Sekilas Kemunculan Gagasan Pancasila
253 Pembentukan Badan ini pada dasarnya sebagai realisasi janji
Kerajaan Jepang
2
. Yaitu janji mewujudkan hasrat untuk memerdekakan Hindia Belanda Indonesia dikemudian hari
3
. Dalam melihat hasrat Kerajaan Jepang, paling tidak ada dua alasan kenapa pemerintah Jepang
mengambil kebijakan ini, Pertama; Dalam rangka mempertahankan pengaruh Jepang di depan penduduk dan rakyat negeri yang didudukinya
Indonesia . Dengan langkah mengeluarkan pernyataan janji kemerdekaan untuk Indonesia ada harapan untuk mendapatkan simpati
dan dukungan dari rakyat Indonesia. Kedua; Pada waktu itu situasi semakin memburuk yang dihadapi tentara Jepang di beberapa wilayah di
Asia yang didudukinya, terutama di Indonesia, karena akan berhadapan dengan kekuatan tentara Sekutu yang jauh lebih besar. Dengan janji
tersebut Jepang yakin bahwa tentara Sekutu ketika hadir kembali ke Indonesia akan disambut oleh rakyat Indonesia tidak sebagai pembela,
melainkan sebagai penyerang ke negara merdeka
4
. Kemerdekaan yang akan diberikan Kerajaan Jepang kepada
rakyat Indonesia itu menurut rencananya akan dilakukan pada bulan September 1945
5
. Oleh karena itu kemudian pemerintah pendudukan Jepang di Jawa dibawah pimpinan Leftenan Jendral Kumakici Harada
mengumumkan pembentukan BPUPKI pada 1 Maret 1945
6
. Badan ini didirikan bertujuan untuk menyelidiki hal-hal asas dan mendasar bagi
2
Kerajan Jepang dengan kekuatan tentaranya telah menguasai seluruh wilayah Jajahan Hindia Belanda. Setelah peyerahan tanpa syarat yang dilakukan oleh
Leftenan Jendral H. Ter Poorten sebagai Panglima Angkatan Perang Sekutu di Indonesia kepada tentara ekspedisi Jepang dibawah pimpinan Leftenan Jendral Hitoshi
Imamura pada 8 Maret 1942 . Lihat Marwati Djoened Nugroho, Notosusanto, Sejarah nasional Indonesia VI, Jakarta: Balai Pustaka, 1992 , h.5 dan janji Jepang
diumumkan pada 7, September, 1944.
3
Pada 9 September 1944 di dalam sidang istimewa ke 85 Teikoku Ginkai Parlemen Jepang di Tokyo, Pendana Menteri Jepang; Jendral Kuniaki Koiso
mengumumkan pendirian Pemerintah Kerajaan Jepang; bahwa daerah Hindia Timur Indonesia kelak dikemudian hari diperkenankan merdeka. Lihat, Marwati Djoened
Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. h. 66.
4
Lihat. Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. h.66.
5
Lihat, Lembaga Soekarno – Hatta, Sejarah Lahirnya Undang-Undang
Dasar 1945, Jakarta: Inti Idayu Press, 1984 , h. 14.
6
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. h. 67. Lihat juga, Lembaga Soekarno- Hatta, Sejarah Lahirna
Undang-Undang Dasar 1945. h. 22.
254 konstrusi bangunan Republik Indonesia
7
. Setelah pembentukan ini, kemudian
BPUPKI bersiap-siap
melakukan kajian
terhadap masalah-masalah mendasar; rancangan Undang-undang Dasar Negara
dan sebagainya melalui tahapan-tahapan dalam siding-sidang BPUPKI.
Pada pagi hari Senin 28 Mei 1945 telah terjadi peristiwa penting dalam sejarah perjuangan rakyat Indonesia, yaitu dikibarkannya bendera
merah putih di sebelah bendera Jepang di depan gedung Cuo Sangi In terletak di jalan Pejambon Jakarta. Pada sorenya para anggota BPUPKI
mengangkat sumpah sebagai pelantikan resmi oleh pemerintah tentara pendudukan Jepang
8
. Semua anggota Badan ini dipilih dari para tokoh masyarakat yang boleh dianggap mewakili semua golongan. Ketua dan
para anggota Badan ini meskipun dilantik oleh pemerintah Jepang, namun mereka tetap bebas untuk menentukan arah tujuan dan cita-cita
masa depannya
9
, dan oleh karena itu mereka dapat membuat rancangan undang-undang dasar berdasarkan pandangan mereka
10
. Beberapa wakil dari pemerintah Jepang di Indonesia memberikan sambutannya
pada acara pelantikan ini, antaranya; Jenderal Itagaki Seisiro, Jenderal Gunseireikan Saiko dan ketua pemerintah tentara Jepang; Gunseikan
11
. Peristiwa pengkibaran bendera merah putih ini ternyata memicu lahirnya
semangat di hati rakyat Indonesia terutama para anggota BPUPKI dalam upaya mempercepat persiapan kemerdekaan.
Jumlah anggota Badan ini sebanyak enam puluh dua 62 orang, termasuk empat 4 orang keturunan Arab, keturunan Belanda dan
7
Lihat, Muh. Yamin, Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Jakarta: Yayasan Prapanca, 1960 , h. 121, Lihat juga, Lembaga
Soekarno-Hatta, Sejarah Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945. h. 15.
8
Lihat Muh. Yamin, Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. h. 119
9
Pada tahap awal memang tidak ada pengaruh atau tekanan apa-apa dari orang-prang Jepang, tetapi pada tingkat akhir justeru orang-orang Jepang telah
melalkukan tekanan dan bahkan melakukan intimidasi. Hal ini terbukti ketika orang Jepang mempengaruhi PPKI Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia sehingga
terjadi perubahan terhadap hal-hal penting dan mendasar; Pancasila, Pendahuluan dan Udang-Undang Dasar 1945.
10
Lihat, Solihin Salam, Haji Agus Salim Pahlawan Nasional Jakarta: Jaya Murni, T. Th. , h. 55.
11
Lihat, Muh. Yamin, Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. h.119.
255 keturunan Tionghoa
12
. Selain enam puluh dua orang anggota BPUPKI tersebut, juga terdapat tujuh 7 orang Jepang yang statusnya sebagai
pemerhati yang tidak memiliki hak suara
13
. Badan Penyelidik ini dipimpin oleh K.R.T. Rajiman Wediodiningrat dan wakilnya R. Panji
Soeroso dan dibantu oleh A. Gaffar Pringgodigdo yang bertugas sebagai sekretaris
14
. Seluruh anggota Badan Penyelidik ini bertempat tinggal di Jawa dan Madura, meskipun berasal dari berbagai daerah kepulauan
Indonesia, tetapi tugasnya meliputi seluruh Indonesia
15
. K.R.T. Rajiman, sebelum Indonesia merdeka pernah memimpin
Putra Pusat Tenaga Rakyat ; sebuah organisasi pergerakan nasional didirikan pada 1 Maret 1942. Organisasi ini berorientasi membangun
kesadaran rakyat untuk berbangsa dan bertanah air satu
16
. Dalam struktur kepemimpinan Badan Penyelidik ini Soekarno tidak ditunjuk
sebagai ketua atau sekretaris. Keadaan ini justru memberi peluang kepada Soekarno untuk lebih berperan dalam melahirkan idea-idea dan
gagasannya tentang hal-hal asas dan mendasar bagi bangunan Indonesia merdeka. Ternyata kemudian begitu besar sumbangan Soekarno dalam
hal ini. 2. Perbedaan Pemikiran Tentang Rancangan
Dasar Negara
Jika dikaji lebih lanjut tentang pertumbuhan pemikiran dan idea-idea yang berkembang sepanjang berlangsungnya persidangan
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI . Paling tidak ditemukan dua aliran pemikiran yang dominan
selama persidangan tersebut
17
. Pertama; aliran pemikiran golongan
12
Lihat, Lembaga Soekarno – Hatta, Sejarah Lahirnya Undang-Undang
Dasar 1945. h. 25.
13
Lihat, Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional indonesia VI, h. 67.
14
Lihat, Kohar Hari Sumarno, Manusia Indonesia Manusia Pancasila, Jakarta: Galia Indonesia, 1405 H. 1984 M. , h. 31
15
Lihat, Muh. Yamin, Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. h.121
16
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. h. 18 -21
17
Lihat, Endang Saefuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan Sejarah Konsensus Nasional Antara Nasionalis Islam dan Nasionalis Sekuler Tentang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945 – 1959 Jakarta: CV Rajawali, 1981 , h.9 –
10. Edisi bahasa Inggris “ The Jakarta Charte 1945 : The Stuggle for Islamic
256 Nasionalisme Sekular
18
, dan orang-orang yang mengikuti garis pemikiran ini menurut Endang Saefuddin Ansari, antaranya; Soekarno,
Muh. Yamin, Ki Hajar Dewantara, Moh. Hatta, Soesanto Tirtoprodjo, Sartono, Samsi dan sebagainya. Mereka-mereka inilah sebagai
representasi garis pemikiran nasionalisme radikal, dan pada saat yang sama terdapat garis pemikiran nasionalisme sederhana, antaranya K.R.T.
Rajiman Wediodiningrat dan lain-lainnya
19
. Mereka-mereka inilah yang memperjuangkan agar Indonesia merdeka nanti didasarkan pada
kebangsaan atau nasionalisme
20
. Kedua; adalah aliran pemikiran
golongan nasionalisme Islam. Yaitu orang-orang nasionalis yang komitmen dengan prinsip-prinsip ajaran agama agama Islam dalam
berbagai aspek kehidupan, baik dalam aspek politik, ekonomi, hukum, pendidikan, kemasyarakatan, dan sebagainya, dan dibuktikan dengan
amalan yang kongrit, bukan saja dalam ucapan tetapi juga dibuktikan dengan amalan dan tindakan yang nyata, oleh karena itu kehidupan
masyarakat dan negara tidak dapat dipisahkan dari kehidupan agama. Dalam arti bahwa Islam tidak saja mengatur hubungan antara manusia
sebagai hamba dengan Tuhan Allah dalam berbagai bentuk ritual ibadah hambum min Allah , melainkan Islam juga mengatur hubung
kehidupan antara sesama umat manusia hablum minanannas
21
. Orang-orang yang mewakili garis pemikiran golongan nasionalis Islam
kedua ini menurut Endang Saefuddin Ansari, antaranya; K. Bagoes
Constitution In Indonesia. Diterbitkan di Kuala Lumpur oleh Muslim Youth Movement of Malaysia ABIM 1979
18
Sekular Sekularisme adalah suatu faham atau doktrin yang nengajarkan pemisahan agama dari urusan-urusan negara atau politik, bahwa urusan-urusan agama
tidak ada sangkut pautnya dengan urusan negara, karena agama menurut faham ini adalah urusan-urusan individu atau pribadi, sementara negara adalah urusan publik.
Oleh karena itu sangat sulit untuk mempersatukan agama dengan negara. Implikasi dari doktrin ini adalah bahwa aturan-aturan agama atau hukum-hukum yang ditetapkan
agama tidak bisa dilembagakan atau diformalkan dalam aturan negara. Liha. A. Zaki Badawi, A Dictionary of The Social Sciences, Beirut: Librairie Du Liban, 1978 ,
h.370
–371 dan lihat juga, Jum`at al-Khuli, Al-Ittijahat al-Fikriyah al-Mu`asirah wa Mauqif al-Islam Minha, Madinah al-Munawwarah: Islamic University of Medina,
1407 H. 1986 M. , h.91
19
Lihat, Lembaga Soekarno – Hatta, Sejarah Lahirnya Undang-Undang
Dasar 1945. h. 25. Lihat juga, Endang Saefuddin Ansari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan Sejarah Konsensus Nasional. h.9 - 10
20
Endang Saefuddin Ansari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan Sejarah Konsensus Nasional. h. 3
21
Ibid. h. 9 -10
257 Hadikoesoemo, A.K. Muzakkir, K.H. Masjkoer, K.H. Mas Mansoer,
K.H. Wahid Hasjim, Kasman Singodimedjo, M. Natsir dan sebagainya. Mereka-mereka inilah yang memperjuangkan agar negara
Indonesia merdeka nanti didasarkan pada asas Islam
22
. Keinginan para tokoh ini pada waktu itu secara de fakto dalam konteks ke-Indonesiaan
yang mayoritas rakyatnya muslim sebenarnya dalam batas-batas wajar dan realistis, karena berdasarkan sejarah masa lalu pada abad-abad ke-13
dan sesudahnya di bumi Nusantara ini telah berdiri sederet pemerintahan Islam dalam bentuk Kesultanan atau Kerajaan. Hal ini ditandai
dengan berdirinya Kesultanan Samudera Pasai pada abad ke-13 dengan raja pertamanya Sultan Malik al-Saleh w. 1297 M , disusul dengan
berdirinya Kesultanan Aceh, Kesultanan Demak, Kesultanan Mataram, Kesultanan Cirebon, Banten, Makasar, Ternate, Tidore, dan beberapa
Kesultanan di Kalimantan dan sebagainya, maka wajar jika para tokoh Islam di era kemerdekaan Indonesia mengusulkan agar Islam menjadi
dasar negara Indonesia merdeka. Dalam konteks ini beberapa literatur sejarah peradaban Islam Nusantara menyebutkan bahwa Islam masuk ke
Nusantara bukan saja berpengaruh dalam membentuk tatacara ritual ibadah tertentu saja, tetapi juga Islam berpengaruh pada tatanan sosial
budaya, politik, ekonomi, hukum dan sebagainya
23
. Kedua-dua aliran pemikiran di atas masing-masing memiliki
dasar pemikiran yang telah berakar dalam sejarah pergerakan nasional. Hal ini disaksikan dengan berdirinya beberapa organisasi yang
berorientasi nasional pada satu sisi, dan sisi lain berdirinya organisasi-organisasi yang berasaskan Islam. Sebagai justifikasi
terhadap realitas ini dapat ditunjukkan beberapa fakta sebagai berikut; Pertama
. Organisasi-organisasi Nasional Sekular; antaranya, Boedi Oetomo Budi Utomo didirikan pada 20 Mei 1908, organisasi ini
dianggap sebagai organisasi pertama yang dibangun secara modern dan merupakan organisasi terpenting dalam sejarah pergerakan nasional
24
. Dari Boedi Oetomo ini lahir beberapa organisasi pergerakan nasional
sekular yang lain, antaranya; Partai Nasional Indonesia PNI didirikan pada 4 Juli 1927, Partai Indonesia Parindo didirikan pada bulan April
22
Ibid. h. 16
23
Lihat, Ahmad Fadloli et al, Sejarah Peradaban Islam Jakarta: Pustaka Asatruss, 2004 , h. 191
24
Lihat, A.K. Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia Jakarta: Dian Rakyat, 1967 , h. 1
258 1931, Pendidikan Nasional Indonesia PNI-baru didirikan pada bulan
Desember 1933, Partai Indonesia Raya Parindra didirikan pada 26 Desember 1935, Gerakan Rakyat Indonesia Gerindo didirikan pada
24 Mei 1937
25
. Organisasi-organisasi ini lahir sebagai reaksi terhadap dampak negatif penjajahan asing, dan mempunyai cita-cita agar kelak
Indonesia merdeka didasarkan pada faham kebangsaan atau nasionalisme.
Kedua ;
Organisasi-organisasi Nasionalis
Islam, yaitu
organisasi-organisasi yang komitmen dengan ajaran-ajaran Islam secara konsisten dan penuh kesadaran. Hal ini ditandai dengan berdirinya
Syarekat Islam SI pada 16 Oktober 1905 sebagai hasil pengembangan dari Syarekat Dagang Islam SDI . Dari organisasi ini kemudian
lahirnya organisasi-organisasi pergerakan nasional Islam lainnya
26
. Syarekat Islam sejak berdirinya diarahkan untuk menghimpun seluruh
rakyat Indonesia.
27
Pada tahun 1923 Syarekat Islam berubah menjadi Partai Syarikat Islam PSI . Setelah itu berubah lagi menjadi Partai
Syarekat Islam Hindia Timur PSIHT pada tahun 1927, dan akhirnya menjadi Partai Syarikat Islam Indonesia PSII pada tahun 1930
28
. Kedua-dua golongan yang mewakili dua aliran pemikiran yang berbeda
pada tahun 1920-an sering dikatakan sebagai dua kelompok yang saling bertentangan. Meskipun demikian, hubungan keduanya dalam perspektif
sejarah cukup kuat. Jika terjadi polemik antara tokoh yang beraliran Nasionalis Islam dan tokoh yang beraliran Nasionalis Sekular dalam
berbagai hal terkait masalah kenegaraan, menurut Ridwan Saidi, masih dalam batas-batas wajar bila dikaitkan dengan upaya bangsa Indonesia
merumuskan landasan kehidupan bernegara
29
. Dalam konteks ini,
Ridwan Saidi dalam bukunya; Islam dan Nasionalisme Indonesia, telah membuktikan bahwa keberadaan Jong Islamieten Bond JIB
yang didirikan pada 1 Januari 1925 sebagai organisasi Islam yang
25
Ibid. h. 55 – 62 dan 105 - 144
26
Lihat, Harun Nasution, The Islamic State in Indonesia: The rise of The Ideology, The Movement for It`s creation and The Theory of The Masyumi MA
Thesis, I.I.S McGill University, Montreal Kanada, 1965 , h. 117
27
Lihat, A.K. Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. h. 124
28
A.K. Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. h. 35 – 40. lihat
juga, Endang Saefuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan Sejarah Konsnsus Nasional. h. 10
29
Lihat, Ridwan Saidi, Islam dan Nasionalisme Indonesia Yogyakarta: Basis, 1995 , h. 1
259 berorientasi nasional dan bagaimana JIB berperan aktif dalam
memperjuangkan cita-cita kemerdekaan
30
. Beberapa fakta sebagaimana
disebutkan Ridwan Saidi, membuktikan bahwa, Pertama; Pada tahun 1927 Pengurus besar JIB mendirikan National Indonesia
Padvinderij Kepanduan Nasional Indonesia . Fakta ini membuktikan bahwa komitmen JIB pada cita-cita Nasionalisme Indonesia sangat kuat.
Kedua
; Keterlibatan beberapa tokoh nasional JIB, antaranya Wilopo tokoh Partai Nasional Indonesia pada waktu mudanya pernah aktif
dalam Kepanduan Nasional Indonesia, Chalid Rasyidi yang dikenal sebagai tokoh pejuang angkatan 1945 pernah memimpin JIB cabang
Betawi Jakarta , bahkan Soekarno sendiri sangat populer di kalangan JIB cabang Bandung, dan beberapa tokoh lain yang tidak dapat disebut
di sini. Fakta ini menunjukkan bahwa betapa dekatnya hubungan antara pemuda-pemuda Islam dengan kalangan Nasionalis. Ketiga; Fakta lain
adalah keterlibatan JIB dalam proses penyusunan Panitia Kongres Pemuda II pada bulan Agustus 1928. Panitia ini kemudian
menyelenggarakan Kongres Pemuda ke II di Jakarta yang melahirkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928
31
. Dengan demikian, dapat dibayangkan bahwa ketegangan-ketegangan yang akan terjadi
tidak dapat dihindari antara kedua belah pihak sepanjang persidangan BPUPKI. Tetapi dengan rahmat Allah, akhirnya kedua-dua golongan
besar ini bersatu dalam satu kesepakatan perjanjian bersama atau konsensus nasional tentang dasar Negara.
3 . Brainstoming Tentang Rancangan Dasar Negara
Kajian tentang aspek apapun terkait dengan dasar negara Indonesia harus bertitik tolak dari apa yang disampaikan oleh tiga
tokoh pemikir, yaitu; Muh. Yamin yang menyampaikan pemikirannya pada 29 Mei 1945, Soepomo pada 31 Mei 1945 dan Soekarno yang
menympaikan pandangannya pada 1 Juni 1945. Tanpa memperhatikan pandangan ketiga-tiga tokoh tersebut termasuk beberapa tokoh lain
yang memberikan pandangannya tentang dasar negara, maka kajian terkait dengan dasar negara Pancasila tidak akan sampai pada
30
Ridwan Saidi, Islam dan Nasionalisme Indonesia. h. 3 - 5
31
Sumpah Pemuda terdiri dari tiga sumpah setia sebagai komitmen pemuda-pemuda Indonesia terhadap persatuan dan kesatuan bangsa. Tiga Sumpah
Pemuda tersebut sebagai berikut; Bertanah air satu, tanah air Indonesia. Berbangsa satu, bangsa Indonesia. Berbahasa satu, bahasa Indonesia.
260 pemahaman yang konfrehensif. Setelah pelantikan selesai, Badan
Penyelidik BPUPKI kemudian terus melakukan persidangannya meskipun dalam suasana peperangan di Asia semakin berkobar. Badan
Penyelidik, sebagaimana ditegaskan Muh. Yamin, telah menyelesaikan dua kali persidangan, yaitu; Persidangan pertama dari 29 Mei sampai 1
Juni 1945, dan Persidangan kedua dari 10 sampai 17 Juli 1945
32
. Persidangan
pertama merupakan
penyampaian pandangan-pandangan umum terkait dasar negara dari beberapa tokoh
terkemuka, kemudian semua pandangan tersebut ditampung sebagai bahan yang akan dibahas oleh Panitia Khusus Pansus . Persidangan
kedua sebagai kelanjutan dari persidangan pertama, yaitu persidangan yang memberikan fokus pembahasan secara menyeluruh dan mendalam
terkait bahan yang telah disampaikan pada persidangan pertama.
Pada persidangan pertama, para anggota Badan Penyelidik telah mengadakan sidangnya untuk membahas masalah-masalah yang terkait
dengan persiapan kemerdekaan Indonesia. Masalah yang menjadi fokus perhatian dalam persidangan kali ini ialah mengenai dasar negara.
Pembahasan mengenai dasar negara ini dimulai dari sebuah pernyataan yang disampaikan oleh ketua Badan Penyelidik; K.R.T. Rajiman
Wediodiningrat kepada para anggota sidang tentang dasar negara
33
. Pernyataan Ketua sidang BPUPKI tersebut sebagai kelanjutan dari
pernyataan Gunseikan ketua pemerintah Sipil Jepang di Jawa pada upacara pelantikan Badan Penyelidik 28 Mei 1945. Gunseikan, antara
lain menegaskan sebagai berikut;
Pembentukan Badan ini dimaksudkan untuk menyelenggarakan pemeriksaan tentang hal-hal penting, rancagan-rancangan dan
penyelidikan yang berhubungan dengan usaha mendirikan negara Indonesia merdeka yang baru . . Jika suatu bangsa hendak
meneguhkan dasar kemerdekaannya, maka ia harus mempunyai keyakinan diri untuk sanggup membela negara sendiri dan juga
mempunyai kekuatan yang nyata sebagai bangsa . . . . . .
32
Lihat, Muh. Yamin, Pembahasan Undang-Undangan Dasar Republik Indonesia Jakarta: Yayasan Prapanca, 1960 h. 121. Lihat juga, Muh. Yamin, Naskah
Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 Jakarta: Siguntang, 1971 , Jild 1, h.59 - 197
33
Lihat, A.M.W. Pranarka, Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila Jakarta: CSIS
– Centre For Strategic and International Studies -, 1985 , hlm. 26. Lihat juga, Prawoto Mangkusasmito, Pertumbuhan Historis Rumus Dasar Negara dan Sebuah
Proyeksi Jakarta: Bulan Bintang, 1970 , h. 12
261 Berhubung dengan syarat-syarat untuk negara merdeka yang
baru, maka tuan-tuan sekalian memajukan diri dalam penyelidikan dan pemeriksaan tentang soal-soal tadi dan
demikian juga tentang soal-soal agama
34
. Pernyataan Gunseikan ini mengindikasikan adanya keharusan
BPUPKI melakukan penyelidikan terhadap dasar-dasar yang akan menjadi landasan negara Indonesia. Untuk memberikan tanggapan
terhadap pernyataan ketua sidang BPUPKI tentang dasar negara, Muh. Yamin dalam karyanya; Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar
1945 menginformasikan bahwa sekurang-kuranya tiga orang anggota Badan Persiapan yang memberikan jawaban terhadap pertanyaan ketua
sidang K.R.T. Rajiman Wediodiningrat tersebut. Ketiga-tiga anggota sidang itu ialah; Muh. Yamin, Soepomo dan Soekarno.
Berbeda dengan pendapat Muh. Yamin, Kohar Hari Soemarno dan Lembaga Soekarno
– Hatta menyatakan bahwa orang-orang yang meyampaikan gagasannya melalui pidato pada sidang pertama
BPUPKI bukan tiga orang, melainkan empat orang., yaitu; Muh. Yamin pada 29 Mei 1945, Moh. Hatta pada 30 Mei 1945, Soepomo pada 31
Mei 1945, dan Soekarno pada 1 Juni 1945.
35
Kohar memberikan alasan yang cukup kuat bahwa data ini diperoleh dari hasil wawancara dengan
Bung Hatta, Mr. Sunario, Subarjo, A.G. Pringgodigdo dan Pratignyo
36
. Hanya saja para peneliti umumnya tidak menyebut Moh. Hatta sebagai
salah seorang yang juga memberikan gagasannya melalui pidato terkait dasar negara. Jika data yang diperoleh Kohar itu lebih kuat karena
bersumber dari hasil wawancara dengan para pelaku yang aktif dalam sidang-sidang BPUPKI, maka dapat dipastikan bahwa Moh. Hatta
memang menyampaikan pidatonya pada sidang pertama BPUPKI, tetapi kemungkinan besar Moh. Hatta tidak menyertakan teks pidatonya secara
tertulis. Hal ini sebagaimana dikatakan Kohar Hari Soemarno bahwa dia tidak mendapatkan catatan apapun mengenai isi pidato Moh. Hatta.
Seandainya ada teks pidato Hatta tentu saja dapat diketahui pemikiran Hatta tentang dasar negara dengan jelas
37
. Demikian juga Lembaga
34
Lihat, Lembaga Soekarno – Hatta, Sejarah Lahirnya Undang-Undang
Dasar 1945. h. 22 - 23
35
Lihat, Kohar Hari Soemarno, Manusia Indonesia Manusia Pancasila Jakarta: Galia Indonesia, 1405 H. 1984 M. , hlm. 36. Lihat Juga, Lembaga Soekarno
– Hatta, Sejarah Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945. h. 33 – 37 dan 94
36
Kohar Hari Soemarno, Manusia Indonesia Manusia Pancasila. h. 35
37
KoharHari Soemarno, Manusia Indonesia Manusia Pancasila. h. 36
262 Soekarno
– Hatta memperoleh datanya secara langsung dari orang-orang yang aktif menghadiri sidang-sidang BPUPKI, yaitu; Moh.
Hatta. Dalam konteks ini Lembaga Soekarno – Hatta menyampaikan
sebagai berikut; naskah ini Sejarah Lahirnya Undang-undang Dasar 1945 dan
Pancasila ditulis sekitar tahun 1979 ketika Bung Hatta masih hidup dan termasuk salah seorang yang berpidato pada sidang
Badan Penyelidik. Namun Bung Hatta sendiri tidak memiliki teks pidatonya yang disampaikan pada sidang Badan Penyelidik.
Tapi beliau menyatakan bahwa ia berbicara tentang sistem ekonomi sosialis atau sistem ekonomi yang berkeadilan sosial
38
. Berdasarkan data di atas, terbukti bahwa Moh. Hatta termasuk
yang menyampaikan pemikiranya pada sidang pertama BPUPKI 30 Mei 1945, tetapi dikarenakan Moh. Hatta tidak memiliki teks
pidatonya, dan di samping pidatonya berbicara tentang ekonomi, sementara kondisi saat itu menuntut pembahasan tentang dasar negara,
maka wajar jika para peneliti pada umumnya tidak memasukkan Moh. Hatta ke dalam tokoh-tokoh yang menyampaikan gagasannya tentang
dasar negara. Namun demikian, yang perlu diperhatikan dalam konteks ini adalah bahwa tidak berarti yang berbicara pada sidang pertama
BPUPKI itu hanya tiga atau empat orang saja, melainkan lebih dari itu, karena berdasarkan laporan Zimokyoku Panitia Persidangan dan Tata
Usaha BPUPKI yang dikutip Lembaga Soekarno
– Hatta menyatakan ada empat puluh enam orang yang berbicara
39
selama empat hari sepanjang proses perjalanan sidang pertama BPUPKI
40
. Untuk mengetahui isi pidato Muh. Yamin, Soepomo, dan
Soekarno, berikut ini disampaikan isi pidato ketiga tokoh nasional tersebut berdasarkan sumber buku “ Naskah Persiapan Undang-Undang
Dasar 1945 “ yang ditulis Muh. Yamin, di samping sumber-sumber lain
yang dianggap penting. Kutipan-kutipan yang akan diambil dari para penyampai gagasan hanya yang penting-pentingnya saja sesuai dengan
38
Lihat, Lembaga Soekarno – Hatta, Sejarah Lahirnya Undang-Undang
Dasar 1945. h. 33
39
Para pembicara di sini dimaksudkan adalah para anggota sidang BPUPKI yang menyampaikan pandangannya selain dari Muh. Yamin, Moh. Hatta, Soepomo
dan Soekarno.
40
Lembaga Soekarno – Hatta, Sejarah Lahirnya Undang-Undang Dasar
1945. h. 32 - 37
263 fokus pembahasan, yaitu; yang mengandungi pemikiran tentang
dasar-dasar negara.
Isi Pidato Muh. Yamin
Muh. Yamin adalah orang pertama yang menyampaikan pandangannya tentang dasar negara, baik melalui lisan ataupun tulisan,
kemudian diakhiri menurut versi Nugroho Notosusanto dengan melampirkan teks rancangan Undang-Undang Dasar bersama dengan
Pendahuluan . Di antara pandangan-pandangannya
41
sebagai berikut; Negara baru yang akan kita bentuk adalah suatu negara
kebangsaan Indonesia atau suatu nasional staat atau etat nasional yang sewajar dengan peradaban kita dan menurut
susunan dunia sekeluarga di atas dasar kebangsaan dan ke-Tuhanan . . . . . rakyat Indonesia mesti mendapat dasar negara
yang berasal daripada peradaban kebangsaan Indonesia. Orang Timur pulang kepada kebudayaan Timur
42
. Selanjutnya Muh. Yamin menyatakan;
Dalam keadaan yang seperti itu, perjalanan pikiran untuk kebaikan negara Indonesia yang kita selidiki itu dengan
sendirinya . . . . . ditujukan kepada peninjauan diri sendiri sebagai bangsa yang beradab. Dengan penuh keyakinan, bahwa
negara itu berhubungan rapi rapat hidupnya dengan tanah air, bangsa, kebudayaan dan kemakmuran Indonesia, seperti
setangkai bunga berhubung rapi dengan dahan dan daun, cabang dan urat berasa-sama dengan alam dan bumi; seperti tulang,
darah dan daging dalam badan tubuh yang berjiwa dan bernyawa sehat, maka kewajiban kita yang pertama kali ialah menyusuli
dasar hidup kita ke dalam pangkuan, haribaan kita sendiri
43
. Berdasarkan penjelasan Muh. Yamin tersebut dapat difahami
bahwa negara yang akan dibangun, menurut Yamin, adalah negara yang berdasarkan kebangsaan nasional . Yaitu suatu pembangunan bangsa
41
Dalam konteks ini, penulis tidak akan membicarakan persamaan atau perbedaan yang tidak prinsip dari pidato Muh. Yamin, antara yang disampaikan
melalui lisan dengan naskah rancangan Undang-Undang Dasar yang disampaikannya kepada BPUPKI secara tertulis. Untuk melihat perbedaan antara keduanya, penulis
persilahkan pembaca merujuk buku “ Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara “ karya Nugroho Notosusanto. h. 24 - 25
42
Lihat, Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar1945. Jild. 1, h. 90 - 91
43
Ibid. h. 92
264 yang mengacu pada peradaban sivilazation yang lahir dari bumi
Indonesia sendiri. Ini jelas terlihat pada ucapan Muh. Yamin; orang Timur pulang kepada kebudayaan timur. Yaitu sebuah bangsa yang
berusaha menciptakan kesadaran senasib dengan mendekatkan seluruh rakyatnya ke suatu bentuk ideologi yang mencintai tanah air, sehingga
dapat dimungkinkan lahirnya integrasi seluruh rakyat dalam rangka mencapai tujuan dan tanggung jawab bersama.
Pandangan Muh. Yamin orang Timur pulang kepada kebudayaan timur. Secara sosiologis sebenarnya tidak ada peradaban
suatu bangsa di manapun berada yang tidak terpengaruh dengan peradaban bangsa lain, apalagi pada kondisi saat ini di era kecanggihan
teknologi informasi Information Technology di mana dunia digambarkan seperti sabuah perkampungan yang tidak berbatas
teritorial, apapun yang terjadi di benua Amerika di sana atau di belahan dunia lain, dalam beberapa detik saja sudah bisa diakses di Indonesia,
maka suatu bangsa tidak bisa mencerminkan kemurnian peradabannya sendiri. Pada saat Muh. Yamin menyampaikan pandangannya juga sama
saling mempengaruhi antar budaya sudah berjalan. Ini memberi perngertian bahwa setidaknya terbentuknya sebuah peradaban adalah
hasil sintesis dengan peradaban bangsa lain. Masyarakat purba atau orang-orang asli yang lahir dan hidup di tengah hutan belantara saja,
barangkali yang dapat dikatakan memiliki budaya atau peradaban murni atau asli, tetapi masyarakat seperti ini belum bisa dikatakan
masyarakat yang berbudaya atau berperadaban. Yang jelas, pencapaian achievement bangsa Indonesia dalam peradabannya adalah hasil dari
adobsi atau sintesis dengan peradaban-peradaban bangsa lain, dan ini tidak dapat terelakkan dalam pergaulan bangsa-bangsa di dunia yang
saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya.
Pemikiran Muh. Yamin yang menyentuh dasar negara terdapat di akhir pidatonya, di mana Muh. Yamin melampirkan naskah rancangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang dirumuskannya sendiri. Dalam hubungan ini Muh. Yamin menyampaikan pemkirannya
sebagai berikut:
Habislah pembicaraan tentang azas kemanusiaan, kebangsaan, kesejahteraan dan dasar yang tiga, yang diberkati kerahmatan
Tuhan, yang semuanya akan menjadi tiang negara keselamatan yang akan dibentuk. Dengan ini saya mempersembahkan kepada
265 sidang sebagai lampiran suatu rancangan sementara perumusan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
44
. Dalam mukaddimah naskah rancangan Undang-Undang Dasar
yang disampaikan Muh. Yamin tersebut, terdapat dengan jelas rumusan dasar negara yang lima, yaitu;
1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kebangsaan persatuan Indonesia
3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan 5. Dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia Berdasarkan pandangan Muh. Yamin tentang dasar negara
dapatlah difahami bahwa negara Indonesia yang akan dibangun harus didasarkan pada lima asas sebagaimana disebutkan di atas
45
. Menurut Muh. Yamin kelima dasar tersebut dapat dijadikan tiang negara. Kelima
dasar tersebut, tegas Yamin, dapat membawa keselamatan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Isi Pidato Soepomo
Soepomo dalam pidatonya seperti juga Muh. Yamin, mengkonsentrasikan pandangannya pada dasar negara yang akan
menjadi landasan negara Indonesia merdeka. Dalam konteks ini, Soepomo menyatakan demikian; Pertanyaan mengenai dasar negara
pada hakekatnya adalah pertanyaan tentang cita-cita negara. Negara menurut dasar pengertian apa yang akan dianut oleh negara merdeka
nanti. Pandangan Soepomo selanjutnya terfokus pada teori integralistik, di samping teori individualistik perseorangan , dan teori sosialistik.
46
Dalam hubungan ini Soepomo menyatakan sebagai berikut; Maka teranglah Tuan-Tuan yang terhormat, bahwa jika kita
hendak mendirikan negara Indonesia yang sesuai dengan
44
Lihat Mh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945. Jld. 1, h. 106
45
Menurut Nugroho Notosusanto terdapat rumusan lain dari Muh. Yamin tentang dasar negara, yaitu; 1. Peri-Kemanusiaan, 2. Peri
–Kebangsaan, 3. Peri-Kesejahteraa. 4. Peri
–Kerakyatan, 5. Peri–Ketuhanan.. Lihat, Nugroho Notosusanto, Naskah Proklamasi Yang Otentik Dan Rumusan Pancasila Yang Otentik
Jakarta: t. tpt., 1976 , h. 16
46
Lihat, Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945. Jld. 1, h. 110 - 111
266 keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka negara
kita harus berdasarkan aliran pikiran staatside negara yang integralistik; negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya,
yang mengatasi seluruh golongan-golongannya dalam lapangan apapun
47
. Dalam kutipan di atas, Soepomo menawarkan teori negara
integralistik. Teori ini rupanya menjadi tema penting yang mewarnai keseluruhan pemikiran Soepomo. Menurutnya bahwa negara
integralistik ialah sebuah negara yang bersatu padu dengan seluruh rakyatnya dan menempatkan dirinya pada posisi yang berada di atas
semua golongan. Oleh karenanya di negara integralistik tidak ada keistimewaan bagi golongan besar mayoritas ataupun golongan kecil
minoritas , semuanya sama, maka anggapan bahwa golongan mayoritas berkuasa atas golongan minoritas tidak sejalan dengan teori
ini. Lebih lanjut Soepomo menyatakan sebagai demikian;
Menurut aliran pemikiran tentang negara yang saya anggap sesuai dengan semangat Indoneia asli, negara tidak
mempersatukan dirinya dengan golongan terbesar dalam masyarakat, pun tidak mempersatukan dirinya dengan golongan
yang paling kuat, akan tetapi negara mengatasi segala golongan dan segala seseorang individu , negara mempersatukan diri
dengan segala lapisan rakyat seluruhnya
48
. Berdasarkan pandangan Soepomo di atas, dapat dimengerti
bahwa negara Indonesia yang akan dibangun agar berdiri di atas semua golongan, tidak memberikan keistimewaan kepada golongan
manapun, baik atas dasar kekuatan keagamaan, keturunan etnic , ekonomi dan sebagainya. Oleh karena itu, Umat Islam secara
keseluruhannya
yang merupakan
mayoritas rakyat
Indonesia diperlakukan sama dengan umat-umat agama lain. Ini artinya bahwa asas
Islam dalam teori negara integralistik tidak dapat dijadikan dasar negara, sekalipun mayoritas rakyat Indonesia beragama Islam. Demikian juga
dengan agama-agama lain yang pada umumnya dianut oleh minoritas penduduk. Jadi, dengan demkian Indonesia yang akan dibangun dalam
konsepsi Soepomo tidak bisa didasarkan pada dasar agama, baik agama
47
Ibid. h. 113
48
Lihat, Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945. Jld. 1, h. 114
267 yang dianut oleh mayoritas rakyat ataupun agama yang dianut oleh
minoritas. Dalam konteks ini Soepomo menegaskan sebagai berikut; Akan tetapi tuan-tuan yang terhormat, akan mendirikan negara
Islam di Indonesia berarti tidak akan mendirikan negara persatuan. Mendirikan negara Islam di Indonesia berarti
mendirikan negara yang akan mempersatukan diri dengan golongan terbesar, yaitu golongan Islam
49
. Pandangan ini jelas menyatakan bahwa Islam tidak bisa
dijadikan dasar negara, karena menurut Soepomo jika Indonesia didasarkan pada asas Islam berarti negara hanya mempersatukan diri
dengan rakyat yang mayoritas dan berarti pula bahwa rakyat Indonesia yang minoritas tidak mendapatkan tempat. Oleh karena itu, Soepomo
menawarkan bentuk negara nasional, negara bangsa, yaitu negara yang menaungi semua aliran dan golongan. Hal ini sebagaimana ditegaskan
Soepomo sebagai berikut;
Oleh karena itu saya nenganjurkan dan saya mufakat dengan pendirian yang hendak mendirikan negara nasional yang
bersatu, dalam arti totaliter seperti yang diuraikan tadi, yaitu negara yang tidak mempersatukan diri dengan golongan yang
terbesar, akan tetapi yang akan mengatasi segala golongan dan akan mengindahkan dan menghormati keistimewaan dari
segala golongan, baik golongan besar, maupun golongan yang kecil
50
. Pernyataan Soepomo ini jelas menunjukkan bahwa negara
Indonesia yang akan dibangun adalah negara nasional yang menghargai kehidupan plural, baik dari segi agama, etnic, budaya dan sebagainya.
Mayoritas atau minoritas tidak mejadi persoalan, semuanya akan mendapatkan pelayanan dan perlindungan negara. Seluruh
pemikiran Soepomo terkait dengan dasar negara ternyata bermuara pada teori integralistik, menurut Marsilan Simanjuntak, terpengaruh
ajaran Hegel 1770
– 1831 , Baruch Spinoza 1632 – 1677 M. dan Adam Muller, tidak tahan uji dengan teori kedaulatan rakyat, karena
gagasan negara integralistik lebih mengutamakan keseluruhan, ketimbang teori individualistik, juga lebih mengutamakan persatuan
organik dalam negara ketimbang kepentingan individu dan golongan.
49
Ibidh. 117
50
Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945. Jld. 1, h. 117
268 Gagasan negara integralistik menurut Marsilan lagi, bersemangat
antiliberalisme dan antiindividualisme. Pandangan yang hampir serupa dikemukakan oleh Adnan Buyung Nasution yang mengkritik konsep
negara integralistik Soepomo
51
. Walau bagaimanapun teori negara integralistik adalah sebuah gagasan yang muncul ketika terjadi
pembahasan tentang dasar negara, terserah kepada rakyat Indonesia untuk menerima atau menolaknya, tetapi realitasnya rakyat Indonesia
menerima teori kedaulatan rakyat sebagai salah satu prinsip demokrasi. Hal ini dapat dimengerti bahwa rakyat Indonesia menolak gagasan
negara integralistik.
Selain berbicara tentang dasar negara, Soepomo juga berbicara tentang hubungan agama dan negara. Di akhir pidatonya, Soepomo
berbicara tentang kedudukan agama dalam teori negara integralistik, bahwa negara sekalipun menganut teori integralistik tidak anti agama,
hanya saja negara tidak ikut mencampuri urusan-urusan agama. Dalam konteks ini Soepomo menegaskan demikian;
Dengan sendirinya dalam negara nasional yang bersatu itu, urusan agama akan terpisah dari urusan negara dan dengan
sendirinya dalam negara nasional yang bersatu itu urusan agama akan diserahkan kepada golongan-golongan agama yang
bersangkutan. Dan dengan sendirinya dalam negara sedemikian, seseorang akan merdeka memeluk agama yang disukainya, baik
golongan agama yang terbesar, maupun golongan agama yang terkecil, tentu akan merasa bersatu dengan negara
52
. Berdasarkan penjelasan Soepomo di atas, dapat difahami
bahwa negara yang berdasarkan teori integralistik, ialah negara nasional sekular, yaitu negara yang memisahkan agama dari urusan-urusan
negara politik , sekalipun negara tidak anti agama. Dalam konteks ini, ada analisa yang cukup baik tentang gagasan negara integralistik
Soepomo disampaikan A.M.W. Pranarka bahwa Soepomo telah membedakan antara negara Islam dengan negara yang berdasarkan
cita-cita luhur Islam. Yaitu negara yang berdasarkan cita-cita luhur Islam kebaikan-kebaikan yang bersumberkan ajaran Islam sekalipun secara
legal formal negara tidak berdasarkan asas Islam. Dalam pengertian
51
Lihat, Gatra Majalah berita mingguan , 10 Juni 1995,l No. 30, tahun 1, Jakarta, h. 28
52
Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945. Jld. 1, h. 117
269 bahwa negara memberikan kebebasan kepada rakyatnya yang beragama
Islam untuk melaksanakan ajaran-ajaran agamanya, meskipun negara tidak didasarkan pada asas Islam, demikian juga rakyat yang beragama
lain
53
. Berikut beberapa pokok pikiran Soepomo berkenaan dengan
rancangan dasar negara sebagai berikut; bahwa Indonesia harus didasarkan pada budaya asli, jati diri, yaitu budaya Indonesia, negara
bersifat integralistik atau nasional totaliter, negara harus mengatasi semua golongan, baik yang mayoritas atau yang minoritas, negara
tidak ikut campur dengan urusan-urusan agama. Selain itu ada beberapa para penulis, antaranya Muh. Yamin, Nugroho Notosusanto, Kohar Hari
Soemarno mencatat pokok-pokok pemikiran Soepomo tentang dasar negara sebagai berikut; 1. Persatuan, 2. Kekeluargaan, 3.
Keseimbangan lahir batin, 4. Musyawarah, 5. Keadilan rakyat
54
.
Isi Pidato Soekarno Tokoh ketiga yang menyampaikan pemikiranya tentang dasar
negara adalah Soekarno. Soekarno telah menyampaikan pandanganya
secara jelas dan menyentuh persoalan secara langsung dan mendasar, meskipun secara keseluruhan inti dari pandangan Soekarno menurut
Nugroho Notosusanto dan lain-lainnya, dikatakannya hampir ada kesamaan dengan yang disampaikan oleh kedua tokoh sebelumnya,
yaitu; Muh. Yamin dan Soepomo, lebih khusus lagi Muh. Yamin yang hampir benar-benar sama. Namun demikian, Lembaga Soekarno
–Hatta tidak menyetujui pandangan Nugroho tersebut. Berikut ini disampaikan
petikan-petikan pandangan Soekarno terkait dengan rancangan dasar negara.
Sebelum menyampaikan inti permasalahan yang sangat fundamental berkenaan dengan pembentukan negara Indonesia,
Soekarno lebih dahulu memberikan ulasan atau komentar kepada para tokoh sebelumnya yang telah menyampaikan pandangannya. Menurut
Soekarno, para pemidato terdahulu belum memenuhi permintaan ketua
53
Lihat, A.M.W. Pranarka, Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila Jakarta: CSIS, 1985 , h. 30
54
Lihat Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jld. 1, h. 121. Lihat Juga, Nugroho Notosusanto, Naskah Proklamasi Yang Otentik dan
Rumusan Pancasila Yang Otentik Jakarta: T. pt., 1976 , h. 17. Lihat juga, Kohar Hari Soemarno, Manusia Indonesia Manusia Pancasila Jakarta: Galia Indonesia, 1405 H.
1984 , h. 39
270 sidang K.R.T. Rajiman tentang dasar negara Indonesia. Menurut
Soekarno lagi bahwa dirinyalah yang sudah mengerti tentang apa yang diminta ketua sidang, yaitu soal dasar, philosofhische gronsdlag bahasa
Belanda weltanchouung bahasa Jerman yang akan menjadi landasan negara Indonesia merdeka. Dalam hubungan ini Soekarno menyatakan ;
Maaf, beribu maaf, banyak anggota telah berpidato dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan
permintaan paduka tuan ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia merdeka. Menurut anggapan saya, yang diminta oleh
paduka tuan ketua yang mulia ialah dalam bahasa
Belanda “ philosofisch grondslag
“ dari Indonesia merdeka. Philosofische grondslag
itulah fundamen,
filsafat, pikiran
yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia
merdeka yang kekal dan abadi
55
. Secara rinci Soekarno menyebut satu persatu secara sistematik
terkait rangcangan dasar negara, yang pada intinya mengandung lima prinsip. Berikut ini disampaikan pokok-pokok pemikiran Soekarno
tentang rancangan dasar negara tersebut. Soekarno menegaskan bahwa dasar pertama yang baik bagi negara Indonesia, ialah dasar
kebangsaan
. Kita mendirikan suatu negara kebangsaan Indonesia
56
.
Soekarno selanjutnya menyampaikan dasar kedua, yaitu dasar internasionalisme
atau peri-kemanusiaan, sebagai berikut;
Kita bukan saja harus mendirikan negara Indonesia, tetapi kita harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa. Inilah
filosofische prinsip bahasa Belanda yang nomer dua, yang saya usulkan kepada tuan-tuan yang boleh saya namakan
internasionalisme
57
. Dasar ketiga ialah permusyawaratan perwakilan. Berikut ini
Soekarno menegaskan sebagai berikut ; Kemudian apakah dasar yang ketiga ?. Dasar itu ialah dasar
mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara
55
Lihat, Soekarno, Lahirnya Pancasila -Pidato pertama tentang Pancasila 1 Juni 1945- T.tp : Tpt, T. th. h. 5
56
Ibid. h. 15. Lihat juga, Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jld. 1, h. 69
57
Soekarno, Lahirnya Pancasila, h. 21 – 22. Lihat juga, Muh. Yamin, Naskah
Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jld. 1, h. 73 - 74
271 untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita
mendirikan negara semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu. Saya yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya
negara Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan
58
. SelanjutnyaSoekarno menyampaikan dasar keempat, yaitu dasar
kesejahteraan rakyat. Sehubungan ini Soekarno menyatakan sebagai berikut;
Prinsip nomer empat saya usulkan, saya di dalam tiga hari ini belum mendapat prinsip itu, yaitu prinsip kesejahteraan, prinsip
tidak akan ada kemiskinan di dalam rakyat Indonesia . . . . . . . .Maka oleh itu, jikalau kita memang betul-betul mengerti,
mengingat, mencintai rakyat Indonesia, marilah kita terima hal sociale rechtvaardigheid bahasa Belanda ini, yaitu bukan saja
persamaan politik, saudara-saudara, tetapi pun di atas lapangan ekonomi
kita harus
mengadakan persamaan,
artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya
59
. Akhirnya Soekarno sampai ke prinsip yang kelima, yaitu prinsip
Ketuhanan. Sehubungan ini Soekarno menegaskan sebagi berikut ; Saudara-saudara apakah prinsip ke lima ? saya telah
mengemukakan empat
prinsip; Kebangsaan
Indonesia, Internasionalisme atau Peri-kemanusiaan, Mufakat atau
Demokrasi, dan Kesejahteraan sosial. Prinsip Indonesia merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Prinsip Ketuhanan, bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan.
Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al-Masih. Yang Islam ber-Tuhan menurut petunjuk
Nabi Muhammad saw.. Orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita
semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan
58
Soekarno, Lahirnya Pancasila, h. 22. Lihat juga, Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jld. 1, h. 74
59
Soekarno, Lahirnya Pancasila, h. 24 – 26. Lihat juga, Muh. Yamin, Naskah
Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jld. 1, h. 75 - 77
272 cara yang leluasa, . . . . . . . Dan hendaknya negara Indonesia
suatu negara yang Ber-Tuhan
60
. Demikianlah pada 1 Juni 1945 Soekarno telah menyampaikan
prinsip-prinsip tentang dasar negara. Dan jika disusun prinsip-prinsip tersebut secara sistematik, maka menjadi sebagai berikut;
1. Kebangsaan Indonesia, 2. Internasionalisme atau Peri-Kemanusiaan,
3. Mufakat, Perwakilan dan Permusyawaratan, 4. Kesejahteraan sosial, dan
5. Ketuhanan. Kelima-lima prinsip ini, Soekarno memberinya nama
Pancasila , menurut pengakuannya nama tersebut diperoleh dari salah
seorang teman ahli bahasa. Dalam hubungan ini Soekarno menyatakan sebagai berikut;
Saudara-saudara, dasar-dasar negara telah saya usulkan, lima bilangannya. Inikah Panca Dharma ?. Bukan. . . Nama Panca
Dharma tidak tepat di sini. Dharma artinya kewajiban. Sedangkan kita sedang membicarakan dasar . . . . Namanya
bukan Panca Dharma. Tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa,
61
namanya ialah Pancasila. Sila
artinya azas asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia kekal dan abadi
62
. Untuk memperkuat gagasan tentang rancangn dasar negara yang
berjumlah lima prinsip itu, Soekarno kemudian membuat padanan perumpaan simbolik yang berjumlah lima pula. Dalam hubungan ini
Soekarno menjelaskan;
Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukum Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai
pancaindera. Apalagi yang lima bilangannya ? Seorang yang hadir dalam sidang BPUPKI waktu itu berkata, pandawa
lima. . . . Pandawapun lima orangnya. Sekarang banyaknya
60
Soekarno, Lahirnya Pancasila, h. 26 – 27. Lihat juga, Muh. Yamin, Naskah
Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jld. 1, h. 77
61
Terdapat sumber menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan seorang ahli bahasa itu adalah Muh. Yamin.
62
Soekarno, Lahirnya Pancasila, h. 27 - 28
273 prinsip;
Kebangsaan, Internasionalisme,
Mufakat, Kesejahteraan dan Ketuhanan, lima pula bilangannya
63
. Soekarno setelah menyampaikan rancangan dasar negara yang
berjumlah lima prinsip dan diperkuat dengan padanan lima simbol. Soekarno selanjutnya menyampaikan teori perasan peres . Hal ini
sebagaimana dikutip Endang Saefuddin Anshari.
64
Teori perasan itu demikian; Lima Sila itu diperas menjadi tiga sila, disebut Trisila, dan
Trisila ini kemudian diperas lagi menjadi satu sila, yaitu, Ekasila. Jelasnya teori perasan itu sebagaimana disampaikan Soekarno
65
, sebagai berikut;
1. Sosio-Nasionalisme, meliputi; Kebangsaan Indonesia,
Peri-Kemanusiaan, 2. Sosio-Demokrasi, meliputi;
Demokrasi, Kesejahteraan sosial,
3. Ketuhanan. Trisila atau tiga sila kemudian diperas lagi menjadi satu sila,
yaitu; Ekasila atau Gotong royong. Dalam hubungan ini Soekarno menjelaskan sebagai berikut;
Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen asli , yaitu
perkataan Gotong royong. Negara yang akan kita dirikan haruslan negara gotong royong. Alangkah hebatnya negara gotong royong.
66
Pada kesempatan yang sama setelah mengajukan lima prinsip, Soekarno kemudian menawarkan kepada para anggota sidang bahwa
ketiga-tiga bentuk gagasan itu sebagai altenatif, yang mana satu yang dikehendaki. Berikut ini Soekarno menyatakan sebagai berikut;
Pancasila menjadi Trisila, Trisila menjadi Ekasila. Tetapi terserah kepada tuan-tuan, mana tuan-tuan yang akan pilih,
Trisila, Ekasila ataukah Pancasila. Isinya telah saya katakan
63
Ibid. h. 28. Lihat juga, Prawoto Mangkusasmito, Pertumbuhan Historis Dasar Negara dan Sebuah Proyeksi Jakarta: Bulan Bintang, 1977 , h. 12 - 13
64
Lihat E. Saefuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan Sejarah Konsensus Nasional Antara Nasionalis Islam dan Nasionalis Sekular Tentang Dasar
negara Republik Indonesia Jakarta: SV. Rajawali, 1981 , h. 17
65
Soekarno, Lahirnya Pancasila, h. 28
66
Ibid. h. 29
274 kepada saudara-saudara semuanya. Prinsip-prinsip seperti yang
saya usulkan kepada saudara-saudara ini, adalah prinsip untuk Indonesia merdeka yang abadi. Puluhan tahun dadaku telah
menggelora dengan prinsip-prinsip itu
67
. Demikianlah pidato Soekarno yang disampaikannya pada 1 Juni
1945 di depan sidang pertama BPUPKI. Satu persatu dari lima prinsip rancangan dasar negara tersebut dijelaskannya secara sistematik, dan
Soekarno kemudian menawarkan agar lima prinsip itu diberi nama Pancasila. Para anggota sidang kemudian menyambutnya dengan tepuk
tangan yang riuh rendah setelah pidato selesai. Realitas ini mengindikasikan bahwa usulan Soekarno terkait dengan Pancasila
diterima
68
. Ketika hasil pidato Soekarno diterbitkan menjadi buku pada
pertama kalinya di tahun 1947. K.R.T. Rajiman Wedyodiningrat ketua BPUPKI memberinya judul pada buku ini; Lahirnya Pancasila
69
.
Ini berarti bahwa ketiga-tiga alternatif yang ditawarkan Soekarno; Pancasila, Trisila dan Ekasila, hanya nama Pancasila yang diterima oleh
anggota sidang, sementara Trisila dan Ekasila tidak. Demikianlah beberapa pokok pemikiran yang muncul dan berkembang pada sidang
pertama BPUPKI yang berlangsung dari tanggal 29 Mei
–1 Juni 1945. Pokok-pokok pemikiran tersebut selanjutnya menjadi agenda
pembahasan oleh Panitia Khusus Pansus yang beranggotakan sembilan orang.
4
. Sumber Gagasan Dasar Negara Pancasila
Jika diperhatikan lebih dalam dari mana inspirasi lima dasar atau lima sila tersebut, baik yang disampaikan Moh. Yamin, Soepomo atau
Soekarno. Menurut E. Saefuddin Anshari yang jelas semua gagasan yang muncul dan berkembang dari ketiga-tiga tokoh nasional tersebut
bukanlah gagasan baru. Karena gagasan lima dasar negara telah tertanam
67
Ibid. h. 29 - 30
68
Lihat Kirdi Dipoyudo, Pancasila, Arti dan Pelaksanaannya Jakarta: Yayasan Proklamasi, CSIS, 1979 , h. 20
69
Lihat Moh. Hatta, Pengertian Pancasila –Pidato Peringatan Lahirnya
Pancasila Tanggal 1 Juni 1977 di Gedung Kebangkitan Nasional- Jakarta: PT. Inti Idayu Press, 1978 , h. 9. Lihat juga, Prawoto Mangkusasmito, Pertumbuhan Historis
Dasar Negara Dan Sebuah Proyeksi, h. 12
275 di jiwa Soekarno semenjak puluhan tahun ke belakang
70
. Hal ini diakui oleh Soekarno sendiri dalam pernyataanya sebagai berikut;
. . . . . saya berjuang sejak tahun 1918 sampai 1945 sekarang ini untuk weltanchaung itu, untuk membentuk nasionalisme
Indonesia, untuk kebangsaan Indonesia yang hidup di dalam peri-kemausiaan
, untuk
mufakat, untuk
sociale rechtvaardigheid, untuk Ketuhanan. Pancasila inilah yang
berkobar-kobar di dalam dada saya sejak berpuluh tahun
71
. Pada kesempatan yang sama Soekarno menegaskan; maka yang
selalu mendengung di dalam saya punya jiwa, bukan saja di dalam beberapa hari di dalam sidang BPUPKI ini, akan tetapi sejak tahun 1918,
dua puluh lima tahun lebih ke belakang,
72
Selain dari itu, jika diperhatikan dari aspek kronologi waktu akan terungkap bahwa pada
bulan Juli 1933 ketika di dalam Konferensi Partai Indonesia Partindo di Mataram, Soekarno pernah menyatakan; Bagi kaum Marhaen
73
, asas itu ialah Kebangsaan atau Kemarhaenan Marhaenisme . Di dalam
keputusan Konferensi tersebut, Soekarno menegaskan; bahwa Marhaenisme itu ialah Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi.
Sosio-nasionalisme
mengandung dua
konsep dasar,
iaitu; Internasionalisme dan Nasionalisme, dan Sosio-demokrasi mengandung
dua konsep dasar juga, iaitu; Demokrasi dan keadilan sosial.
74
Dengan demikian, dasar pemikiran Soekarno tidak tiba-tiba wujud pada sidang
BPUPKI, tetapi sudah tertanam dalam jiwanya semenjak tahun 1918 lagi.
Demikian juga dengan Muh. Yamin ketika dipecat dari keanggotaan Gerindo Gerakan Indonesia pada tahun 1939,
70
E. Saefuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan Sejarah Konsensus Nasional Antara Nasionalisme Islam dan nasionalisme Sekular Tentang
Dasar negara Republik Indonesia 1945 – 1959, h. 19
71
Soekarno, Lahirnya Pancasila, h. 30
72
Ibid. h. 15
73
Marhaen ialah terminologi yang dimaksudkan suatu masyarakat yang sebagian besar terdiri dari golongan bawah dengan sifat-sifat atau karakter orang
bawah, baik sebagai petani kecil, buruh kecil, pedagang kecil, pelajar kecil, pegawai kecil dan sebagainya. Dalam bahasa Jawa disebut; Wong cilik. Soekarno juga menyebut
istilah Marhaen ketika menyampaikan pidatonya di depan sidang BPUPKI. Lihat Soekarno, Indonesia Menggugat
–pidato pembelaan Bung Karno di depan Hakim Kolonial
– Jakarta: S.K. Seno, 1951 , hlm. 130. Lihat juga, Soekarno, Lahirnya Pancasila. h. 10
74
Soekarno, Lahirnya Pancasila, h. 28
276 kemudian Muh. Yamin bersama-sama dengan kawan-kawannya
mendirikan Partai Persatuan Indonesia Parpindo yang didasarkan pada faham Sosial-nasionalisme dan Sosial-demokrasi
75
. Jadi dasar pemikiran Muh. Yamin pun tidak mendadak lahir pada saat sidang
BPUPKI, tetapi sudah berakar dalam jiwanya semenjak tahun 40-an ke belakang.
Selain dari itu, jika diperhatikan penjelasan-penjelasan Soekarno yang disampaikannya pada sidang BPUPKI pada 1 Juni 1945 di mana
Soekarno sendiri banyak terpengaruh dengan pemikiran-pemikiran A. Baars dan Sun Yatsen. Dalam hubungan ini Soekarno menjelaskan
sebagai berikut;
Saya mengaku, pada waktu saya berumur 16 tahun duduk dibangku sekolah HBS sekolah menengah di Surabaya, Saya
dipengaruhi oleh seorang sosialis yang bernama A. Baars yang memberi pelajaran kepada saya, katanya; jangan berfahaman
kebangsaan, tetapi berfahamanlah rasa kemanusiaan sedunia . . . . . . . itu terjadi pada tahun 1917. Tetapi pada tahun 1918
alhamdulillah, ada orang lain yang mengingatkan saya, yaitu Sun Yatsen di dalam tulisannya San Min Chu I atau The Three
People`s Principle`s, saya mendapat pelajaran yang membogkar kosmopolitanisme yang diajarkan oleh A. Baars itu.
Dalam hati saya sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan oleh pengaruh The Three People`s Principles itu. Maka oleh
karena itu, jikalau seluruh bangsa Tionghoa China menganggap Sun Yatsen sebagai penganjurnya, yakinlah, bahwa
Bung Karno juga seorang Indonesia yang dengan perasaan hormat-sehormatnya merasa berterima kasih kepada Sun Yatsen
sampai masuk ke lubang kubur
76
. Ketika Soekarno berbicara mengenai prinsip kesejahteraan
sosial dalam pidatonya di depan sidang BPUPKI, Soekarno mengulangi lagi pengaruh San Min Chu I, antara lain Soekarno
menjelaskan sebagai berikut;
Saya di dalam tiga hari ini belum mendengar prinsip itu, yaitu prinsip kesejahteraan; prinsip tidak akan ada kemiskinan di
dalam Indonesia merdeka. Saya katakan tadi; prinsip San Min
75
Pringgodigdo, A.K. Sejarah Pergerakan Rakkyat Indonesia Jakarta: Dian Rakyat, 1967 , h. 110 - 112
76
Soekarno, Lahirnya Pancasila, h, 21
277 Chu I, ialah Mintsu, Min Chuan, Min Seng; Nasionalism,
Democracy, socialism. Maka prinsip kita harus . . . . . kesejahteraan sosial . . . . . sociale rechtvaardigheid . . . . .
77
. Pada tempat lain, ketika Soekarno membuat perbandingan
bagaimana Sun Yatsen menyediakan konsep untuk peletakan dasar negara Tionghoa China , Soekarno menyatakan sebagai berikut;
Di dalam tahun 1912 Sun Yatsen mendirikan negara Tionghoa merdeka, tetapi weltanschaungnya telah ada sejak tahun 1885,
kalau saya tidak salah dipikirkan, dirancangkan di dalam buku The Three People`s Principles, San Min Chu I; Mintsu, Min
Chuan, Min Seng; Nasionalisme, Demokrasi, Sosialisme, telah digambarkan oleh Sun Yatsen weltanschaung itu, tetapi baru
dalam tahun 1912 beliau mendirikan negara baru di atas weltanschaung San Min Chu I itu
78
. Kutipan di atas menunjukan bahwa pernyataan mengenai
rancangan dasar negara Indonesia, baik lima dasar Muh. Yamin, atau lima sila Soekarno bukanlah sesuatu yang kebetulan secara tiba-tiba
muncul ketika sidang pertama BPUPKI. Tetapi telah ada semenjak puluhan tahun ke belakang. Karena sebenarnya pernyataan-pernyataan
yang terungkap pada hari pertama sidang BPUPKI itu, terutama mengenai pemikiran sosial-nasionalisme dan sosial demokrasi bersama
dengan
pengertian-pengertiannya, yaitu;
Internasionalisme, Nasionalisme, Demokrasi dan Keadilan sosial pada hakekatnya sebagai
penjelmaan dari apa yang pernah terungkap sebelumnya. Kemudian, selain dari itu apa yang disampaikan Soekarno di atas, dapat dimengerti
bahwa Soekarno banyak dipengaruhi oleh peikiran dari luar, terutama yang datang dari Sun Yatsen dan A. Baars. Namun demikian, tidak
berarti bahwa keseluruhan konsepsi dasar Soekarno merupakan barang import. Sebab jika diperhatikan pernyataan-pernyataan Soekarno
dalam pidatonya itu bukanlah penyalinan seratus persen dari idea luar. Hal ini diakui sendiri oleh Soekarno bahwa; kalau kita mencari
demokrasi hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politik ekonomi demokrasi yang mampu
mendatangkan kesejahteraan sosial. Rakyat Indonesia sudah lama bicara tentang hal ini
79
. Ini dikarenakan seluruh benua Barat, menurut
77
Ibid. h. 24 - 26
78
Ibid., h. 14
79
Soekarno, Lahirnya Pancasila, h. 21
278 Soekarno, terutama Eropa dan Amerika bukankah justeru mereka kaum
kapitalis yang merajalela, karena di negara-negara tersebut tidak ada keadilan sosial, tidak ada demokrasi ekonomi, yang ada hanya politik
demokrasi
80
. Pernyataan ini sebagai indikasi bahwa tidak semua yang datang dari luar diterima begitu saja mentah-mentah, tetapi setidaknya
difilter, diproses atau diadobsi dengan pemikiran yang ada, sehingga yang muncul kemudian adalah sesuatu yang sintesis yang sesuai dengan
kondisi masyarakat, rakyat dan bangsa Indonesia. Selain dari itu yang berkenaan dengan konsep nasionalisme menurut Soekarno sudah
direalisasikan semenjak wujudnya kerajaan-kerajaan besar Indonesia di masa lalu, yaitu; Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Dalam konteks ini
Soekarno menyatakan; Kita hanya mengalami dua kali negara nasional, yaitu; ketika di zaman Sriwijaya dan zaman Majapahit
81
. Ini berarti bahwa faham nasionalisme sudah direalisasikan dalam bentuk yang
nyata semenjak lahirnya pemerintahan-pemerintahan besar di masa lalu. Hanya saja pada saat itu dasar negara masih belum terumuskan
dalam satu rumusan sistematik, maka pemikiran Sun Yatsen sebagaimana tertulis di dalam karyanya; The Three People`s Principles
membantu Soekarno dalam merumuskan pemikiran itu secara sistematik ke dalam pola kehidupan kenegaraan di Indonesia. Dari sini jelas dapat
ditegaskan bahwa konsepsi tentang rancangan dasar negara merupakan sintesis dari pemikiran yang datang dari luar dan kemudian diolah
dengan pandangan hidup yang telah ada semenjak berabad-abad lamanya. Realitas ini tepat seperti yang dinyatakan Muh. Yamin; Begitu
pulalah dengan ajaran Pancasila, suatu sinthese negara yang lahir dari antithese.
82
Hal ini serupa dengan yang ditegaskan Presiden Soeharto mantan Presiden RI ke-2 ; bahwa Pancasila sebenarnya tidak lahir
secara tiba-tiba pada tahun 1945, melainkan telah melalui proses panjang, dimatangkan oleh sejarah perjuangan bangsa kita sendiri,
melihat pengalaman bangsa-bangsa lain, diilhami oleh idea-idea besar
80
Pernyataan Soekarno tersebut masih relevan untuk saat ini, hanya seberapa besar pengaruh dari praktik kapitalisasme barangkali yang harus dipastikan. Dalam
realitas perpolitikan memang selalu didengungkan demokrasi, tetapi dalam hal ekonomi, tidak ada demokrasi, dalam arti keadilan ekonomi tidak ada, yang ada adalah
kapitalisme liberal.
81
Soekarno, LahirnyaPancasila, h. 19
82
Muh. Yamin, Pembahasan Undang-Undang Dasar Repunlik Indonesia Jakarta: Yayasan Prapanca, 1960 , h.454
279 dunia, tetapi dengan tetap berakar pada kepribadian dan idea-idea bangsa
kita sendiri
83
. Aspek lain dari pembahasan ini yang perlu diperhatikan ialah
bahwa kalau konsepsi tentang rancangan dasar negara, terutama yang digagas oleh Soekarno sepertinya banyak dipengaruhi oleh buku The
Three People`s Principles, maka konsep dasar Ketuhanan itu dari mana sumber inspirasinya ?. Dalam hubungan ini E. Saefuddin Anshari
menegaskan bahwa Muh. Yamin dan Soekarno menemukan prinsip Ketuhanan ini dari alam pikiran dan cita-cita yang diungkapkan oleh
para pemimpin Islam di dalam Badan Penyelidik BPUPKI , yang pada mulanya menolak dasar Kebangsaan dan mengajukan Islam sebagai
dasar negara
84
. Sesuatu yang sudah menjadi realitas memang bahwa pengertian Ketuhanan ini pada hakekatnya berlatar belakang Islam,
walaupun tidak selalu diterima oleh golongan bukan muslim. Ahmad Syafii Maarif menganalisisnya dari aspek lain dan menyatakan bahwa
jika menurut jalan pikiran Soekarno, Pancasila merupakan refleksi dari warisan sosiologis rakyat Indonesia yang kemudian Soekarno
merumuskannya dalam lima prinsip. Oleh karena itu, prinsip Ketuhanan pada mulanya tidak ada hubung kait secara organik dengan mana-mana
agama
85
. Dengan ungkapan lain; Tuhan dalam konsepsi Soekarno bersipat sosiologis, sehingga konsep Ketuhanan bersipat relatif
86
. Namun demikian, setelah terjadi perdebatan sengit antara pihak
Nasionali Islam dan Nasionalis Sekular di dalam Badan Penyelidik BPUPKI , sila Ketuhanan berubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa
dan ditetapkan menjadi sila pertama.
Dalam konteks ini, Hazairin berpendapat serupa dengan di atas dan menyatakan sebagai berikut;
Dari manakah sebutan Ketuhanan Yang Maha Esa itu ?, dari pihak Nasranikah atau pihak Hindukah atau dari pihak Timur
83
Soeharto, Pandangan Presiden Soeharto Tentang Pancasila Jakarta: Yayasan Proklamasi, CSIS, 1972 , h. 10
84
E. Saefuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan Sejarah Konsnsus Nasional Antara Nasionalis Islam dan Nasionalis Sekular Tentang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 – 1959, hlm. 23
85
Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan: Studi Tentang Percaturan Dalam Konstituante Jakarta: LP3S, 1985 , h. 144
86
Hal ini dapat dirujuk pada pandangan-pandangan Soekarno tentang konsep Ketuhanan yang bersifat evolutif dalam buku yang berjudul “ Pamcasila Sebagai Dasar
Negara “, dalam sub topik “ Ketuhanan Yang Maha Esa “.
280 Asing, yang ikut bermusyawarah dalam Panitia yang bertugas
menyusun Undang-Undang Dasar 1945 itu, tidak mungkin. Istilah Ketuhanan Yang Maha Esa itu hanya sanggup diciptakan
oleh otak kebijaksanaan dan iman orang Indonesia Islam, yakni
sebagai terjemahan pengertian yang terhimpun dalam “ Allahu al-
Wahid “ yang disalurkan dari Al-Qur`an, 2:163 dan dizikirkan dalam do`a kanzu al-Arasy baris 17
87
. Dalam hubungan ini Departemen Agama kini Kementerian
Agama Republik Indonesia turut pula menyampaikan pandangannya sebagai berikut;
. . . . . . ada hubungan antara prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila dengan ajaran teologi Islam . . . . . . bahwa
prinsip pertama Pancasila yang merupakan prima - ausa atau penyebab pertama itu adalah sejalan dengan beberapa ajaran
Tauhid Islam, yaitu Tauhid al-Sifat dan Tauhid al-Af`al . . . . . . Ajaran ini juga diterima oleh agama-agama lain di Indonesia
88
. Pada saat dibentuknya Panitia Pancasila yang beranggotakan
lima orang; Moh. Hatta, Ahmad Subardjo, A.A. Maramis, Sunario dan A.G. Pringgodigdo yang dianggap dapat memberikan pengertian
Pancasila yang sesuai dengan alam pikiran dan semangat lahir batin para penyusun Undang-Undang Dasar 1945, karena mereka orang-orang
yang aktif secara langsung dalam menyusun rancangan dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 di tahun 1945. Di dalam
salah satu sidangnya pernah terjadi diskusi mendalam terkait dengan sumber pengambilan dasar Ketuhanan, Sunario salah seorang anggota
Panitia dan tokoh PNI Partai Nasional Indonesia menyatakan; Bung Karno menegaskan bahwa beliau adalah salah seorang penggali
Pancasila, saya yakin benar. Moh. Hatta langsung menyambut; mungkin saja, tetapi yang jelas Bung Karno banyak mendapat ilham,
ya . . . memang demikian halnya, misalnya saja asas Ketuhanan dari pihak PSII Partai Syarikat Islam Indonesia yang menjadi dasar
perjuangan Partai itu
89
. Maka atas fakta inilah barangkali tidak
87
Hazairin, Piagam Jakarta Demokrasi Pancasila Jakarta: Tintamas, 1970 , h. 58
88
Department of Religious Affairs of the Republic of Indonesia, The History and the Role of the Department of Religious Affairs of the Republic of Indonesia
Jakarta: Burean of Public Relation, Department of Religious Affairs, 1975 , h. 11
89
Lihat, Moh. Hatta, Uraian Pancasila Jakarta: Mutiara, 1977 , h. 76
281 berlebihan jika Ahmad Syafii Maarif berpendapat bahwa penafsiran
yang menyimpang atau bertentangan dengan kepercayaan dasar Islam, berarti perkosaan terhadap fakta sejarah. Dalam arti bahwa prinsip
Ketuhanan Yang Maha Esa hanyalah cermin dari fenomena sosiologis masyarakat Indonesia yang religius
90
. Oleh karena itu tepatlah apa yang ditegaskan T.M. Usman El-Muhammady bahwa Pancasila ialah
filsafat kehidupan orang-orang beragama, karena sila pertama dari Pancasila adalah ajaran dan didikan agama
91
. Pandangan T.M Usman El-Muhammady benar sesuai dengan fakta, karena para perumus
Pancasila adalah orang-orang beragama. Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapatlah ditegaskan bahwa
prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa bersumberkan idea-idea besar para pemimpin yang berfahaman Nasionalis Islam. Oleh karena itu penulis
tidak sependapat dengan pandangan Hery J. Benda dan J.M. Van Der Kroef yang melihat Pancasila bersifat kejawen yang dinamik, meskipun
dari segi kajian akademik bisa diterima
92
. Karena sebutan kejawen berunsurkan sukuisme etnicity , selain identik dengan tingkat
keberagamaan yang bersifat abangan suatu terminologi yang berupaya mengkategorisasi umat Islam; Islam santri dan Islam abangan ,
sementara Pancasila sudah diterima sebagai dasar negara oleh seluruh rakyat dan bangsa Indonesia, maka Pancasila sebagai ideologi lintas
suku. Selanjutnya J.M. Van Der Kroef memberi analisa yang mengambang, yaitu; bahwa ada tiga pemikiran yang membentuk alam
pemikiran di Indonesia, ketiga ideologi inilah yang menjadi acuan dasar dalam perumusan Pancasila. Pertama; Ideologi tradional pra Islam
yang bercampur aduk dengan mitos sosial Hinduisme. Kedua; Islam, baik yang beraliran kaum tua, yaitu golongan dari umat Islam yang
mengacu pada tradisi dan belum menerima modernisasi alam pemikiran, ataupun aliran kaum muda, yaitu golongan umat Islam yang sudah
menerima modernisasi dalam perjuangan. Ketiga, Liberalisme yang
90
A. Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan, Studi Tentang Percaturan Dalam Konstituante Jakarta: LP3S, 1985 , h. 63
91
T.M. Usman El-Muhammady, Antropologi Religi dan Pancasila Jakarta: Pustaka Agus Salim, 1969 , h. 7 - 10
92
Hery J. Benda, Continuity and Chang In Southeast New Haven: Yale University, 1972
– Southeast Asia Studies Monograph Series No. 18, h. 180. Lihat juga, Ridwan Saidi, Islam dan Nasionalisme Indonesia Jakarta: Lembaga Studi
Informasi Pembangunan LSIP, 1995 ,h. 112
282 bercampur dengan ideologi Marxisme
93
. Boleh jadi pandangan Van Der Kroef sebatas berdasarkan klaim Soekarno ketika nenyatakan
bahwa dirinya salah seorang nasionalis yang tetap menganut Islam dan tetap Marxis. Bagi Soekarno, Pancasila adalah sebagai manifestasi dari
kepribadian bangsa Indonesia, yaitu gotong royong
94
. Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa Pancasila adalah hasil
ramoan dari pemikiran-pemikiran yang datang dari luar, kemudian diproses atau diadon dengan pemikiran-pemikiran yang sudah ada
semenjak ratusan tahun ke belakang dan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa berasal dari para pemikir Nasionalis Islam. Soekarno, Muh.
Yamin, Soepomo, H. Agus Salim, A.Wahid Hasyim dan lain-lainnya adalah orang-orang yang berjasa dalam merumuskan idea-idea itu
sehingga terbentuk menjadi satu rumusan yang dipergunakan sebagai dasar dan ideologi negara Indonesia. Dalam istilah yang dikemukakan E.
Saefuddin Anshari; Pancasila Soekarno dan lima dasar Yamin adalah sebagai pernyataan kembali empat segi marhaenisme Soekarno yang
dirumuskannya pada tahun 1933 ditambah dengan Ketuhanan yang bersumber dari para pemikir Nasionalis Islam
95
. Maka tidak ada alasan bagi bangsa Indonesia untuk tidak menghargai dan mengenang jasa para
perumus Pancasila dan pendiri negara founding fathers Republik Indonesia.
5
. Pancasila Dalam Rumusan Piagam Jakarta
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa setelah persidangan pertama Badan Penyelidik BPUPKI pada 1 Juni 1945 selesai dan
semua pemikiran tentang rancangan dasar negara telah diinpentarisir, maka untuk pertama kalinya Pancasila sebagai rangcangan dasar negara
mendapatkan rumusannya yang lengkap dan sempurna pada 22 Juni 1945 dalam suatu dokumen yang ditanda tangani oleh sembilan
93
Lihat J.M. Van Der Kroef, Indonesia In Modern World Bandung: Masa Baru Ltd., 1956 h. 199
94
Gotong royong atau kerja sama adalah tradisi budaya bangsa Indonesia yang sesuai dengan ajaran Islam. Karena Islam mengajarkan tolong menolong antara
sesama umat dalam kebaikan. Akar budaya ini kemudian dimanifestasikan Soekarno menjadi kerangka dasar bagi bangsa Indonesia untuk merealisasikan amanat
penderitaan rakyat.
95
E. Saefuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan Sejarah Konsensus Nasional Antara Nasionalis Islam dan Nasionalis Sekular Tentang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945, h. 20
283 anggota Panitia khusus
96
. Sembilan orang anggota Panitia khusus tersebut, ialah; Soekarno, Moh. Hatta, A.A. Maramis, Abikoesno
Tjokrosoejoso, Abdulkahar Muzakir, H. Agus Salim, Ahmad Soebardjo, A. Wahid Hasyim dan Muh. Yamin
97
. Sebelum melangkah lebih lanjut ke pembahsan yang sangat vital
dalam sejarah pembentukan negara Indonesia, ada baiknya dikemukakan sedikit tentang deskripsi latar belakang pemikiran dan agama yang
dianut oleh masing-masing sembilan tokoh pemimpin bangsa tersebut, sehingga dapat diketahui arah pemikiran mereka, sebagai berikut;
1. Soekarno: beragama Islam, seorang nasionalis, pendiri dan ketua Partai Nasional Indonesia 1927, kemudian ketua Partai
Indonesia 1933. 2. Mohammad Hatta: Beragama Islam, taat perintah agama,
seorang nasionalis demokrat, pengurus Perhimpunan Indonesia di Nederland 1923, dan kemudian pengurus Pendidikan Nasional
Indonesia 1933.
3. A.A. Maramis: Beragama Kristen, seorang nasionalis. 4. Abikoesno Tjokrosoejoso: beragama Islam, seorang nasionalis,
pengurus Partai Syarikat Islam Indonesia PSII . 5. Abdulkahar Muzakir: beragama Islam, seorang nasionalis Islam,
anggota Majlis Syura Muslimin Indonesia MASYUMI . 6. Agus Salim: beragama Islam, seorang nasionalis Islam, pengurus
Syarikat Dagang Islam SDI , kemudian PSII. 7. Ahmad Subardjo: beragama Islam, seorang nasionalis, kemudian
menjadi anggota MASYUMI. 8. A. Wahid Hasyim: beragama Islam, seorang nasionalis Islam,
pengurus Nahdhatul Ulama NU , dan anggota MASYUMI. 9. Muh. Yamin: beragama Islam, seorang nasionalis, anggota Partai
Indonesia Partindo 1933, anggota Partai Murba, kemudian Front Pembela Pancasila
98
.
96
Lihat Prawoto Mangkusasmito, Pertumbuhan Historis Dasar Negara dan Sebuah Proyeksi Jakarta: Bulan Bintang, 1970 , h. 15
97
Lihat Muh. Yamin, Pembahasan Undang-Undang dasar Republik Indonesia Jakarta: Yayasan Prapanca, 1960 , h. 160. Lihat juga, Soepardo et al,
Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia - Sivics Jakarta:: Dinas Penerbitan Balai Pustaka, 1962 h. 62
98
Lihat Noor Ms. Bakry, Pancasila Yudridis Kenegaraan Yogyakarta: Liberty, 1985 , h, 212
284 Panitia khusus ini telah mengadakan sidangnya yang dihadiri
juga oleh anggota-anggota Badan Penyelidik BPUPKI lain, sehingga menjadi tiga puluh delapan 38 orang, mereka kebetulan sedang berada
di Jakarta pada 22 Juni 1945. Sidang ini dipimpin langsung oleh Soekarno sendiri
99
. Hal ini sebagaimana dilaporkan Soekarno pada sidang lengkap ke dua Badan Penyelidik BPUPKI yang berjalan dari
10 – 17 Juli 1945; bahwa Panitia khusus ini pada tanggal 22 Juni 1945
telah mengadakan inisiatif mengadakan pertemuan dengan tiga puluh delapan anggota Badan Penyelidik, di mana sebagian dari mereka
sedang menghadiri sidang Cuo Sangi In semacam sidang Parlemen . Oleh karena itu sidang ini seperti diutarakan Soekarno sebagai sidang
antara Panitia khusus dengan anggota-anggota Badan Penyelidik. Sidang ini telah berhasil menghimpun semua usulan dari para anggota
Badan Penyelidik
100
. Sembilan anggota Panitia khusus ini kemudian mengadakan pertemuan untuk merumuskan rancangan dasar negara
berdasarkan pandangan-pandangan umum dari para anggota sidang. Menurut Lembaga Soekarno
–Hatta, rumusan Pancasila dari Soekarno dijadikan bahan pembahasan
101
. Hasil rumusan mereka kemudian disetujui pada tanggal itu juga, yaitu 22 Juni 1945, dan kemudian
rancangan itu diberi nama Piagam Jakarta. Salah satu tujuan dari pembentukan Panitia khusus adalah
untuk mencari modus operandi antara golongan Nasinalis Islam dan golongan Nasionalis Sekular mengenai soal hubungan agama dan
negara. Persoalan ini rupa-rupanya sebagaimana dikemukakan Nugroho sudah muncul selama persidangan pertama BPUPKI, dan bahkan
mungkin sudah terjadi sebelumnya. Walau bagaimanapun, Panitia khusus ini telah berhasil mencapai modus dalam bentuk suatu rancangn
pembukaan hukum dasar yang kemudian disebut Piagam Jakarta.
102
Dalam konteks ini Muh. Yamin menegaskan sebagai berikut; Dalam bulan Juni 1945 itu juga, yaitu pada tanggal 22 juni
1945 dan hampir dua bulan sebelum hari Proklamasi, maka
99
Lihat Prawoto Mangkusasmito, Pertumbuhan Historis Dasar negara dan Sebuah Proyeksi, h. 15
100
Lihat Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 945, Jld. 1, h. 148
101
Lihat Lembaga Soekarno – Hatta, Sejarah Lahirnya Undang-Undang
Dasar 1945, h. 98
102
Lihat Nugroho Notosusanto, Pancasila Dasar Falsafah Negara Jakarta: PT. Bina Aksara, 1983 , h.22
285 untuk menetapkan dasar dan tujuan negara serta untuk
mempersatukan aliran politik dan agama, ajaran Pancasila itu dirumuskan dalam Piagam Jakarta yang dipergunakan untuk
mempersatukan segala aliran dan ditanda tangani di gedung Pegangsaan Timur 56, tempat Bung Karno waktu itu berdiam
tinggal oleh sembilan orang pemimpin
103
. Panitia khusus inilah yang menghasilkan rumus yang
menggambarkan maksud dan tujuan pembentukan negara Indonesia merdeka. Rumusan hasil Panitia ini, Muh. Yamin memberinya nama
Jakarta Charter atau Piagam Jakarta
104
. Kemudian jika diperhatikan pernyataan Soekarno dalam laporannya yang disampaikan pada sidang
Badan Penyelidik 10 Juli 1945, Soekarno mengakui secara jujur bahwa tugas Panitia Sembilan Panitia khusus ini sangat berat karena
terjadi perselisihan pandangan antara golongan Nasionalis Sekular dan golongan
Nasionalis Islam.
Dalam hubungan
ini Soekarno
menegaskankan demikian; Allah Subhanahu wa Ta`ala memberkati kita, sebenarnya ada
kesukaran mula-mula, antara golongan yang dinamakan Islam dan golongan yang dinamakan golongan Kebangsaan
105
. Mula-mula ada kesukaran mencari kecocokan faham anatara
kedua golongan itu, terutama mengenai soal agama dan negara, tetapi . . . . . . . . . . kita sekarang sudah ada persetujuan
106
.
103
Lihat Muh. Yamin, Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Jakarta: Yayasan Prapanca, 1960 , h. 290
104
Lihat Notonagoro, Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila T.tp. T. pt., 1967 h. 14
105
Penggunaan istilah golongan Islam dan golongan Kebangsaan sebagaimana disampaikan Soekarno pada dasarnya mengelirukan, karena realitasnya
tidak menepati sasaran pengertian, karena Soekarno, Moh. Hatta, Muh. Yamin dan lain-lainnya yang disebut sebagai golongan Kebangsaan adalah orang-orang Islam
Muslim . Demikian juga tokoh-tokoh seperti Abdulkahar Muzakir, Agus Salim, A. Wahid Hasyim dan lain-lainnya yang dikatakan sebagai golonga Islam pada saat yang
sama adalah juga orang-orang nasionalis atau kebangsaan. Titik perbedaannya terletak pada segi kefahaman mereka terhadap ke-Islaman. Oleh karena itu penggunaan
istilah yang tepat dalam konteks ini adalah golongan Nasionalis Islam dan golongan Nasionalis Sekular. Hal ini sebagaimana diperkuat Marwati Djoened dan Nugroho
Notosusanto dalam karyanya; Sejarah Nasional Indonesia IV, dan E. Saefuddin Anshari dalam karyanya; Piagam Jakarta 22 Juni 1945..
106
Lihat Muh. Yamin, Naskah Persipan Undang-Undang Dasar 1945, Jld. 1, hlm. 145. Lihat juga, Notonagoro, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1956 , h. 33
286 Berdasarkan penjelasan Soekarno di atas, dapat difahami
bahwa dalam pembahasan soal dasar negara sebagai klimaks dari persoalan hubungan anatara agama dan negara, Panitia khusus Panitia
Sembilan pada tahap awal mengalami hambatan karena terjadi perdebatan sengit akibat perbedaan pandangan antara para Nasionalis
Islam dan para Nasionalis Sekular, tetapi pada akhirnya mencapai kesepakatan antara kedua golongan tersebut. Sebenarnya perdebatan
ini bukan saja terjadi di antara para anggota Panitia khusus, tetapi terjadi juga perdebatan ketika diadakan sidang pleno dalam sesi
pandangan umum terhadap Piagam Jakarta. Perdebatan ini tentu saja melibatkan semua anggota Badan Penyelidik BPUPKI . Selanjutnya
Soekarno melaporkan hasil kerja Panitia Sebilan berupa rancangan hukum
dasar yang
disebut Preambul,
Mukaddimah atau
Pendahuluan. Dalam hubungan ini Soekarno menyatakan sebagai
berikut; Panitia kecil Panitia Sembilan menyetujui rancangan
Preambul
yang disusun oleh anggota-anggota yang terhormat; Moh. Hatta, Muh. Yamin, Soebardjo, A.A. Maramis, Muzakir,
A. Wahid Hasyim, Soekarno, Abikoesno Tjokrosoejoso dan Haji Agus Salim itu adanya. Marilah saya bacakan usul rancangan
Pembukaan itu kepada tuan-tuan
107
. Kemudian Soekarno membacakan Preambul atau Pembukaan
tersebut sebagai berikut;
PEMBUKAAN Preambul
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sanpailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa
menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
107
Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jld 1, h. 154
287 Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,
maka disusunlah kemerdekaan bangsa Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada; Ketuhanan dengan
kewajiban
menjalankan Syariat
Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, menurut dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia
108
.
Preambul ini menjadi Mukaddimah atau Pendahuluan
rancangan Undang-Undang Dasar 1945, yang kemudian dikenal dengan sebutan Piagam Jakarta atau Jakarta Charter. Hal ini sebagaimana
ditegaskan Muh. Yamin sebagai berikut;
Mukaddimah ini adalah suatu Jakarta Charter, yang meliputi dasar-dasar negara Indonesia merdeka, berisi dasar-dasar
daripada aliran-aliran yang ada di Pulau Jawa, sehingga di dalam Jakarta Charter ini, yang kini ditulis berupa Mukaddimah
Undang-Undang Dasar itu, ada disebutkan; bahwa negara dibentuk atas kemauan bangsa kita sendiri dan untuk
kepentingan rakyat, yang menginginkan suatu declaration of right, atau declaration of independence dan suatu constitution
republic
109
.
108
Lihat Muh. Yamin, Pembahsan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, h. 154
109
Muh. Yamin, Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, h. 228
288 Preambul atau Piagam Jakarta ini ditanda tangani pada 22
Juni 1945 di gedung Pegangsaan Timur No. 56, tempat Bung Karno waktu itu tinggal oleh Panitia Sembilan.
110
termasuk A.A. Maramis yang beragama Kristen. Dan oleh karena Preambul ini ditanda tangani di
Jakarta, maka kemudian dikenal dengan sebutan Piagam Jakarta atau Jakarta Charter, suatu sebutan untuk pertama kalinya digunakan oleh
Muh. Yamin
111
, dan bahkan sampai saat ini di era Reformasi masih tetap populer dengan sebutan Piagam Jakarta. Selain sebutan Piagam
Jakarta juga disebut Gentlement Agreement berdasarkan pernyataan Muh. Yamin; Adapun yang kita persembahkan kepada rapat ini adalah
pula sebagai gentlement agreement, seperti gentlement agreement kota Magelang yang dimaksud oleh tuan Dr. Soekiman
112
. Rumusan Pancasila yang pertama dan dalam bentuk yang
lengkap sebagaimana diungkapkan Prawoto, bahwa di dalam Piagam Jakarta terdapat rumusan Pancasila yang pertama dan lengkap, yaitu
yang terdapat secara berturut-turut pada paragraf ke empat dari Piagam ini
113
, meskipun terdapat juga pada paragraf pertama, kedua, ketiga tetapi tidak sistimatis
114
. Pancasila yang terumuskan dalam Piagam Jakarta ini berbunyi sebagai berikut;
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
1. Kemanusiaan yang adil dan beradab, 2. Persatuan Indonesia,
3. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, 4. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Demikianlah rumusan Pancasila di dalam Piagam Jakarta. Suatu rumusan yang disusun berdasarkan hasil musyawarah Panitia Sembilan
Panitia Khusus ; Suatu susunan yang konfrehensif dan sistematik.
110
Ibid. h. 290
111
E. Saefuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan Sejarah Konsensus Nasional Antara Nasionalis Islam dan Nasionalis Sekular Tentang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 – 1959, h. 32
112
Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jld. 1, h. 228
113
Lihat Prawoto Mangkusasmito, Pertumbuhan Historis Rumus Dasar Negara dan Sebuah Proyeksi, h. 15 - 16
114
Muh. Yamin, Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesiaq, h. 289
289