Manusia Dan Cita-Cita Hidup

374 perlu ditegaskan di sini adalah bahwa manusia Indonesia dan bahkan manusia di mana pun berada di dunia ini adalah makhluk Allah 302 . Di dalam al-Qur`an terdapat banyak ayat-ayat yang menunjukkan bahwa manusia itu makhluk Allah 303 . Pernyataan bahwa manusia makhluk Allah mengandung pengakuan terhadap adanya Al-Khaliq Pencipta dan Al-Ma`bud yang disembah . Pengakuan ini dalam tradisi kalangan umat Islam ialah iman kepada-Nya. Iman atau beriman kepada Pencipta ini bukan hanya sekedar diucapkan di dalam lisan, tetapi harus direalisasikan dalam amalan real sesuai dengan tuntutan ajaran agama. Dengan demikian, realisasi dalam bentuk pengamalan ini adalah tuntutan dari iman itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Moh. Hatta bahwa dasar kemanusiaan yang adil dan beradab itu sebagai pengrealisasian dengan perbuatan secara nyata dalam praktek hidup dari dasar Ketuhanan Yang Maha Esa 304 . Di dalam melaksanakan berbagai aktivitas hidup, manusia memerlukan kondisi yang kondusif, antaranya kebebasan dan kemerdekaan, yang dapat mendukung tercapainya tujuan. Dalam konteks ini Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan; bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, karena jika tidak ada kemerdekaan bagaimana mungkin dapat melahirkan aktivitas-aktivitas untuk tercapainya tujuan yang dicita-citakan, oleh karenanya kemerdekaan di dalam UUD 1945 ditegaskan sebagai hak setiap orang. Kemerdekaan dalam arti bebas dari setiap belenggu, tekanan dan intimidasi oleh siapa pun dan dari mana pun. Bangsa yang berada dalam kondisi tidak bebas, apalagi terjajah, tidak dapat membangun masa depannya dengan baik. Oleh karena itu, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 selanjutnya menegaskan; maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan 302 Ibid. h. 111 303 Lihat, Al-Qur`an: 96, 1 - 2 304 Moh. Hatta, Pengertian Pancasila Pidato tentang lahirnya Pancasila 1 Juni 1977 di Gedung Kebangkitan Nasional , Jakarta: PT. Inti Idayu Press, 1978 , h. 30 375 perikemanusiaan dan perikeadilan. Kemerdekaan dan kebebasan bangsa Indonesia seluruhnya di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi landasan untuk membentuk pemerintahan yang akan melindungi segenap rakyat dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial 305 . Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa kemerdekaan kebebasan bukanlah tujuan akhir dari sebuah perjuangan, melainkan sarana atau wasilah untuk terciptanya tujuan. Bangsa Indonesia sebelum merdeka tidak dapat melahirkan beragai aktivitas sesuai dengan kehendaknya, sehingga tidak dapat mewujudkan cita-citanya. Tetapi setelah mencapai kemerdekaan dari penjajah, bangsa Indonesia baru dapat merealisasikan cita-cita dan tujuan. Dengan tujuan ini, dapat dilahirkan berbagai program dan upaya sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki berdasarkan acuan sendiri. 306 Tujuan yang hendak digapai oleh bangsa Indonesia semenjak memproklamirkan kemerdekaannya dari penjajah ialah sebagaimana yang telah dirumuskan di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu: . . . . . melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan hidup yang hendak diraih oleh bangsa Indonesia itu kemudian akan memperoleh penguatannya jika manusia-manusianya kebetulan beragama Islam Musilm , maka tujuan hidupnya di samping sebagimana yang telah termaktub di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 itu sekaligus memperoleh ridho Allah aerta menjadi 305 Lihat, Teks Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. 306 Lihat, Paulus Wahana, Filsafat Pancasila Yogyakarta: Kanisius, 1993, h. 51 376 manusia-manusia Muslim yang baik dan taat, yang membawa rahmat kedamaian dan kesejahteraan bagi segenap alam 307 . Secara rinci, Nainggolan menyebut dua tujuan hidup; Pertama, tujuan hidup Vertikal, dan Kedua, tujuan hidup Horizontal. Tujuan hidup Vertikal ialah sasaran yang akan dicapai dalam hubungan antara seorang Muslim dengan Tuhannya melalui berbagai bentuk amalan dan ibadah yang dilakukan adalah untuk memperoleh keridhoan Allah. Dalam artian, setiap perilaku seorang Muslim, baik dalam bentuk ucapan atau perbuatan diridhoi Allah. Sementara tujuan hidup Horizontal ialah sasaran yang akan dicapai dalam interaksi anatara sesama Muslim, dan antara seorang Muslim dengan Non Muslim, antara seorang Muslim dengan keluarganya, dan bahkan berinteraksi dengan alam sekitar; flora, fauna, benda-benda alam dan makhluk-makhluk lain adalah mewujudkan rahmat bagi segenap alam 308 . Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditegaskan bahwa perilaku setiap orang Muslim harus baik dalam ucapan dan perbuatan, dan bahkan semua aktivitasnya mendatangkan rahmat, manfaat, faidah dan keuntungan kepada diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, negara, agama, dan termasuk dapat memberikan kontribusinya untuk kemajuan bangsa dan negara.

2. Bangsa Beradab dan Bermartabat

Kemanusiaan yang adil dan beradab sebagaimana dikonsepsikan di dalam sila ke dua dari Pancasila adalah sebagai prinsip yang ingin memposisikan manusia bangsa Indonesia pada posisi yang tinggi sesuai dengan darjatnya sebagai makhluk Tuhan Allah , sehingga menjadi bangsa yang bermartabat dan memiliki harga diri yang dihormati bangsa lain. Manusia Indonesia sebagai manusia hidup dan beraktivitas harus difahami dari beberapa aspek, antaranya; 307 Z. S. Nainggolan, Pandangan Cendikiawan Muslim Terhadap P-4 Jakarta: Gema Isra Utama, 1990 , h. 12 - 17 308 Ibid. h. 13 377

1. Aspek status.

Artinya manusia Indonesia secara geopolitik harus dipersepsikan secara integral. Dengan begitu dapat dihindari kekhawatiran munculnya fragmentasi dan upaya-upaya sparatis, sehingga keutuhan Indonesia sebagai sebuah negara dapat dipertahankan dari waktu ke waktu.

2. Asper martabat.

Artinya manusia Indonesia harus diposisikan sebagai subjek yang aktif, maka prinsip-prinsip dan nilai-nilai kemanusiaan manusia Indonesia harus dijungjung tinggi, sehingga menjadi manusia-manusia yang terhormat dan dihargai, baik dalam pergaulan di tingkat regional, nasional atau pergaulan dalam sekala Internasional. Oleh karenanya prinsip-prinsip kemanusiaan manusia Indonesia tidak dapat dikorbankan hanya untuk mencapai tujuan yang tidak memberi manfaat banyak kepada manusia Indonesia secara keseluruhan, dalam arti yang tidak memihak pada kepentingan rakyat banyak.

3. Aspek kebersamaan dalam perbedaan.

Manusia Indonesia sebagimana bangsa-bangsa lain di dunia, terutama di beberapa kawasan Asia Tenggara adalah individu-individu yang terhimpun dari etnik, komunitas, bangsa yang berbeda-beda tapi dalam satu kordinasi ke arah kesatuan gerak dan langkah dalam membangun masa depannya yang lebih baik, maka dalam konteks ini saling pengertian understanding antara sesama etnik, komunitas dan bangsa harus terus dibina dari waktu ke waktu dalam rangka terciptanya solidaritas nasional sepanjang tidak mengganggu prinsip-prinsip dasar keyakinan masing-masing. Oleh karena itu sikap egoistik dan sikap tidak peduli terhadap sesama etnik dan komunitas harus dihindari, karena sikap egoistik cenderung memunculkan tindakan eksploitatif, maka gagasan multi kulturalime dalam membangun Indonesia ke depan yang pluralistik harus didukung.

4. Aspek dinamisasi.