Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

408 usaha-usaha golongan ekonomi lemah melalui pembangunan koperasi 352 . Oleh karena itu pemerataan ekonomi harus menjadi agenda penting dalam membangun negara, karena hal ini sesungguhnya merupakan amanat Undang-undang Dasar 1945. Jika amanat ini diimplementasikan secara kongrit pada tataran praktis disertai dengan penuh kesedaran dan pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara, maka tidak akan ada lagi kemiskinan di Indonesia. Dalam rangka implementasi pemerataan pembangunan ini, perlu diperhatikan beberapa hal penting sebagaimana ditegaskan T. Mulya Lubis, maka setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu; 1. Selalu diadakan reformasi dari waktu ke waktu up dating reformation terhadap pemerataan sumber-sumber pendapatan masyarakat, yaitu hak milik dan produksi. Demikian juga terhadap kebijakan pemberian fasilitas usaha dan alokasi dana modal kepada perusahaan-perusahaan. Hal ini penting agar dapat diketahui dari waktu ke waktu perkembangan sumber-sumber pendapatan masyarakat dan fasilitas-fasilitas yang dimiliki perusahaan-perusahaan berkenaan. 2. Kondisi pemerintahan disentralistik harus dipertahankan, karena hal ini berdapak positif terhadap wujudnya pertumbuhan ekonomi yang merata 353 . Perubahan sistem pemerintahan dari yang bersifat sentralistik di era Orde Lama dan Orde Baru ke sistem pemerintahan yang desentralistik di era Reformasi merupakan langkah maju, dan ini akan berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi yang merata di kalangan rakyat. Namun itu semua tidak serta merta terjadi pertumbuhan ekonomi merata secara otomatis, tetapi semuanya bergantung pada sejauh mana integritas dan kapabilitas para pemimpin bangsa dan para politisinya. Jika para pemimpin bangsa dan para elite politisi, integritas dan kapabilitasnya dipertanyakan, maka 352 Lihat, T. Mulya Lubis Pnyt. , Laporan Keadaan Hak Asasi Manusia Di Indonesia, h. 27 353 Ibid, h. 28 -29 409 pertumbuhan ekonomi yang merata akan tetap jauh dari kenyataan, atau setidaknya akan menjadi lamban. Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa orientasi pemenuhan hak-hak sasi manusia dalam ekonmi, terutama yang berkenaan dengan pekerjaan dan penghidupan layak bagi rakyat harus menjadi prioritas perhatian bersama dengan berpijak pada prinsip-prinsip persamaan, keadilan, transparansi dan kejujuran, atau dengan lain kata ialah prinsip keadilan sosial 354 . Maka berdasarkan pertimbangan ruang dan waktu menurut Adi Sasono harus dikatakan bahwa keadilan sosial dalam ekonomi hanya mungkin dapat diwujudkan jika penguasaan sumberdaya berada di tangan rakyat banyak. Artinya jika penguasaan sumberdaya ekonomi di bawah kekuasaan segelintir orang saja akan menyebabkan terjadinya ketimpangan-ketimpangan sosial 355 , implikasinya keadilan sosial dalam ekonomi tidak dapat direalisasikan. Namun demikian, T.Mulya Lubis memperingatkan bahwa keberhasilan bangsa Indonesia di dalam melakukan reformasi struktural ke depan akan bergantung pada sejauh mana masyarakat mampu membangun sikap dan budaya, serta semangat kemanusiaan yang dapat mengatasi arus materialisme dan konsumerisme yang secara jelas semakin nampak dalam pergaulan hidup, baik di era Reformasi ataupun di era sebelumnya 356 . Materialistik dan konsumeris diakui sebagai gaya hidup terutama bagi masyarakat yang sedang mengalami transformasi ke kondisi modern. Hal ini banyak dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang – seperti Indonesia-, maka gaya hidup materialistik dan konsumeris masih ketara melekat pada sebagian masyarakat Indonesia. Memang tidak bisa dihindari terjadinya pola dan gaya hidup, karena setiap hari masyarakat selalu disuguhi berbagai iklan TV. yang mencerminkan gaya hidup mewah glamour . Hal ini 354 Lihat, Adi Sasono, Keadilan Sosial Tema Abadi, dalam, Muntaha Azhari, Abdul Mun`im Saleh Pnyt. , Islam Indonesia Masa Depan Jakarta: P3M-Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat-, 1989 , h.109 355 Ibid. h. 110 356 T. Mulya Lubis Pnyt. , Laporan Keadaan Hak Asasi Manusia Di Indonesia, h. 30 410 sebenarnya tidak menjadi masalah, kalau tingkat ekonomi negara tinggi, tingkat kesejahteraan masyarakat sudah merata dan tingkat daya beli masyarakat juga tinggi. Tetapi jika kondisi ekonomi masih di bawah tingkat rata-rata pendapatan negara berkembang 357 , maka implikasinya pada kemapanan ekonomi antara pendapatan dan pengeluaran tidak seimbang, di mana pengeluaran jauh lebih besar ketimbang pendapatan in come , dan ini berdampak pada terjadinya ketimpangan-ketimpangan pada ekonomi masyarakat.

7. Keadilan Sosial Menuntut Pemerataan Kesejahteraan

Dalam membangun bangsa dan negara Republik Indonesia, keadilan sosial tidak saja menjadi dasar negara, tetapi sekaligus menjadi tujuan. Hal ini harus menjadi agenda utama pada setiap saat sampai kapanpun bagi siapa saja yang memimpin bangsa ini, agar kemakmuran dan kesejahteraan sebagaimana ditegaskan di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dapat direalisasikan serta dapat dinikmati bersama oleh seluruh rakyat Indonesia. Oleh sebab itu, keadilan sosial menjadi target bagi bangsa dan rakyat Indonesia untuk mencapai kemakmuran hidup dan stabilitas politik. Langkah utama ke arah ini ialah melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 27, Ayat 2, yang berbunyi; Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Maka, atas dasar ini keadilan sosial bertujuan hendak merealisasikan kesejahteraan secara umum dalam masyarakat sebagai warga negara dan penduduk 357 Negara berkembang developing country adalah negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi relatif lamban sehingga dilakukan upaya-upaya melaksanakan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakatnya. Negara berkembang dapat diidentifikasi dengan cirri-cirinya sebagai berikut; 1. Pendapatan per kapita rendah, 2. Tingkat pendidikan penduduk rendah, 3. Tingginya angka pertumbuhan penduduk, 4. Banyaknya angka kematian bayi Infant Mortality Rate , 5. Angka harapan untuk hidup rendah, 6. Banyak penduduk miskin, 7. Banyaknya pengangguran, 8. Tingkat ketergantungan tinggi, 9. Adanya ketergantungan pada sektor pertanian, 10. Sumber daya alam banyak yang belum dikelola karena kekuarangan tenaga ahli, 11. Banyak kekurangan modal sehingga mengandalkan pinjaman luar negeri, 12. Adanya ketergantungan pada impor barang-barang industri. 411 Indonesia 358 . Dalam konteks ini Moh. Hatta menegaskan bahwa dalam rangka keadilan sosial terdapat tujuan untuk memeratakan pendapatan rakyat, supaya dengan itu menjadi hilang perbedaan yang ketara antara yang kaya dan yang miskin. Dengan demikian, inti dari keadilan sosial ialah cita-cita kemanusiaan yang memenuhi hakikat yang adil, yaitu terpenuhinya segala sesuatu yang telah menjadi hak di dalam hubungan hidup kemanusiaan sebagai sesuatu yang wajib, apakah itu aspek politik, ekonomi, hukum dan sebagainya 359 Keadilan dalam aspek ekonomi ialah memberi hak yang sama dalam lapangan kehidupan kepada seluruh rakyat Indonesia. Dalam hubungan ini Moh. Hatta menegaskan bahwa; pemimpin-pemimpin Indonesia yang menyusun Undang-undang Dasar 1945 berkeyakinan bahwa cita-cita keadilan sosial dalam ekonomi dapat mencapai kemakmuran yang merata 360 . Tujuan ini, tegas Moh. Hatta telah ditanamkan di dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 yang berbunyi sebagai berikut; 1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas kekeluargaan. 2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. 3. Bumi dan tanah air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Menurut Moh. Hatta; Pasal 33 dari Undang-undang Dasar 1945 ini adalah sendi utama bagi politik perekonomian dan politik sosial Republik 358 Muh. Yamin, Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. H. 470 359 Moh. Hatta, Pengertian Pancasila pidato peringatan lahirnya Pancasila di Gedung Kebangkitan Nasional , h. 36 360 Moh. Hatta, Pengertian Pancasila pidato peringatan lahirnya Pancasila tanggal 1 Juni 1977 di Gedung Kebangkitan Nasional, h. 36