370
b. Menghindari perbuatan yang menyinggung perasaan
Dalam konteks ini Soeharto menyatakan bahwa di dalam mengembangkan agama, melaksanakan ibadah adalah untuk
berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah dan untuk amal perbuatan yang baik kepada sesama umat, bukan untuk
memperlihatkan kekuatan, bukan untuk memperlihatkan kekayaan. Oleh itu, di dalam upaya mengembangkan agama
harus menghindari tindakan yang dapat menyinggung perasaan orang yang kebetulan beragama lain, bukan karena tidak suka
kepada agama yang berkenaan, tetapi karena adanya perbedaan yang mencolok dalam nilai-nilai sosial yang berlaku dalam
masyarakat tersebut.
c. Pengembangan agama tidak menggunakan cara-cara paksaan
Dalam konteks ini Soeharto ketika menyampaikan sambutannya pada acara peringatan Nuzulul Qur`an tanggal 19 Desember
1967 di Jakarta, menegaskan bahwa; penyebaran dan pengembangan agama tidak harus disertai dengan cara-cara
paksaan dalam bentuk apa pun, baik paksaan dengan intimidasi fisik, paksaan karena mayoritas, paksaan dengan kekuatan
material, dan sebagainya. Dengan demikian, penyebaran dan pengembangan agama tidak semata-mata untuk memperluas atau
menambah penganut agama, tetapi yang lebih penting adalah untuk meningkatkan kualitas keyakinan pemeluk agama dan
membimbingnya dengan tepat agar setiap pemeluk agama melaksanakan ajaran agama dengan tepat dan benar, beramal
dan bekerja demi kesejahteraan umat sesuai dengan perintah agama, sehingga pola-pola penyebaran agama dan melaksanakan
ibadah agama tidak menyinggung perasaan pemeluk agama lain, tidak mengganggu ketenteraman orang banyak dan tidak
melanggar hukum.
d. Tidak mempertajam perbedaan agama
Kehidupan beragama dalam masyarakat dan bangsa yang berbeda eknik dan agama adalah masalah sensitif. Oleh karena
itu, ini harus menjadi perhatian bersama dan menyampaikan peringatan jika terjadi goncangan akibat tindakan sebgian pihak
yang tidak bertanggung jawab, seperti menghina atau
371 menganggap kecil agama lain, mempertajam perbedaan agama
dan sebagainya. Berdasarkan penjelasan di atas terkait langkah-langkah strategis
dalam rangka terciptanya kerukunan hidup antar umat beragama, maka dapat ditegaskan bahwa upaya dan langkah itu pada dasarnya untuk
terciptanya sebuah persatuan umat beragama, sehingga dengan sendirinya tercipta kehidupan yang harmonis. Namun demikian,
kerukunan dan persatuan tidak akan wujud selama tidak ada saling pengertian dan toleransi di antara sesama umat beragama. Oleh karena
itu, sikap saling pengertian dan toleransi harus diperkuat dikalangan umat beragama yang berbeda.
Toleransi umat beragama dalam perngertian, bahwa toleransi itu tidak berarti ajaran agama masig-masing menjadi campur aduk
seperti adonan tepung atau dalam pengertian lain sinkretis, toleransi hidup antar umat beragama bukan suatu bentuk campur aduk, melainkan
wujudnya saling harga menghargai dan terciptanya kebebasan bagi setiap warga untuk menjalankan ibadahnya sesuai dengan keyakinan
agamanya masing-masing. Sikap bermusuhan, sikap prasangka buruk terhadap pemeluk agama lain harus dihindari. Bangsa Indonesia
sesungguhnya sudah tertanam tradisi yang baik tentang toleransi dan kerukunan hidup. Tradisi inilah antara lain yang menguatkan sila
Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila dan sebaliknya, dengan Pancasila itu harus dikembangkan sikap toleransi. Terciptanya
kebersamaan dan kesatuan umat beragama menjadi pilar atau landasan bagi terciptaya stabilitas politik nasional.
7. Kesimpulan
Dari pembahasan tentang sila pertama Pancasila, yaitu; Ketuhanan Yang Maha Esa. Berikut ini disampaikan beberapa
kesimpulan, antaranya sebagai berikut; 1. Kepercayaan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah
sebagai wujud religiusitas bangsa Indonesia. 2. Tuhan Yang Maha Esa difahami oleh umat Islam adalah Allah
swt. 3. Ketakwaan kepada Tuhan Allah Yang Maha Esa sebagai
manifestasi dari iman yang tertanam di dalam jiwa setiap individu bangsa Indonesia terutama yang beragama Islam dan