Manifestasi Amal Saleh Antara Manusia Dengan Lingkungan

361 agama mempuyai kedudukan yang terhormat. Oleh karena itu, para pemimpin agama sangat mudah menggerakkan masyarakat untuk beramal atau beraktivitas. Dalam konteks kajian Pancasila, pengertian ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana yang difahami tidak sebatas pada pemeluk-pemeluk Islam yang sudah dapat melaksanakan perintah agama dan meninggalkan hal-hal yang dilarang agama. Tetapi faham ketakwaan ini meliputi ketakwaan seluruh agama-agama yang ada dengan melaksanakan semua perintah dan meninggalkan larangan agama masing-masing; agama Islam, Kristen Katholik, Protestan, Hindu, Budha dan lain-lain dalam berbagai sistem sosial budaya masyarakat di Indonesia berdasarkan pendekatan kebudayaan atau yang lazim disebut pendekatan antropologis 282 . Apa yang menarik perhatian dalam konteks ini, ialah penggunaan istilah ketakwaan untuk seluruh pemeluk-pemeluk agama; pemeluk agama Islam, Kristen, Hindu, Budha dan termasuk agama Lokal. Hal ini karena dari konsepsi dasar istilah ketakwaan berasal dari khazanah perbendaharaan Islam, dan termasuk dalam ruang lingkup akidah keyakinan . Ketakwaan berasal dari kata dasar taqwa, yang artinya melaksanakan perintah-perintah Allah perintah agama dan meninggalkan tindakan-tindakan yang dilarang agama. Sementara orang-orang yang taqwa, dalam bahasa Arab disebut Muttaqin adalah predikat, sifat bagi orang-orang yang melaksanakan perintah-perintah agama Islam dan meninggalkan tindakan-tindakan yang dilarang, dan secara umum sifat-sifat orang Muttaqin sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur`an, surah al-Baqarah, ayat 2 – 5, yaitu; a. Yang beriman kepada yang ghaib, terutama Allah Yang Maha Esa, Malaikat, Jin, Syaitan, Syurga, Neraka, siksa kubur dan sebagainya. b. Yang mendirikan Shalat, terutama shalat-shalat fardhu. c. Yang menafkahkan mensedakahkan sebagian rizki harta , terutama yang wajib kepada orang-orang yang sudah ditentukan delapan asnaf , antaranya orang-orang fakir miskin dan sebagainya. d. Yang beriman kepada Kitab Suci al-Qur`an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. 282 Ibid. h. 2 362 e. Yang beriman kepada Kitab-Kitab Suci yang diturunkan kepada Nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad saw. antaranya Kitab Taurat, Injil dan sebagainya , dan f. Orang yang yakin adanya hari akhirat. Dengan beberapa sifat tersebut, seorang muslim dengan sendirinya menyandang predikat Muttaqin, yaitu orang yang bertakwa. Jadi sebenarnya istilah taqwa itu hanya ada di dalam Islam dan pengertiannya pun lebih khusus sebagaimana disebutkan di atas. Maka penggunaan istilah takwa kepada pemeluk-pemeluk agama lain selain pemeluk agama Islam tidak tepat. Tetapi mungkin atas dasar pertimbangan agar tidak menyinggung perasaan pemeluk-pemeluk agama lain atau karena tidak didapati istilah lain selain istilah takwa, meskipun sebenarnya terdapat istilah lain yang lebih tepat penggunaannya sebagai sinonim istilah takwa, yaitu pengabdian meskipun istilah pengabdian juga berasal dari kata Arab; `abdun yang artinya hamba , maka penggunaan istilah takwa kepada pemeluk-pemeluk agama lain nampaknya tidak menjadi keberatan bagi umat Islam. 5. Ideologi Pancasila dan Eksistensi Kehidupan Sosial Keagamaan Pancasila sebagai ideologi, karena ideologi itu sendiri merupakan rangkaian bangunan idea-idea yang tersusun rapih berdasarkan hasil kajian dan dibuktikan dalam realitas kehidupan. Dalam arti bahwa ideologi menyangkut keseluruhan prinsip atau norma yang berlaku dalam masyarakat dan meliputi berbagai aspek; sosial politik, ekonomi, budaya, pendidikan, hukum dan sebagainya, maka ideologi sebagai acuan untuk menentukan perilaku kehidupan sosial, ekonomi dan politik. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia adalah demikian, maka dengan ini dapat dikatakan Ideologi Pancasila 283 . Pancasila hasil konsensus nasional untuk menjadi ideologi dan dasar negara Republik Indonesia. Sementara agama agama dalam pengertian agama samawi; agama yang bersumberkan wahyu Allah, tentu saja dengan tidak menafikan keberadaan agama bumi yang bersumberkan adat istiadat dan budaya berasal dari Tuhan Allah Yang Maha Esa untuk menjadi pedoman hidup bagi umat manusia, termasuk manusia yang hidup di negara Pancasila. Pancasila sebagai Ideologi dan Filsafat 283 Lihat, Soerjanto Poepowardojo, Filsafat Pancasila Sebuah Pendekatan Sosio-Budaya Jakarta: PT. Gramedia, 1989 , h. 17 363 Kenegaraan dan agama bisa selaras, jika keduanya tidak bertentangan atau tidak dicari-cari pertentangannya, seperti ditegaskan Ibnu Rushd dalam karyanya; Faslul Maqal Fiyma Bayna al-Hikmah wa al-Shariah Minal Ittishal. Oleh karena itu, Singgih Mantan Jaksa Agung RI mengesahkan bahwa setiap individu warga Indonesia wajib berpedoman Pancasila, tetapi dalam kehidupan keagamaan tentunya wajib berpedoman Kitab Suci agama masing-masing 284 . Oleh karena itu Indonesia bukan negara sekuler. Di negara sekuler agama terpisah dari urusan negara, negara dikondisikan tidak ikut campur dalam urusan agama. Di Indonesia, negara mempunyai peranan dalam pembangunan agama. Dengan demikian agama mempunyai kedudukan tersendiri, tetapi tidak berarti bahwa Indonesia negara teokrasi, karena Indonesia menganut sistem pemerintahan demokrasi, di mana kedaulatan berada di tangan rakyat dan direpresentasikan melalui wakil-wakilnya di Parlemen DPR MPR . Kehidupan sosial keagamaan di Indonesia sudah berkembang sejak masuknya agama Hindu, Budha, kemudian diikuti agama Islam, Kristen Katholik, Protestan. Kelima-lima agama tersebut berkembang subur dan hidup berdampingan antara satu dengan yang lainnya dalam kondisi rukun dan damai, kecuali jika ada pihak-pihak yang mempolitisir agama untuk kepentingan sesaat, bisa terjadi konflik antara sesama pemeluk agama yang berbeda, seperti yang pernah terjadi di awal-awal era Reformasi di Poso, Sampit dan tempat-tempat lain. Menurut Singgih di dalam makalahya “ Pembinaan Aliran-Aliran Keagamaan Di Indonesia “ menegaskan bahwa kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesis dapat tercipta dengan baik, karena adanya budaya toleransi dalam masyarakat, antaranya sifat gotong royong dan mufakat yang kemudian dirumuskan dalam filsafat negara, yaitu Pancasila pada sila pertama; Ketuhanan Yang Maha Esa 285 . Kerukunan hidup antar umat beragama merupakan fenomena yang berkelanjutan sejalan dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri 286 . Hidup rukun berarti adanya kondisi yang harmoni dan damai 284 Lihat Singgih, Pembinaan Aliran Keagamaan Di Indonesia Makalah dipresentasikan pada 18 12 1996 dalam Seminar Internasional di Hotel Kota Makasar, Sulawesi h. 7 285 Ibid. h. 4 286 Majlis Ulama Indonesia, Kerukunan Hidup antar Umat Beragama, Solo: CV Ramadhani, 1987 , h. 7 364 antara sesama anggota masyarakat yang berbeda etnik dan agama. Ini artinya bahwa hidup rukun menghendaki adanya; a. Saling hormat menghormati, b. Menghargai sesama pemeluk agama yang berbeda, c. Adanya saling pengertian antara sesama pemeluk agama yang berbeda. Dengan demikian, hidup rukun terkait dengan sikap dan perilaku dari setiap individu pemeluk agama, dan ini tidak dapat terpisah dari etika atau moral yang erat hubungannya dengan agama yang dianut, karena agama membentuk sikap setiap penganutnya. Ini disebabkan rakyat Indonesia adalah rakyat yang religius. Tidak dapat dinafikan bahwa keberadaan agama-agama dalam kehidupan umat yang multi etnik merupakan sesuatu yang sensitif. Semua agama yang hidup dan berkembang di Indonesia secara sosiologis mengajarkan ajaran-ajaran yang baik, membimbing umatnya masing-masing agar berbudi luhur, berbakti beribadah kepada Tuhannya berdasarkan pemahaman agama masing-masing, serta mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa menyayangi sesama umat manusia tanpa membedakan antara satu dari lainnya. Walaupun demikian, kehidupan sosial keagamaan harus mendapatkan perhatian dari waktu ke waktu, karena hubungan setiap individu pemeluk agama dengan agama yang dipeluknya merupakan hubungan atas dasar keyakinan dan emosional, lebih-lebih jika fenomena keagamaan didasarkan pada fanatisme agama. Kondisi ini sangat sensitive bila dihubungkan dengan persoalan interaksi antar umat beragama yang berbeda, bisa dimungkinkan memunculkan konflik dan perpecahan antara sesama pemeluk agama yang berbeda jika salah satu pihak dari penganut agama lain menganggap pihak tertentu melakuklan penghinaan atau pelecehan terhadap agama yang dipeluknya. Oleh karena itu ajaran agama-agama, terutama agama Islam yang dilaksanakan dengan benar dalam konteks negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila akan berperan sebagai daya perekat bagi bangsa Indonesia yang plural, sama-sama membangun bangsa dan negara yang lebih baik ke depan. Tetapi jika ajaran agama dilaksanakan tidak benar, lebih-lebih jika didasarkan pada sikap saling mencurigai, akan memunculkan gesekan-gesekan yang bisa mengancam keutuhan bangsa 287 . 287 Ibid. h. 5 365 Fenomena kehidupan sosial keagamaan masyarakat Indonesia, baik dahulu ataupun sekarang akan menunjukkan adanya realitas bahwa agama memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap pembentukan karakter dan kehidupan umat manusia. Agama menjadi motivasi atas lahirnya berbagai pergerakan menentang penjajah, tidak sedikit tokoh-tokoh nasional seperti Dipenegoro, Imam Bonjol, Ki Ageng Tirtayasa dan sebagainya, umur mereka dihabiskan demi mempertahankan kedaulatan rakyat dan bangsa. Demikian juga dengan berdirinya Organisasi-organisasi Islam, seperti Syarekat Islam SI , Syarekat Dagang Islam SDI , Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama NU , Majlis Islam A`la Indonesia MIAI , Majlis Syuro Muslimin Indonesia Masyumi , dan sebagainya. Para tokoh tersebut dan organisasi-organisasi Islam ini memiliki pengaruh besar dalam peta perpolitikan di Indonesia, semua aktifitasnya didorong oleh ajaran agama, baik dalam rangka membebaskan diri dari keterpurukan, kezaliman, eksploitasi, ketertindasan dan sebagainya. Sepanjang kehidupan umat manusia, baik dahulu ataupun sekarang, agama dipandang sebagai sesuatu yang sensitif. Hal ini dikarenakan agama terkait dengan eksistensi manusia, bahkan agama dipandang sebagai bagian terdalam dalam diri manusia. Oleh karenanya di Indonesia agama merupakan bagian dari masalah-masalah SARA Suku, Agama dan Ras dan hubungan antar golongan 288 . Dengan demikian, masalah SARA merupakan masalah sensitif dan tidak bisa dianggap ringan, maka umat beragama semuanya dituntut untuk mencari solusi dalam setiap masalah yang muncul. Jika gagal menangani masalah, tentu umat beragama akan dihadapkan pada ledakan-ledakan sosial yang bisa mengganggu keharmonian kehidupan, dan bahkan akan mengganggu kestabilan politik Nasional. Masalah ini bisa jadi dieksploitasi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok. Ledakan dan goncangan yang diakibatkan masalah-masalah SARA seringkali terjadi dalam situasi suhu politik memanas. Kondisi akan bertambah parah jika gagal menangani masalah-masalah tersebut. Kondisi seperti ini dapat dirasakan ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi sekitar tahun 1997 –an dan berimplikasi terjadinya krisis kepimpinan, sosial dan agama, mengakibatkan terjadinya demonstrasi besar-besaran di 288 Lihat Martin Sardy Pnyt. , Agama Multi Dimensional Bandung: Alumni, 1987 , h. 23 - 24 366 mana-mana, tidak luput tejadinya konflik antar umat beragama di beberapa tempat, seperti di Ambon Maluku, Lombok, Sampit di Kalimantan dan sebagainya. Berdasarkan pandangan beberapa kalangan bahwa masalah agama sebenarnya dieksploitasi untuk memperparah keadaan oleh pihak-pihak yang merasa kecewa terhadap kebijakan politik saat itu dengan motif-motif tertentu. Beragama merupakan fitrah bagi setiap manusia hidup di atas bumi ini, kecuali di beberapa belahan bumi yang memaksakan penduduknya untuk tidak beragama atau melepaskan agama dari kehidupan publik, maka menjadi keharusan untuk mewujudkan kondisi yang rukun, tenteram dan damai, agar dapat membangun masa depannya lebih baik, karena itu menjadi kewajiban bagi semua pihak, baik pemerintah atau rakyat untuk mengumandangkan seruan-seruan hidup rukun di kalangan umat beragama. Tanpa kerukunan hidup, stabilitas politik akan terganggu, maka kerukunan hidup menjadi prasyarat bagi keberhasilan pencapaian pembangunan, karena bagaimana mungkin pembangnan dapat berjalan dengan efektif kalau negara selalu diganggu oleh ledakan-ledakan konflik antar sesama umat beragama. Berdasarkan paparan di atas, Pemerintah Indonesia sejak era Orde Baru sebenarnya sudah melakukan berbagai langkah setrategis dalam mewujudkan kondisi hidup rukun, harmoni dan tenteram. Berbagai pendekatan dan upaya telah dilakukan; dialog, musyawarah, seminar dan sebagainya 289 . Hal ini harus dipastikan dari waktu ke waktu agar efektifitas upaya-upaya tersebut benar-benar melahirkan hasil maksimal. Dari sini muncul pemikiran tentang pembinaan kerukunan hidup antar umat beragama, yaitu; upaya yang dilaksanakan secara sadar, terencana, terarah, teratur dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kesatuan dan solidaritas antar umat beragama 290 . Oleh karena itu pembinanaan kerukunan hidup antar umat beragama harus selalu dievaluasi dari waktu ke waktu. Kerukunan secara umum dapat diartikan sebagai kondisi hidup dan kehidupan yang damai, tertib, tentram, sejahtera, hormat menghormati, harga menghargai, tenggang rasa, gotong royong sesuai 289 Martin Sardy penyt. , Agama Multidimensional. h. 24 290 Lihat Majlis Ulama Indonesia, Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama. h. 7 367 dengan tuntutan ajaran agama dan kepribadian Pancasila 291 . Hidup beragama adalah pengamalan ajaran agama sebagai bukti ketaatan kepada Allah Tuhan dalam kehidupan umat manusia yang menjadikannya saleh dalam perilaku dan perangai. Oleh karena itukesalehan manusia adalah sebagai implikasi dari pengamalan ajaran agama baik sebagai unsur individu ataupun sebagai unsur sosial. Pengamalan tersebut secara riil tercermin baik secara pribadi di dalam golongan maupun antar golongan di tengah-tengah masyarakat 292 . Dengan demikian kerukunan hidup umat beragama dapat diartikan sebagai kondisi hidup dan kehidupan yang harmonis. Kerukunan hidup akan mudah diwujudkan apabila ada persamaan dan kesamaan latar belakang sejarah, penderitaan, cita-cita dan keserasian dalam banyak hal 293 , maka agar kerukunan hidup umat beragama dapat direalisasikan dengan baik dan efektif sesuai dengan semangat kebersamaan, perlu diperhatikan beberapa langkah strategis sebagaimana dijelaskan di bawah ini.

6. Kerukunan Umat Beragama Berdampak Positif Terhadap Stabilitas Politik

Terciptanya kerukunan hidup antar umat beragama akan berdampak positif pada penguatan kehidupan sosial politik. Oleh karena itu, pembinaan kehidupan umat beragama harus berdasarkan perencanaan dan langkah-langkah strstegis, agar pembinaan tersebut mencapai sasaran yang dikehendaki. Dalam konteks negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pembinaan kehidupan umat beragama diarahkan untuk mencapai sasaran tercapainya; a. Kerukunan antara sesama pemeluk seagama, b. Kerukunan antara pemeluk berlainan agama, c. Kerukunan umat beragama dengan Pemerintah 294 . 291 Departemen Agama RI, Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Umat Beragama Di Indonesia Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Agama Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Umat Beragama, 1997 , h. 20 292 Ibid. 293 Ibid. 294 Lihat Singgih, Pembinaan Aliran Keagamaan di Indonesia. h. 7. Lihat juga Departemen Agama, Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Umat beragama Di Indonesia Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Agama Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Umat Beragama, 1997 , h. 10 dan 40 368 Berdasarkan fenomena yang ada pada masyarakat Indonesia sesungguhnya telah tertanam nilai-nilai positif, seperti sikap hormat menghormati dan saling bantu menbantu ntara sesama pemeluk-pemeluk agama yang berbeda sehingga dapat dibina kerukunan hidup yang baik dan maksimal. Faktanya Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara ideologis dan konstitusional telah berhasil mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa, sebagaimana tercermin dalam slogan Bhinneka Tunggal Ika, yang kemudian dikonsepsikan dalam paham NKRI, walaupun sesekali terjadi gesekan antar umat beragma, tetapi secara umum dapat dikatakan situasi relatif terkendali. Pada saat Mukti Ali menjabat Menteri Agama, beliau telah memprakarsai dialog antara umat beragama, melibatkan para tokoh umat berbagai agama. Rencana tersebut mendapatkan respon positif dari berbagai kalangan. Melalui dialog antar umat beragama menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang disetujui, yaitu; kerukunan antara umat beragama dapat dibina, kerjasama yang baik dapat diwujudkan melalui sikap saling pengertian dan toleransi, kecurigaan sesama umat dapat dihilangkan dan sebagainya 295 . Pada tahun 1960 –an peta pluralitas di Indonesia sangat kritis akibat dari banyaknya pergolakan dan konflik 296 . Pergolakan ini dapat dirasakan ketika banyaknya terjadi aksi yang melemahkan rasa persatuan, misalnya munculnya sikap saling menghina, penyebaran slogan, mendatangi rumah-rumah orang yang sudah beragama Islam untuk tujuan missionari, penyebaran fitnah, pengrusakan rumah ibadah dan sebaginya. Melihat kondisi yang mengancam persatuan umat dan kestbilan politik negara, Pemerintah waktu itu berinisiatif untuk mengadakan pertemuan antara umat beragama. Hasil dari pertemuan itu lahirnya langkah positif didirikannya Wadah Musyawarah Antara Umat Beragama oleh H. Alamsyah Ratu Perwiranegara Menteri Agama pada 30 Juni 1980 di Jakarta. Tujuan pembentukan Wadah ini sebagai tempat; a. Mengkomunikasikan masalah-masalah agama, b. Menciptakan komunikasi yang baik antara umat beragama 295 Lihat, Martin Sardy pnyt., Agama Multidimensional. h. 46 -47 296 Ibid. h. 43