Ketimpangan Ekonomi Memperlambat Pembangunan

419 Sebuah fakta yang tidak dapat disembunyikan bahwa masyarakat Indonesia dewasa ini, meskipun sudah berada di era Reformasi, masih tetap memperlihatkan ketidak mampuan untuk melepaskan diri dari ciri-ciri ekonomi tradisional, meskipun industrialisasi sudah berkembang dan para miliyarder miliyonerorang kaya baru –OKB- bermunculan, tetapi yang menjadi fenomena di lapangan sebagian sebagian rakyat masih hidup bergantung pada hasil pertanian, pendapatan perkapitanya masih rendah dan pembagian pendapatan nasional masih belum merata. Berdasarkan pengalaman-penglaman masa lalu menunjukkan bahwa rakyat Indonesia masih belum dapat menerapkan teknologi tinggi untuk mengejar ketinggalan. Rakyat Indonesia terpaksa masih harus menerapkan teknologi sederhana untuk mencegah agar tidak sampai pembangunan yang tengah berjalan terkendala. Hal ini tentu saja bisa berimplikasi pada terjadinya pengangguran rakyat secara besar-besaran. Pengangguran akan berdampak pada bertambahnya masalah-masalah sosial social problems , antaranya kemiskinan, kriminalitas, dan sebagainya. Dari aspek lain, dalam masyarakat yang sedang berkembang, masalah-masalah sosial akan bertambah terus dari waktu ke waktu karena meningkatnya pembangunan di berbagai wilayah yang tidak diringi dengan pembukaan lapangan pekerjaan baru secara merata. Pembangunan akan melahirkan perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan ini walaupun kelihatannya menyangkut aspek material, tetapi akan berimplikasi pada perubahan-perubahan nilai hidup manusia. Ini tidak berarti bahwa kita tidak menghendaki perubahan dari masyarakat petani ke masyarakat industri sebagai ciri negara maju, tetapi perubahan-perubahan itu bagaimana agar tidak memunculkan shock culture atau mengakibatkan terpinggirnya nilai-nilai luhur, seperti sikap bersopan santun, kepedulian kepada orang-orang fakir miskin, saling bantu membantu, saling hormat menghormati antara sesama, komitmen pada adat istiadat atau tradisi yang baik, dan sebagainya. Jika memperhatikan beberapa tahun silam, yaitu pada sekitar tahun-tahun 1989 ketika Indonesia dilanda krisis berbagai dimensi, Indonesia 420 menurut Adi Sasono 370 tengah menghadapi dua tantangan besar, Pertama; adanya kesenjangan melebar antara golongan kaya dan golongan miskin, Kedua; kecendrungan meningkatnya ketergantungan kaum miskin kepada para pemilik modal dan ketergantungan Indonesia kepada negara-negara maju. Kedua-dua masalah tersebut, menurut Adi Sasono telah sampai ke tingkat kritis, bahkan dikatakannya kedua-dua masalah tersebut sampai ke tingkat mengancam persatuan dan kesatuan nasional 371 . Apa yang diketengahkan Adi Sasono di atas, memberikan deskripsi bahwa masalah yang terjadi di Indonesia waktu itu adalah terjadinya jurang pemisah gap lebar antara yang kaya dan yang miskin, dan kondisi ini berimplikasi terjadinya ketergantungan orang miskin kepada orang kaya dan pada saat yang sama terjadinya ketergantungan Indonesia kepada negara-negara maju terutama kepada Jepang, Eropa dan Amerika . Fenomena ini sebagai akibat dari salah urus terhadap aktifitas perekonomian yang didominasi oleh segelintir orang-orang tertentu yang menguasai pasar, dan secara kebetulan mendapatkan fasilitas-fasilitas dari Pemerintah yang berkuasa waktu itu. Budaya monopoli ini sebenarnya terjadi sebagai akibat dari tidak adanya keadilan sosial, terutama dalam hal pemberian modal kepada rakyat dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara merata. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa pada waktu itu tidak ada upaya-upaya pemeretaan ekonomi, tetapi mungkin efektifitasnya yang masih pada tingkat belum maksimal. Hal ini sebagaimana ditegaskan Adi Sasono bahwa; memang telah dilakukan beberapa bentuk bantuan, mulai bantuan karikatif amal kebajikan , pinjaman modal sampai pada bentuk bapak angkat, tetapi upaya-upaya ini belum maksimal. Dalam arti lain, upaya-upaya ini belum melahirkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan, merata dan agresif 372 . Hal ini memunculkan fenomena di mana orang-orang kaya bertambah kaya, dan orang-orang miskin tetap miskin, atau bahkan semakin miskin. 370 Adi Sasono pernah menjabat Menteri Koperasi dalam Kabinet Reformasi di era BJ. Habibie. 371 Adi Sasono, Keadilan Sosial Tema Abadi, dalam, Muntaha Azhari, Abdul Mun`im Saleh Pnyt. , Islam Indonesia Menatap Masa Depan Jakarta: P3M, 1989 , h. 108 372 Ibid. h. 109 421 Untuk penyelesaian masalah, pemberian modal secara merata kepada seluruh rakyat yang memerlukan harus segera dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi yang signifikan, tentu saja ini harus melalui skema dan syarat yang tidak terlalu ketat, serta melalui bimbingan dan penyuluhan yang memadai dan efektif agar sasaran yang diharapkan dapat tercapai. Pemberian modal dalam jumlah besar kepada para pengusaha besar ternyata tidak banyak memberikan efek meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang merata, dan justru malah menciptakan sistem ekonomi kapitalis. Kesejahteraan yang menjadi impian rakyat banyak, tidak kunjung datang. Rakyat banyak, meskipun di era Reformasi , masih tetap dibuai dengan janji-janji perbaikan nasib di masa depan. Harga barang kebutuhan pokok seperti; beras, sayur mayor, barang bangunan, gas, BBM, transportasi, baik udara, darat ataupu angkutan laut dan sebagainya semakin hari semakin meningkat, bahkan terkesan sekali naik tetap akan naik terus, sepertinya sudah menjadi fenomena bahwa jika barang sudah naik tidak mungkin akan turun kembali. Kenaikan harga barang yang tidak terkontrol ini mengakibatkan terjadinya inflasi berkali-kali di luar kewajaran. Sementara pendapatan rakyat banyak tidak memadai, akibatnya surplus antara pendapatan dan pengeluaran tidak seimbang, justru pengeluaran lebih tinggi ketimbang pendapatan income , hal ini berakibat sering terjadinya defisit deficit . Kondisi ini menyebabkan rakyat terpaksa mencari tambahan di luar jam kerja bagi para pegawai, baik negeri ataupun swasta dengan menguras tenaga dan fikiran untuk menutupi kekurangan. Jika kondisi ini berterusan dari hari ke hari, dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun, maka perekonomian rakyat akan bermasalah. Memperbaiki dan upaya pemulihan kondisi perekonomian yang parah tentu saja memerlukan waktu yang tidak sebentar, karena menyangkut berbagai aspek yang harus diperhatikan, antaranya; perilaku dan kebijakan para pembuat kebijakan decition makers serta implementasi dari kebijakan-kebijakan yang tepat dan pasti. Apa yang terjadi sebagaimana digambarkan di atas adalah sebagai akibat dari tidak adanya keadilan menyeluruh keadilan sosial pada masyarakat dalam berbagai aspeknya. Secara umum dapat ditegaskan bahwa berbagai persoalan itu terjadi sebagai akibat dari; 422 1. Terjadinya pemusatan kekayaan dan pemilikan atas alat-alat produksi serta gaya hidup mewah pada sekelompok anggota masyarakat. 2. Kebijakan-kebijakan yang tidak tepat terhadap perekonomian nasional karena didasarkan kepada kepentingan kelompok tertentu, bukan atas dasar keberpihakan kepada rakyat, atau atas dasar pertimbangan kemaslahatan rakyat banyak. 3. Tidak adanya kontrol kawalan dari Pemerintah terhadap kenaikan harga barang, seolah-olah terkesan selama ini bahwa kenaikan harga barang diserahkan kepada para pemain pasar untuk menentukan naik –turunnya harga barang, ini sebenarnya sebagai akibat dari diberlakukannya pasar bebas free trade market , maka tidak heran jika dalam setahun saja bisa terjadi kenaikan harga berkali-kali, akibatnya terjadi inflasi yang tidak bisa dibendung, akibat lanjutnya adalah daya beli masyarakat menurun. 4. Terjadinya PHK pada beberapa perusahan, baik besar atau kecil. Hal ini menyebabkan bertambahnya pengangguran. 5. Meluasnya kemiskinan, dan memburuknya kondisi ekonomi yang berimplikasi terjadinya ketimpangan-ketimpangan pendapatan. Fenomena ini menurut T. Mulya Lubis sering dilaporkan sebagai masalah yang terjadi pada negara-negara berkembang yang melaksanakan program pembangunan berorientasikan gross national product atau penghasilan kasar negara 373 . Dalam hal ini termasuk Indonesia yang terus menerus terjadi ketimpangan-ketimpangan ekonomi, sehingga hal ini berimplikasi lambannya pembangunan Indonesia untuk mencapai negara maju, baik dalam skala regional ataupun Internasinal.

10. Keberhasilan Membangun Indonesia Ke Depan

Namun demikian, secara umum dapat ditegaskan bahwa untuk mencapai keberhasilan pembangunan ke depan terletak pada sejauh mana rakyat Indonesia mampu merealisasikan beberapa faktor di bawah ini, antaranya; 373 T. Mulya Lubis Pnyt. , Laporan Keadaan Hak Asasi Manusia Di Indonesia Jakarta: Djaya Pirusa, 1989 , h. 26-27 423 a. Adanya stabilitas politik dan ekonomi yang mantap, b. Terciptanya situasi yang bebas yang dapat menumbuhkan daya kreatifitas masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, c. Adanya modal yang cukup memadai untuk mendanai proyek-proyek pembanguan, d. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih, e. Profesionalitas yang tinggi dalam bekerja berdasarkan kejujuran dan tanggung jawab, f. Pemberantasan korupsi yang lebih efektif dan signifikan. Kesemuanya itu terletak pada kemampuan dan upaya-upaya pemerintah dan rakyat Indonesia dalam merealisasikan faktor-faktor tersebut dan tentu saja harus selalu dilakukan evaluasi dari waktu ke waktu, agar upaya-upaya tersebut membuahkan hasil yang lebih berarti bagi pembangunan bangsa dan negara di masa depan. Terkait dengan korupsi. Korupsi pada dasarnya mengakibatkan kerugian bagi negara dan rakyat banyak, karena uang negara digerogoti dan digelapkan oleh para koruptor. Jika korupsi tidak diberantas, maka negara dan bangsa Indonesia bisa terperosok ke dalam jurang pailit atau bengkraf. Maraknya tindak kejahatan, termasuk dalam hal ini tindakan korupsi, dalam batas-batas pandangan agama agama Islam adalah karena faktor mentalitas bangsa Indonesia yang rendah yang tidak memiliki sikap jujur amanah dan tanggung jawab, karena korupsi terjadi bukan saja karena tidak adanya iman di dalam hati, tetapi juga bisa terjadi karena adanya kesempatan atau peluang untuk melakukannya, meskipun dari aspek lain dapat dikatakan bahwa korupsi terjadi karena adanya salah satu dari tiga faktor, yaitu; Pertama, karena kebutuhan, Kedua, karena serakah, dan Ketiga, karena sistem yang berlaku menyebabkan orang mudah melakukan tindak korupsi. Tidak dapat dipungkiri bahwa upaya-upaya pemberantasan korupsi menjadi agenda utama Pemerintah di era Reformasi melalui badan yang diamanati untuk menuntaskan masalah korupsi, yaitu; KPK Komisi Pemberantasan Korupsi . Di era Reformasi banyak terjadi penangkapan terhadap orang-orang yang diduga melakukan tindak korupsi, baik pejabat Eksekutif, Legislatif, dan bahkan para pejabat Judikatif. Tetapi upaya-upaya pemberantasan korupsi masih berkutat berjalan di tempatnya,.Pemberantasan korupsi dinilai masih belum membuahkan hasil signifikan, faktanya bahwa hukuman yang dikenakan kepada para terpidana korupsi tidak menimbulkan rasa jera,