Pertumbuhan Ekonomi Tenaga Kerja

Sumber: BPS, 2010 diolah Gambar 7 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Indonesia Tahun 2007-2009 Sebagian besar provinsi di Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi positif dari tahun 2007 sampai 2009. Provinsi yang mengalami kontraksi tumbuh negatif pada tahun 2009 yaitu Provinsi NAD, hal itu terjadi karena adanya penurunan produksi minyak dan gas bumi serta industri pengolahan migas. Pada tahun 2008 provinsi yang pertumbuhan ekonominya negatif yaitu Provinsi Papua, hal itu terjadi karena adanya penurunan produksi tembaga, tetapi setelah itu pertumbuhannya justru sangat pesat. Provinsi Papua Barat memiliki LPE yang relatif tinggi dibanding provinsi lain di Kawasan Timur Indonesia pada tahun 2007-2008, meskipun Papua Barat termasuk provinsi baru tetapi justru mampu memiliki laju pertumbuhan yang tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa Provinsi Papua Barat mampu memberdayakan sumber daya yang dimilikinya dengan baik. Pertumbuhan ekonomi tertinggi pada tahun 2009 dicapai oleh Provinsi Papua, pertumbuhannya mencapai lebih dari 20 persen. Hal itu terjadi karena terjadi karena hampir semua sektor PDRB Papua mengalami pertumbuhan yang positif.

4.3 Tenaga Kerja

Tenaga Kerja adalah p enduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja, yaitu melakukan kegiatan ekonomi dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit satu jam tidak terputus 10.00 5.00 - 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 2007 2008 2009 dalam seminggu yang lalu, kegiatan tersebut termasuk pula kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usahakegiatan ekonomi. Perkembangan tenaga kerja provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 8. Tenaga kerja di Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa, terutama Provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Sumber: BPS, 2010 diolah Gambar 8 Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja di Indonesia Tahun 2007-2009 Perkembangan tenaga kerja di sektor pertanian, industri, dan jasa di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 9. Jumlah tenaga kerja di ketiga sektor tersebut mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Tenaga kerja di Indonesia didominasi oleh tenaga kerja di sektor pertanian. Persentase tenaga kerja sektor pertanian terhadap total tenaga kerja tiap tahunnya mencapai lebih dari 40 persen. Sedangkan persentase tenaga kerja sektor jasa setiap tahunnya sekitar 35 sampai 45 persen. Dalam penelitian ini sektor jasa meliputi sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Pengangkutan dan Komunikasi; Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan; dan Jasa-Jasa, karena sektor tersebut merupakan sektor yang bergerak di bidang distribusi dan tidak melakukan kegiatan produksi atau menghasilkan nilai tambah. Persentase tenaga kerja sektor industri relatif kecil dibanding kedua sektor lainnya, yaitu sekitar 12 sampai 14 persen. Jumlah tenaga kerja sektor pertanian pada tahun 2009 hampir sama dengan tenaga kerja jasa, yaitu sekitar 42 juta orang. 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 n ad sum ut sum ba r ri a u ja mb i su m se l be ng k ul u la m pung ba be l k ep ri d ki jab ar ja te n g d iy ja ti m ba nt e n b a li n tb ntt kal b ar kal te n g kal se l k a lt im sul ut sul te ng su lse l su lt ra gt o sul ba r m al u ku ma lu t p ab ar pa pua 2007 2008 2009 O ra ng Sumber: BPS, 2010 diolah Gambar 9 Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Sektoral di Indonesia Tahun 2005-2009 Masalah utama dan mendasar dalam ketenagakerjaan di Indonesia adalah masalah upah yang rendah dan tingkat pengangguran yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karena pertambahan jumlah tenaga kerja baru jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang dapat disediakan setiap tahunnya. Pengangguran dari sisi ekonomi merupakan produk dari ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang tersedia. Ketersediaan lapangan kerja yang relatif terbatas tidak mampu menyerap pencari kerja yang terus bertambah setiap tahun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Tingginya angka pengangguran tidak hanya menimbulkan masalah- masalah di bidang ekonomi saja melainkan juga menimbulkan berbagi masalah di bidang sosial seperti kemiskinan dan kerawanan sosial. Pengangguran terbuka terdiri dari orang yang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, dan orang yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja BPS, 2010. Seperti diuraikan di atas, ketidakmampuan pasar tenaga kerja dalam menyerap tenaga kerja akan menimbulkan masalah pengangguran. Tingkat pengangguran di provinsi-provinsi di Indonesia sebagian besar mengalami penurunan dari tahun 2005 sampai dengan 2009. 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 30000000 35000000 40000000 45000000 2005 2006 2007 2008 2009 tk pertanian tk industri tk jasa O ra ng Tabel 6 Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi di Indonesia Tahun 2005- 2009 Provinsi Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 1. Nanggroe Aceh Darussalam 14.00 10.43 9.84 9.56 8.71 2. Sumatera Utara 11.90 11.51 10.10 9.10 8.45 3. Sumatera Barat 13.34 11.87 10.31 8.04 7.97 4. R i a u 12.73 10.24 9.79 8.20 8.56 5. J a m b i 10.74 6.62 6.22 5.14 5.54 6. Sumatera Selatan 12.82 9.33 9.34 8.08 7.61 7. Bengkulu 8.91 6.04 4.68 4.90 5.08 8. Lampung 8.47 9.13 7.58 7.62 6.62 9. Bangka Belitung 7.19 8.99 6.49 5.99 6.14 10. Kepulauan Riau 10.05 12.24 9.01 8.01 8.11 11. DKI Jakarta 15.77 11.40 12.57 12.16 12.15 12. Jawa Barat 15.53 14.59 13.08 12.08 10.53 13. Jawa Tengah 9.54 8.02 7.70 7.35 7.33 14. D I Yogyakarta 7.59 6.31 6.10 5.38 6.00 15. Jawa Timur 8.51 8.19 6.79 6.42 5.08 16. Banten 16.59 18.91 15.75 15.18 14.97 17. B a l i 5.32 6.04 3.77 3.31 3.13 18. Nusa Tenggara Barat 10.29 8.90 6.48 6.13 6.25 19. Nusa Tenggara Timur 4.82 3.65 3.72 3.73 3.97 20. Kalimantan Barat 8.13 8.53 6.47 5.41 5.44 21. Kalimantan Tengah 4.91 6.68 5.11 4.59 4.62 22. Kalimantan Selatan 7.34 8.87 7.62 6.18 6.36 23. Kalimantan Timur 11.17 13.43 12.07 11.11 10.83 24. Sulawesi Utara 14.05 14.62 12.35 10.65 10.56 25. Sulawesi Tengah 7.71 10.31 8.39 5.45 5.43 26. Sulawesi Selatan 15.93 12.76 11.25 9.04 8.90 27. Sulawesi Tenggara 10.93 9.67 6.40 5.73 4.74 28. Gorontalo 14.04 7.62 7.16 5.65 5.89 29. Sulawesi Barat - 6.45 5.45 4.57 4.51 30. M a l u k u 15.01 13.72 12.20 10.67 10.57 31. Maluku Utara 13.09 6.90 6.05 6.48 6.76 32. Papua Barat - 10.17 9.46 7.65 7.56 33. P a p u a 7.31 5.83 5.01 4.39 4.08 Sumber: BPS, 2010 diolah Provinsi dengan tingkat pengangguran tertinggi yaitu Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Maluku. Provinsi- provinsi tersebut tingkat penganggurannya lebih dari 10 persen. Pengangguran di Jakarta mencapai 15.77 persen pada tahun 2005, angka ini mengalami penurunan pada tahun tahun 2006, yaitu sebesar 11.40 persen, tetapi kemudian meningkat menjadi 12.57 persen pada tahun 2007. Kenaikan tersebut dipicu oleh kenaikan pendatang baru, sehingga tingkat persaingan untuk mendapatkan pekerjaan di Jakarta lebih sulit daripada di daerah. Hal itu menyebabkan sulitnya menurunkan tingkat pengangguran di Jakarta, karena setiap saat ada pendatang baru yang akan mencari pekerjaan. 4.4 PDRB per Kapita Distribusi pendapatan nasional akan menentukan bagaimana pandapatan nasional yang tinggi mampu menciptakan perubahan-perubahan dan perbaikan perbaikan dalam masyarakat, seperti mengurangi kemiskinan, penganguran dan kesulitan-kesulitan lain dalam masyarakat. Distribusi pendapatan nasional yang tidak merata, tidak akan menciptakan kemakmuran bagi masyarakat secara umum. Sistem distribusi yang tidak merata hanya akan menciptakan kemakmuran bagi golongan tertentu saja. Perbedaan pandapatan timbul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi. Pihak yang memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak juga. Pembangunan sektoral terutama untuk kegiatan sektor industri selalu terkonsentrasi pada daerah-daerah yang relatif lebih maju, sementara untuk daerah yang kurang berkembang tidak menjadi wilayah kegiatan industri. Perbedaan perlakuan inilah yang menyebabkan timbulnya kesenjangan pembangunan antar wilayah dimana daerah maju memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sedangkan wilayah agraris mengalami perlambatan. Hal tersebut akan menyebabkan perbedaan kecepatan pertumbuhan ekonomi antar daerah. Adanya perbedaan pertumbuhan inilah yang memicu adanya kesenjangan pendapatan antar masyarakat. Selain faktor pemusatan kegiatan ekonomi pada wilayah-wilayah tertentu, kesenjangan pendapatan masyarakat juga diakibatkan oleh persoalan struktural yang terjadi dalam perekonomian, persoalan struktural tersebut antara lain : 1 akses yang tidak sama terhadap teknologi, kredit dan input produktif 2 tingginya tingkat perbedaan konsentrasi kepemilikan modal Suharto: 2001 dalam Prapti, 2006. Perkembangan PDRB per kapita provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 PDRB per Kapita Provinsi di Indonesia Tahun 2005-2009 Rp Provinsi Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 1. Nanggroe Aceh Darussalam 8886256 8872753 8519128 7938117 7375461 2. Sumatera Utara 7078257 7393268 7775375 8140616 8420581 3. Sumatera Barat 6384542 6681190 7006039 7349819 7552730 4. R i a u 16395622 16832398 17001234 17552876 17663144 5. J a m b i 4761535 4956465 5205733 5486415 5741394 6. Sumatera Selatan 7282022 7547789 7872096 8153199 8369084 7. Bengkulu 3983760 4153969 4352944 4497246 4608603 8. Lampung 4147818 4293217 4485019 4656229 4826613 9. Bangka Belitung 8101330 8299921 8552037 8810242 8996009 10. Kepulauan Riau 23755962 24304018 24921971 25477550 25290522 11. DKI Jakarta 33205194 34837489 36733144 38671148 40268817 12. Jawa Barat 6203851 6479734 6798572 7091693 7291997 13. Jawa Tengah 4488092 4689970 4913798 5142779 5345730 14. D I Yogyakarta 5024774 5157422 5325815 5538111 5725890 15. Jawa Timur 7027469 7392863 7800773 8220093 8587910 16. Banten 6405722 6634256 6902686 7165179 7363037 17. B a l i 6187950 6443790 6752413 7082074 7386166 18. Nusa Tenggara Barat 3659538 3696876 3813447 3849817 4129550 19. Nusa Tenggara Timur 2305715 2376027 2450584 2520041 2578281 20. Kalimantan Barat 5830365 6029596 6284707 6515162 6714789 21. Kalimantan Tengah 7125264 7430578 7767346 8129837 8458227 22. Kalimantan Selatan 7065627 7306599 7631609 7990034 8271763 23. Kalimantan Timur 32537149 32689170 32526574 33315782 33333460 24. Sulawesi Utara 5944841 6221998 6559494 6987524 7465052 25. Sulawesi Tengah 5083147 5382986 5710660 6047417 6400309 26. Sulawesi Selatan 4862917 5117535 5367638 5707857 5982680 27. Sulawesi Tenggara 4126494 4347314 4593512 4824379 5083594 28. Gorontalo 2165676 2294438 2435924 2592752 2754814 29. Sulawesi Barat 3151794 3317167 3509212 3751354 3919077 30. M a l u k u 2576885 2680469 2790687 2867497 2980805 31. Maluku Utara 2447001 2539536 2648708 2762359 2882270 32. P a p u a 11479399 9318040 9525847 9263911 10930415 33. Papua Barat 7711899 7903291 8288151 8725170 9098265 Sumber: BPS, 2010 Peringkat tertinggi dalam PDRB per Kapita dipegang oleh DKI Jakarta, yaitu sebesar Rp 40 juta pada tahun 2009, sedangkan terendah dipegang oleh Provinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu sebesar Rp 2.5 juta. Terlihat adanya perbedaan yang sangat mencolok, dimana pendapatan perkapita DKI Jakarta 16 kali lipat dari pendapatan per kapita Nusa Tenggara Timur, sehingga tercermin ketimpangan pendapatan antara daerah tertinggal Nusa Tenggara Timur dengan daerah maju DKI Jakarta.

4.5 Kemiskinan

Kemiskinan yang digunakan dalam penelitian adalah pengukuran kemiskinan yang ditetapkan berdasarkan kriteria BPS dengan pendekatan kebutuhan dasar, yaitu penduduk miskin adalah penduduk yang tidak bisa mencukupi kebutuhan dasarnya berupa kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya. Penduduk miskin menurut kriteria penelitian ini adalah jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan headcount ratio. Penentuan garis kemiskinan didasarkan pada pengukuran pengeluaran penduduk untuk mencukupi kebutuhan dasar yaitu berupa kebutuhan untuk konsumsi energi sebesar 2100 kkal per kapita per hari, sehingga apabila penghasilannya ada dibawah konversi tersebut maka termasuk pada kategori penduduk miskin. Besaran garis kemiskinan akan berbeda antar waktu karena adanya perubahan harga antar waktu, antar wilayah karena adanya perbedaan tingkat kemahalan antar wilayah dan antara desa dan kota. Perkembangan persentase penduduk miskin di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 10. Persentase penduduk miskin sebagian besar provinsi di Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2005-2009. Provinsi yang mengalami peningkatan persentase penduduk miskinnya pada tahun 2006 antara lain Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Papua. Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. Semakin tinggi Garis Kemiskinan, semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin. Selama bulan Februari 2005 sampai dengan Maret 2006 terjadi kenaikan Garis Kemiskinan sebesar 18.39 persen, yaitu dari Rp 129.108,- per kapita per bulan menjadi Rp 152.847,- per kapita per bulan. Hal ini terjadi karena meningkatnya