Permasalahan sosial, budaya dan lingkungan, seperti;

327 dan flu burung akibat tidak adanya sistem penanganan kesehatan yang terpadu, Narkoba yang terus menjadi-jadi akibat penanganan yang tidak memberikan jera, TKI yang selalu bermasalah terutama terjadi di beberapa negara, seperti di Malaysia, Arab Saudi dan sebagainya.

2. Permasalahan Ekonomi; seperti, Kemiskinan, Pengangguran,

Pemutusan hubungan kerja PHK , Penyediaan listrik energi, Penyelundupan, Ketimpangan ekonomi, Infrastruktur yang tidak yang tidak layak digunakan, Angkutan umum yang tidak layak pakai terutama angkot-angkot, Pungutan liar, Industri militer yang lemah, Daya saing yang lemah, dan sebagainya.

3. Permasalah hukum; seperti, Makelar kasus Mafia hukum ,

Mafia Peradilan, Para penegak hukum Kejaksaan, Kepolisian dan KPK yang kurang kredibel, Illegal loging, Illegal fishing, Birokrasi yang bertele-tele, Kepastian hukum yang tidak menentu, Wilayah perbatasan yang sering terusik, seperti dengan Malaysia, dan sebagainya.

4. Permasalahan Pendidikan; seperti, Kualitas pendidikan

rendah, Daya saing lulusan pendidikan dalam negeri lemah, Universitas tidak berdaya saing di tataran level dunia, kos biaya pendidikan tinggi, dan sebagainya. Semua permasalahan yang muncul ke permukaan tersebut akan berdampak pada lambatnya pertumbuhan ekonomi dan munculnya berbagai permasalah baru. Hal ini berimplikasi pada masih jauhnya cita-cita terciptanya kesejahteraan dengan berbagai pasilitas yang memadai bagi rakyat dan bangsa Indonesia seluruhnya. Penyebab utamanya baik disadari atau tidak adalah mentalitas bangsa yang lemah, yaitu tidak adanya sikap amanah dan kejujuran pada diri sendiri, pada masyarakat, pada bangsa, dan bahkan kepada Tuhan Allah . Bisa dipastikan bagaimana mungkin dengan sesama manusia saja tidak jujur atau amanah, apalagi dengan Tuhan Allah , Zat yang tidak bisa dilihat Maha Ghaib . Di awal era Orde baru, Pancasila seolah mendapatkan tempat istimewa di mata masyarakat dan bangsa Indonesia. Di setiap sudut dan penjuru negeri, Pancasila selalu menggema, di sekolah-sekolah, di pasar, di rumah-rumah, di instansi-instansi Pemerintah atau swasta, setiap rakyat Indonesia, tua, muda, kecil, semuanya harus berpahaman Pancasilaisme. Pencitraan kondisi seperti ini diperluas ke setiap lapisan 328 masyarakat dari tingkat atas sampai tingkat Rt. dan Rw. Tetapi kemudian tanpa disadari, Pemerintah Orde Baru terjebak ke dalam kondisi diktatorial dan tirani. Hal ini memunculkan stigma bahwa Pemerintah Orde Baru telah menempatkan Pancasila sebagai alat untuk kepentingan politik, sebagai upaya melindungi sikap diktatorialnya, termasuk mematikan lawan politiknya yang tidak sejalan dengan kebijakannya 209 , dengan tuduhan tidak Pancasilais, bahkan yang lebih tragis tuduhan subversif; suatu tuduhan yang tidak mencerminkan sikap demokratis sebenarnya, sehingga terciptra kondisi yang apatis di kalangan masyarkat, Jadinya, daya kreativitas dan daya kritisnya terhambat, akibatnya perasaan takut dan tidak percaya diri menyelimuti lapisan masyarakat banyak, terutama masyarakat kalangan bawah. Ini artinya bahwa rakyat dan bangsa Indonesia di era Orde Baru sangat lambat dalam mengejar perkembangan dan kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti; pertumbuhan ekonomi yang merata, kualitas pendidikan yang bisa dibanggakan, kemajuan teknologi dan sebagainya, meskipun tidak dinafikan ada pencapaian signifikan di beberapa bidang, seperti antaranya; ketahanan dan stabilita politik nasional, keberhasilan dalam menekan tingkat laju pertumbuhan penduduk melalui kebijakan sistem KB Keluarga Berencana , suwasembada pangan, dan lain-lain. Tetapi keberhasilan Pemerintah Orde Baru dalam beberapa sektor pembangunan tersebut tidak dapat membawa Indonesia ke tingkat pencapaian yang membanggakan, tetap saja Indonesia tergolong negara yang lamban. Indonesia dalam banyak hal telah banyak ketinggalan jika dibandingkan dengan negara-negara tetangganya, seperti Singapura dan bahkan Malaysia, yang sama-sama bangsa serumpun, yaitu bangsa Melayu, apalagi dengan negara-negara lain di dunia Eropa, Amerika, Jepang dan sebagainya. Pada saat yang bersamaan, justeru Pemerintah Orde Baru menunjukan keadaan yang bersebrangan, karena menggunakan pendekatan; Demokrasi Pancasila, yang berarti bahwa pelaksanaan Demokrasi sebagai sistem perpolitikan nasional mengacu pada nilai-nilai yang terkadung di dalam Pancasila. Memang dapat dimengerti bahwa dengan menjadikan idea ini sebagai dasar dan langkah politik rezim Orde Baru, bisa diambil kesimpulan bahwa Demokrasi Pancasila mewakili 209 Lihat Ricklefs, Sejarah Indonesia, h. 432, Lihat juga Bachtiar Effendi, Islam dan Negara Transformasi Gagasan dan Praktik Politik Islam di Indonesia, Jakarta: Paramadina, 1998 , h. 47