fiskal berhubungan dengan pengeluaran pemerintah dan penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak. Apabila pemerintah menurunkan pajak, hal ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan permintaan masyarakat. Namun dari sisi penerimaan pemerintah, hal ini berdampak pada peningkatan defisit anggaran. Dari sisi pengeluaran, apabila pengeluaran pemerintah naik maka permintaan terhadap barang publik dan barang swasta naik. Jadi anggaran belanja pemerintah baik dari sisi penerimaan maupun pengalokasiannya berdampak pada permintaan agregat dan tingkat aktivitas