Manifestasi Amalan Antara Sesama Masyarakat

360 merupakan manifestasi amal saleh yang diharapkan dapat tercipta kesalehan kehidupan sosial dalam berbangsa dan bernegara.

4.3. Manifestasi Amal Saleh Antara Manusia Dengan Lingkungan

Manifestasi ketakwaan kepada Tuhan Allah Yang Maha Esa dalam bentuk ketiga ini adalah wujudnya interaksi antara masyarakat dengan lingkungan, seperti kerjasama dalam menjaga kebersihan, kerja bakti membuat sumur, bercocok tanam bertani , kerjasama membangun Mesjid, Musholla, gotong royong membuat rumah dan sebagainya. 280 Ini merupakan fakta adanya interaksi sosial yang tumbuh dan berkembang sebagai bukti amal saleh yang ada pada masyarakat Indonesia dan menjadi ciri khas sejak berabad-abad yang lalu berupa tolong menolong dalam kebaikan bersama, sikap kebersamaan dan solidaritas ini berimplikasi terciptanya kehidupan yang harmonis antara sesama warga sekaligus dengan lingkngannya. Namun demikian, ketakwaan yang ada pada masyarakat bertingkat-tingkat. Tingkat ketakwaan yang tinggi kuat dan ada pula tingkat ketakwaan yang rendah. Pada masyarakat yang kuat berpegang pada ajaran agama dapat dipastikan tingkat ketakwaannya tinggi. Dalam arti komitmen dan konsistensi beramal saleh lebih banyak dilakukan sehingga menjadi adat kebiasaan dan budaya yang baik. Sebaliknya pada masyarakat yang tingkat keberagamaanya lemah, maka dapat diprediksi tingkat ketakwaannyapun lemah. Oleh karenanya dalam meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, para agamawan seperti Ustaz, Kiyai, Paderi dan sebagainya memiliki peran sangat penting dalam hal ini. Para Ustaz dan Kiyai selain bertugas melayani umat Islam dalam aktivitas keagamaan, juga bertindak sebagai konsultan tentang berbagai persoalan hidup, baik yang bersangkutan dengan hal-hal individu, keluarga, maupun yang berkaitan dengan kemasyarakatan 281 . Kiyai, seperti di Jawa Pantai Utara juga menikahkan, membagikan harta warisan, memberi pengobatan, memberi nama kepada anak yang baru lahir dan memimpin hampir semua kegiatan peribadatan dan upacara adat. Dengan demikian, para pemimpin agama dalam berbagai tingkatannya adalah paling efektif dalam upaya meningkatkan aktivitas keagamaan, karena pemimpin 280 Ibid. h. 14 281 Ibid. h. 15 361 agama mempuyai kedudukan yang terhormat. Oleh karena itu, para pemimpin agama sangat mudah menggerakkan masyarakat untuk beramal atau beraktivitas. Dalam konteks kajian Pancasila, pengertian ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana yang difahami tidak sebatas pada pemeluk-pemeluk Islam yang sudah dapat melaksanakan perintah agama dan meninggalkan hal-hal yang dilarang agama. Tetapi faham ketakwaan ini meliputi ketakwaan seluruh agama-agama yang ada dengan melaksanakan semua perintah dan meninggalkan larangan agama masing-masing; agama Islam, Kristen Katholik, Protestan, Hindu, Budha dan lain-lain dalam berbagai sistem sosial budaya masyarakat di Indonesia berdasarkan pendekatan kebudayaan atau yang lazim disebut pendekatan antropologis 282 . Apa yang menarik perhatian dalam konteks ini, ialah penggunaan istilah ketakwaan untuk seluruh pemeluk-pemeluk agama; pemeluk agama Islam, Kristen, Hindu, Budha dan termasuk agama Lokal. Hal ini karena dari konsepsi dasar istilah ketakwaan berasal dari khazanah perbendaharaan Islam, dan termasuk dalam ruang lingkup akidah keyakinan . Ketakwaan berasal dari kata dasar taqwa, yang artinya melaksanakan perintah-perintah Allah perintah agama dan meninggalkan tindakan-tindakan yang dilarang agama. Sementara orang-orang yang taqwa, dalam bahasa Arab disebut Muttaqin adalah predikat, sifat bagi orang-orang yang melaksanakan perintah-perintah agama Islam dan meninggalkan tindakan-tindakan yang dilarang, dan secara umum sifat-sifat orang Muttaqin sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur`an, surah al-Baqarah, ayat 2 – 5, yaitu; a. Yang beriman kepada yang ghaib, terutama Allah Yang Maha Esa, Malaikat, Jin, Syaitan, Syurga, Neraka, siksa kubur dan sebagainya. b. Yang mendirikan Shalat, terutama shalat-shalat fardhu. c. Yang menafkahkan mensedakahkan sebagian rizki harta , terutama yang wajib kepada orang-orang yang sudah ditentukan delapan asnaf , antaranya orang-orang fakir miskin dan sebagainya. d. Yang beriman kepada Kitab Suci al-Qur`an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. 282 Ibid. h. 2