2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Fungsi Pemerintah
Pemerintah memanfaatkan pendapatannya yang berasal dari pungutan pajak serta sumber pendapatan lainnya untuk dialokasikan ke berbagai bidang
secara efektif dan efisien. Fungsi pemerintah dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Fungsi alokasi, yaitu mengalokasikan sumber daya yang digunakan dalam memproduksi barang yang berasal dari barang swasta atau barang publik.
2. Fungsi distribusi, yaitu peran pemerintah dalam melakukan distribusi sumber daya bagi masyarakat.
3. Fungsi stabilisasi, yaitu peran pemerintah dalam menjaga kestabilan penyerapan tenaga kerja, stabilitas harga, serta tingkat pertumbuhan ekonomi
yang tepat yang berdampak pada neraca perdagangan dan neraca pembayaran Mangkoesoebroto, 2008.
Dalam menjalankan fungsi stabilisasi, pemerintah menggunakan instrumen moneter maupun fiskal berupa kebijakan pada bidang-bidang fiskal
dan moneter. Sebagai contoh, untuk menjaga kestabilan tingkat bunga, pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter yang mengatur jumlah uang beredar yang mana
pada akhirnya dapat mempengaruhi tingkat permintaan masyarakat. Kebijakan ini secara tidak langsung mempengaruhi tingkat bunga, harga, maupun tingkat inflasi.
Sehingga instrumen uang beredar akan mempengaruhi tingkat bunga, harga, maupun tingkat inflasi.
Kebijakan fiskal berhubungan dengan pengeluaran pemerintah dan penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak. Apabila pemerintah menurunkan
pajak, hal ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan permintaan masyarakat. Namun dari sisi penerimaan pemerintah, hal ini berdampak pada
peningkatan defisit anggaran. Dari sisi pengeluaran, apabila pengeluaran pemerintah naik maka permintaan terhadap barang publik dan barang swasta naik.
Jadi anggaran belanja pemerintah baik dari sisi penerimaan maupun pengalokasiannya berdampak pada permintaan agregat dan tingkat aktivitas
perekonomian yang mana hal tersebut mempengaruhi penyerapan tenaga kerja dan tingkat inflasi.
2.2 Penerimaan Pemerintah Daerah
Menurut Undang-Undang No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, penerimaan daerah terdiri dari pendapatan
daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah PAD, Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan, sedangkan
pembiayaan bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran daerah, penerimaan pinjaman daerah, dana cadangan daerah, dan hasil penjualan kekayaan daerah
yang dipisahkan. PAD bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah, misalnya hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga,
keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan
barang dan jasa oleh daerah. Dana Perimbangan terdiri atas Dana Bagi Hasil DBH, Dana Alokasi
Umum DAU, dan Dana Alokasi Khusus DAK. DBH bersumber dari pajak dan sumber daya alam. DBH yang bersumber dari pajak terdiri atas Pajak Bumi dan
Bangunan PBB, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB, dan Pajak Penghasilan. DBH yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari
kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi. DAU suatu daerah
dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah. Alokasi dasar
dihhitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi
layanan dasar umum. Kebutuhan pendanaan tersebut diukur berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, PDRB per kapita, dan
Indeks Pembangunan Manusia. Kapasitas fiskal daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan DBH. Jumlah keseluruhan DAU