Pancasila Filsafat Kenegaraan Republik Indonesia

314 Indonesia telah meletakkan pandangan hidup sebagai landasan dalam berbangsa dan bernegara. Pandangan hidup ini berisi konsep dasar tentang kehidupan yang dicita-citakannya. Bagi bangsa Indonesia, pandangan hidup itu adalah Pancasila yang lahir dari pemikiran yang dalam, sebagai manifestasi dari cita-cita yang dirumuskannya dalam bentuk filsafat kenegaraan. Filsafat kenegaraan Pancasila juga sebagai refleksi kritis tentang cita-cita hidup bangsa Indonesia, maka Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa Indonesia. Dalam konteks ini Soekarno ketika menyampaikan pidatonya mengenai dasar negara pada sidang pertama BPUPKI memberikan pernyataan dasar filsafat yang disebut Philosofische Grondslag bahasa Belanda . Kemudian Soekarno menegaskan; itulah foundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia merdeka yang kekal dan abadi 185 . Apa yang dimaksud Soekarno ialah bahwa Indonesia merdeka harus didasarkan pada Philosofische Grondslag, Weltanschauung bahasa Jerman atau Dasar Filsafat Hidup. Dasar Filsafat Hidup yang dimaksud Soekarno ialah Pancasila. Oleh karena itu Pancasila ditegaskan sebagai fondasi, dasar, filsafat atau pikiran yang sedalam-dalamnya bagi Negara Indonesia. Sebagai argumen untuk menjastifikasi bahwa Pancasila merupakan filsafat kenegaraan Republik Indonesia, penulis sampaikan beberapa pandangan dari para tokoh dan sarjana yang turut memberikan pengakuannya, anatara lain; 1. Muh. Yamin; Dalam konteks ini Muh. Yamin menegaskan; Pancasila yang dalam konstitusi 1945 menjadi dasar negara Republik Indonesia, sebenarnya hasil dari tinjauan dunia world view sebagai salah satu dari sisi pandangan hidup. 186 Di atas tinjauan dunia itu diletakkan susunan perumahan Republik Indonesia . . . . . . itulah alasannya, maka ajaran Pancasila dinamakan juga dasar filsafat kenegaraan Indonesia. 187 Di tempat lain Muh. Yamin menyatakan; Jika demikian, 185 Soekarno, Lahirna Pancasila -pidato pertama Soekarno tentang Pancasila 1 Juni 1945- T. tmpt: T.pbt, T. th. , h. 5 186 Tinjauan dunia dalam bahasa Jerman; Weltanschauung, dan tinjauan hidup itu disebut; Lebensanchauung. Kedua-dua istilah ini banyak dipakai di Jerman ketika aliran romantik berkembang untuk menyatakan suatu keseluruhan dalam hal berpikir dan memikirkan dunia. 187 Miuh. Yamin, Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, hlm. 445 315 benar-benar ajaran filsafat Pancasila bukanlah barang yang bercerai berai seperti pasir di tepi pantai, melainkan ajaran Pancasila itu benar-benar tersusun baik dalam satu perumahan filsafat yang harmoni dan sesuai dengan syarat-syarat filsafat yang sesungguhnya, yaitu; pertemuan tinjauan hidup berdasarkan tradisi naluri Kitab suci, serta berdasarkan percikan hikmah kebijaksanaan rakyat Indonesia 188 . 2. Soeharto mantan Presiden RI di era Orde Baru ; Soeharto dalam konteks ini ketika menyampaikan pidatonya dalam acara memperigati Hari Lahirnya Pancasila pada 1 Juni 1967 menyatakan; Dasar filsafat negara ini jelas diterima oleh seluruh rakyat Indonesia, karena sebenarnya telah tertanam dalam kalbu rakyat. Oleh karena itu ia juga merupakan filsafat negara yang dapat dijadikan dasar untuk mempersatukan seluruh rakyat yang plural 189 . 3. Notonagoro salah seorang Profesor di Universitas Gajah Mada dan Guru Besar Luar Biasa di Universitas Airlangga ; Notonagoro memberi judul; Pancasila Dasar Falsafah Negara, pada buku yang merangkumi tiga uraian pokok-pokok persoalan tentang Pancasila. Notonagoro menyatakan; Pancasila bukanlah suatu konsepsi politik, akan tetapi buah hasil renungan jiwa yang mendalam, buah hasil penyelidikan pemikiran yang teratur dan saksama di atas dasar pengetahuan dan pengalaman yang luas 190 . 4. Darji Darmodiharjo; Di dalam bukunya yang berjudul; Santiaji Pancasila, Darji Darmodiharjo menjelaskan; Secara objektif ilmiah karena Pancasila adalah suatu paham filsafat, a philosophical way of thinking atau a philosophical system sehingga uraiannya pun harus logik dan dapat diterima oleh akal sehat 191 . Berdasarkan beberapa pandangan di atas mengenai Pancasila dalam bangnan negara Indonesia, dapat ditegaskan bahwa Pancasila 188 Ibid., h. 456 189 Soeharto Pandangan Presiden Soeharto Tentang Pancasila Jakarta: Yayasan Proklamasi, 1972 , h. 12 190 Notonagoro, Pancasila Dasar Falsafah Negara Jakarta: PT. Bina Aksara, 1983 , h. 131 191 Darji Darmodiharjo et al, Santiaji Pancasila Surabaya; Usha Nasional, 1970 , h. 13 316 adalah konsep dasar tentang filsafat kenegaraan Indonesia, karena Pancasila mengandung beberapa prinsip asas yang dapat dikategorikan sebagai filsafat kenegaraan, yaitu;  Pancasila hasil paduan tinjauan hidup berdasarkan tradisi naluri Kitab suci al-Qur`an bagi umat Islam , serta berdasarkan percikan hikmah kebijaksanaan manusia Indonesia,  Pancasila hasil tinjauan dunia world view sebagai segi dari pandangan hidup way of life ,  Pancasila hasil renungan jiwa yang dalam dan penyelidikan yang sistematik dan saksama berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang luas,  Pancasila sebagai kesatuan yang utuh,  Pancasila merumuskan realitas manusia Indonesia dalam realitas kehidupan,  Pancasila mengandung nilai-nilai yang diyakini benar oleh rakyat Indonesia sehingga dapat dijadikan dasar persatuan bagi seluruh tumpah darah Indonesia yang berbeda-beda etnik, agama, budaya, bahasa dan sebagainya. Berikut ini penjelasan mengenai beberpa prinsip tersebut sebagai berikut; 12.a. Pancasila hasil paduan tinjauan dari kitab suci dan hikmah kebijaksanaan Muh. Yamin dalam konteks ini mendasarkan pandangannya pada teori yang disampaikan oleh salah seorang filosof Islam dan ahli hukum dari Sevilla, Sepanyol; Ibnu Rusydi Averus yang hidup di abad dua belas 1126 – 1198 M. . Di dalam karyanya; al-Fashl al-Maqal Fiy Ma Bayna al-Shariat wa al-Hikmat Min al-ittishal, juga di dalam karyanya yang lain; Kashf al-Manahij, Ibnu Rusydi menyampaikan ajaranya berupa nasehat, yaitu; bahwa orang harus bisa membedakan antara kebenaran yang berdasarkan firman firman Allah dan kebenaran yang dihasilkan oleh hikmah kebijaksanaan otak manusia. Menurut Muh. Yamin, Ibnu Rusydi berpendirian teguh menerima kebenaran isi firman yang diturunkan kepada umat manusia, demikian juga kebenaran yang dihasilkan oleh hikmah kebijaksanaan manusia, kemudian Ibnu Rusydi berkeyakinan bahwa kedua jenis kebenaran itu tidak dapat disamakan, sebab 317 kebenaran firman adalah mutlak, sementara kebenaran hikmah kebijaksanaan manusia bersifat relatif dan subjektif 192 . Oleh karena itu Ibnu Rusydi menegaskan; Apabila Syariat yang haqq benar menyeru kepada umat agar berpikir secara analisis bersifat hikmah kebijaksanaan sehingga sampai pada kebenaran makrifat al-haqq , kita dapat pastikan bahwa pemikiran yang analisis dan berdasarkan burhan fakta itu adalah tidak akan bertentangan dengan kebenaran haq firman , bahkan saling memperkuat 193 . Atas dasar pandangan Ibnu Rusydi ini, Muh. Yamin berkesimpulan bahwa Pancasila sebagai kebenaran dihasilkan oleh hikmah kebijaksanaan manusia Indonesia terhindar dari pertentangan dengan isi firman Allah dalam Kitab Suci-nya 194 . Oleh karena itu, Muh. Yamin menegaskan bahwa dengan berdasarkan nasehat Ibnu Rusydi yang paling berharga itu, maka antara ajaran Pancasila dengan firman kitab Suci al-Qur`an bagi umat Islam tidak terjadi pertentangan. Realitasnya memang demikian, karena sila-sila Pancasila dirumuskan secara umum sehingga tidak terjadi bertentangan dengan firma Allah al-Qur`an , bahkan dengan mana-mana kitab suci agama lain sekalipun 195 . Di sinilah sebenarnya kekuatan Pancasila sebagai dasar dan filsafat negara Republik Indonesia, karena rumusan-rumusannya bersifat umum sehingga agama-agama dan aliran pemikiran yang beraneka ragam di Indonesia terakomodasi, oleh karenanya eksistensi kehidupan keberagamaan, aliran pemikiran dan politik yang berbeda-beda terakomodasi dalam Pancasila. Hanya interpretasi-interpretasi terhadap sila-sila Pancasila yang mungkin terjadi perbedaan. Dengan demikian, persoalannya tergantung siapa yang memberikan interpretasi. Muh.Yamin selanjutnya menegaskan . . . . dengan memperhatikan nasehat 192 Lihat Muh. Yamin, Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, h. 47 193 Lihat Ibnu Rusydi Abu al-Walid, Fashl al-Maqal Fiy Ma Bayna al-Hikmah wa al-Shari`ah Min al-Ittishal Beirut: al-Muassisah al-`Arabiah, T.th. , h. 13 -14 194 Muh. Yamin, Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, h. 47 195 Ibid. h. 448. Lihat juga Darji Darmodiharjo et al. Santiaji Pancasila. h. 49 318 Ibnu Rusydi, dapat kita membedakan Pancasila sebagai dasar negara hasil penggalian hikmah manusia dari ajaran agama apapun, maka Pancasila menemukan berbagai aliran politik dan agama dalam kebersamaan berbangsa dan bernegara 196 . 12.b. Pancasila hasil tinjauan dunia world view Tinjauan dunia world view menurut Muh. Yamin bukanlah aliran agama, melainkan ilmu pengetahuan yang memberikan ruang untuk melakukan tinjauan menyeluruh tentang asal usul dan wujud dunia yang menentukan kedudukan kerohanian manusia dalam dunia. Dengan sendirinya tinjauan dunia juga meliputi tinjauan hidup sebagai salah satu aspek dari ilmu pengetahuan yang sangat luas, termasuk pengertian tentang dunia, kesusilaan hidup, sikap rohani manusia. Dalam kaitannya dengan Pancasila sebagai tinjauan dunia world view Muh. Yamin menegaskan bahwa tinjauan Indonesia yang melahirkan ajaran Pancasila sebagai pengolahan rohani dari keseluruhan pemikiran, maka yang ditinjau ialah sikap rohani manusia Indonesia, kemajuan masyarakat Indonesia sepanjang waktu dan kemajuan sendi-sendi perumahan negara yang menjamin kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah manusia Indonesia 197 . 12. c. Pancasila sebagai satu kesatuan yang utuh Sila-sila Pancasila merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan antara satu dari yang lainnya, yaitu; tiap-tiap sila dari Pancasila berkaitan erat dengan sila-sila yang lain. Dalam hubungan ini Notonagoro menyatakan sebagai berikut; 1. Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebjaksanaan dalam permusyawaratanperwakilan, dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanusiaan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, 196 Muh. Yamin, Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, h. 448 197 Ibid. h. 445 - 446 319 yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratanperwakilan, dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 3. Persatuan Indonesia adalah persatuan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratanperwakilan, dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratanperwakilan adalah kerakyatan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan sosial yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratanperwakilan 198 . 12. d. Pancasila hasil renungan jiwa yang dalam dan penyelidikan yang sistematik Pancasila yang menjadi dasar negara Republik Indonesia bukanlah idea tanpa proses pemikiran dan penyelidikan, melainkan Pancasila itu hasil renungan yang mendalam dan penyelidikan yang sistematik, dan bahkan melalui perdebatan yang sengit beberapa kali dalam sidang dan kemudian pada akhirnya Pancasila diterima oleh bangsa Indonesia. Soekarno sebagai salah seorang pemikir dan penyelidik telah berhasil menyampaikan dasar negara. Di dalam mempertahankan hasil penyelidikannya, Soekarno dalam bukunya; Pancasila Sebagai Dasar Negara, menegaskan argumentasinya sebagai berikut; Penggalian saya itu sampai zaman sebelum ada agama Islam, saya gali sampai zaman Hindu dan pra-Hindu. Masyarakat Indonesia ini boleh saya gambarkan dengan saf-safan tahap-tahapan . Saf ini di atas saf itu, di atas saf itu ada lagi saf, saya melihat macam-macam saf. 198 Notonagoro, Beberapa Hal Mengenai Filsafat Pancasila T.Tmpt: T. Pnt, 1967 , h. 31 - 32 320 Saf pra-Hindu, yang pada waktu itu kita telah berbangsa, berkultur dan bercita-cita. Setelah itu datang saf zaman Hindu, yang di dalam bidang politik berupa negara Taruma, negara Kalingga, negara Mataram, negara Sriwijaya dan sebagainya. Datang saf lagi, kita mengenal agama Islam, yang di dalam bidang politik berupa negara Demak Bintoro, negara Pajang, negara Mataram ke-II, dan seterusnya. Datang saf lagi, saf yang kita kontak dengan Bangsa Eropah, yaitu saf imperialisme, yang di dalam bidang politiknya zaman hancur leburnya negara kita, hancur leburnya perekoomian kita 199 . Selanjutnya Soekarno menentukan sikapnya; Dalam pada saya menggali-gali, menyelami saf-saf ini, saban-saban saya bertemu dengan saf-saf, kali ini, ini yang menonjol, lain kali itu yang menonjol. Lima hal inilah; Ketuhanan, Kebangsaan, Perikemanusiaan, Kedaulatan rakyat, Keadilan sosial, Soekarno kemudian menyatakan dengan penuh yakin; Saya lantas berkata. Kalau ini saya pakai sebagai dasar statis dan dinamik, insya Allah seluruh rakyat Indonesia bisa bersatu padu 200 .

12. e. Pancasila merumuskan realitas manusia dalam realitas kehidupan

Negara sebagai sebuah institusi atau organisasi yang melibatkan semua manusia, maka sifat dan keadaannya sangat ditentukan oleh manusia-manusia bersangkutan selama masih dalam kemampuan mengelolanya dan dalam kondisi yang bebas dari berbagai tekanan. Apa yang akan terjadi pada negara sangat bergantung sepenuhnya pada kemampuan dan kebebasan manusia-manusianya. Mampu dalam arti memiliki kelebihan atau kapabelitas untuk mengelola, dan ini menuntut adanya sikap dinamis, innovatif dan pragmatis dalam berbagai aspek sehingga sampai ke tahap pencapaian achievement maksimal, 199 Lihat Soekarno, Pancasila Sebagai Dasar Negara Jakarta: Yayasan Prapanca, T. th. , h. 41 - 42 200 Soekarno, Pancasila Sebagai Dasar Negara, h. 42 321 baik dalam kualitas pemikiran atau profesionalitas kerja. Bebas dalam arti merdeka dari setiap belenggu dan tekanan, baik dari pihak internal ataupu eksternal, sehingga tercipta suasana nyaman yang dapat melahirkan berbagai kreativitas cerdas yang dinamis. Kemampuan dan kebebasan merupakan dua faktor penting dalam kerangka menciptakan langkah-langkah strategis untuk mencapai keberhasilan dan memobilisasi semua aktivitas dalam berbagai tataran real kehidupan. Oleh karena itu, sekali lagi, sifat dan keadaan sebuah negara sangat ditentukan oleh manusianya warganya , sebab negara yang dinamis dapat diartikan sebagai manifestasi dari berbagai aktivitas manusia yang bernegara. Kelanjutan dari premis di atas, jika dituntut agar sifat dan keadaan negara Indonesia sesuai dengan Pancasila, berarti menuntut aktivitas dan perilaku manusia bangsa Indonesia untuk merealisasikan nilai-nilai dari ajaran Pancasila ke dalam tataran praktis. Para pemikir dan pendiri founding fathers negara Indonesia telah meletakan konsep dasar tentang deskripsi manusia Indonesia di dalam kehidupan berdasarkan realitas dan budaya yang dimilikinya. Untuk memperoleh gambaran jelas tentang konsepsi manusia Indonesia menurut para pendiri negara, diperlukan memperhatikan rumusan dasar negara, yaitu Pancasila 201 . Dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dapat ditemukan penjelasan tentang kemerdekaan Indonesia, kemerdekaan sebagai hak setiap bangsa, perjuangan bangsa Indonesia, alasan dan tujuan kemerdekaan Indonesia, pertahanan nasional, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban, keamanan dan sebagainya. Secara ringkas dapat dikemukakan deskripsi dan konsepsi manusia Indonesia sepanjang berkaitan dengan aktivitas bernegara ialah para pendukung Pancasila, yang ber-ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan, dan yang berkeadilan sosial. 12. f. Pancasila mengandung nilai-nilai aktivitas kehidupan Pancasila sebagai pandangan hidup way of life yang berakar pada kepribadian bangsa Indonesia. Dalam pandangan hidup 201 Lihat Paulus Wahana, Filsafat Pancasila Yogyakarta: Kanisius, 1993 , h. 50