Penerimaan Piagam Jakarta Oleh BPUPKI

290 tidak dimasukkan, tentu saja tidak diterima oleh para tokoh Islam 118 . Pada saat yang sama Soekarno mengulangi pernyataannya dengan nada keras; bahwa anak kalimat itu merupakan hasil kompromi antara golongan Islam dan golongan Kebangsaan yang hanya didapat dengan susah payah. 119 Karena itu Piagam Jakarta harus diposisikan sebagai alat pemersatu di antara berbagai aliran pemikiran yang ada pada saat itu. Dalam konteks ini Soekarno menegaskan sebagai berikut; Di dalam Preambul Piagam Jakarta itu ternyatalah, seperti yang saya katakan tempo hari, segenap pokok-pokok pikiran yang mengisi dada sebagian besar dari anggota-anggota Dokuritsu Zyumbi Tyoosakai, masuk di dalamnya Ketuhanan, dan terutama sekali kewajiban umat Islam untuk menjalankan Syariat Islam, masuk di dalamnya; kebulatan nasionalisme Indonesia. Persatuan bangsa Indonesia masuk ke dalamnya; kemanusiaan atau Indonesia merdeka di dalamnya susunan peri-kemanusiaan dunia masuk di dalamnya; keadilan sosial, sociale rechtvaardigheid masuk di dalamnya, maka oleh karena itu Panitia Sembilan berkeyakinan, bahwa inilah Preambul Piagam Jakarta yang bisa menghubungkan, mempersatukan segenap aliran yang ada di kalangan anggota-anggota Dokuritsu Zyumbi Tyoosakai 120 . Berdasarkan penjelasan Soekarno di atas, dapat difahami bahwa Preambul Piagam Jakarta yang telah disepakati bersama oleh para anggota Panitia Sembilan adalah yang terbaik, karena dapat mempersatukan berbagai aliran pemikiran yang berbeda. Realitasnya pada tahap ini demikian, meskipun terjadi perdebatan-perdebatan yang panas tetapi semuanya tetap berpijak pada prinsip persatuan. Pada tahap ini Soekarno memperlihatkan sikap ketegasannya dalam mempertahankan Piagam Jakarta. Sebagai ketua Panitia Sembilan, Soekarno memperlihatkan keteguhan komitmennya terhadap apa yang sudah menjadi kesepakatan bersama, maka tidak heran jika Soekarno mempertahankan Piagam Jakarta dengan gigih. Sidang BPUPKI 11 Juli 1945 berakhir dengan penyampaian kesimpulan Soekarno dan oleh karena tidak ada yang menolak, maka pokok-pokok pemikiran yang terkandung di dalam Preambul Piagam Jakarta 118 Ibid. h. 254 119 Ibid., h. 259 120 Ibid. h. 154 - 155 291 dianggap sudah diterima 121 . Dengan demikian, Preambul yang dalam bentuknya Piagam Jakarta telah diterima secara sah dari sisi hukum oleh Badan Penyelidik BPUPKI , dan sebagaimana ditegaskan Muh. Yamin; bahwa pada 11 Juli 1945 Panitia Perancang Undang-Undang Dasar dengan bulat suara telah menyetujui isi Preambul Piagam Jakarta , Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang juga dipimpin oleh Bung Karno dengan anggota-anggotanya sejumlah sembilan belas orang, semua persoalan Undang-Undang Dasar diserahkan kepada mereka, termasuk soal Preambul 122 . Kemudian dalam rangka memperlancar penunyusunan rumusan Undang-Undang Dasar 123 , panitia perancang Undang-Undang Dasar yang berjumlah sembilan belas orang itu diperkecil lagi menjadi tujuh orang saja 124 . Panitia Perancang Undang-Undang Dasar mulai bekerja pada 12 Juli 1945 125 . Pada 14 Juli 1945 dalam sidang Badan Penyelidik BPUPKI , Soekarno sebagai ketua panitia perancang Undang-Undang Dasar melaporkan kepada sidang mengenai tiga rancangan yang telah dihasilkan, yaitu; 1. Pernyataan Indonesia merdeka, 2. Preambul yang dalam bentuknya Piagam Jakarta, 3. Undang-Undang Dasar itu sendirir yang terdiri dari 42 Pasal 126 . Setelah dilakukan pembahasan, terutama terhadap tujuh anak kalimat; dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya setelah kata Ketuhanan yang terdapat pada Pasal 121 Lihat Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jld. 1, h. 529 122 Ibid. h. 250 - 251 123 Dalam konteks ini, penulis tidak bermaksud membicarakan isi rancangan Undang-Undang Dasar secara keseluruhan, karena pembicaraannya memerlukan pembahasaanya tersendiri, tetapi sekedar untuk membuktikan bahwa penyusunan rancangan Undang-Undang Dasar juga bersumber pasa Preambul yang dalam bentuknya Piagam Jakarta. Terbukti bahwa di dalam rancangan Undang-Undang Dasar disebutkan ; Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeliuknya. 124 Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jld. 1, h. 260 125 Lihat B.J. Boland, The Struggle of Islam In Indonesia The Hague; Martinus Nijhoff, 1971 , h. 29 126 Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jld. 1, h. 273 –276,. Lihat juga, E. Saefuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945. . . . . . . h. 37 292 29 ayat 1 dari rancangan Undang-Undang Dasar, pada akhirnya sidang lengkap Badan Penyelidik BPUPKI menerima rancangan Undang-Undang Dasar yang disesuaikan dengan Piagam Jakarta pada 16 Juli 1945. Dalam konteks ini Soekarno sebagai ketua panitia perancang Undang-Undang Dasar menyetakan sebagai berikut; Saya minta dengan rasa menangis supaya sukalah saudara-saudara menjalankan offer ini kepada tanah air dan bangsa kita . . . . . . saya harap, Paduka tuan yang mulia suka mengupayakan supaya sedapat mungkin dengan lekas mendapat persetujuan yang sebulat-bulatnya dari segenap sidang untuk apa yang saya usulkan tadi 127 . Ketika tidak ada lagi persoalan-persoalan yang muncul dalam sidang, maka K.R.T. Rajiman sebagai ketua umum Badan Penyelidik BPUPKI menutup persidangan dengan ucapan yang terakhir; . . . . . Jadi rancangan ini sudah diterima semuanya. Jadi, saya ulangi . . . . . . Undang-Undang Dasar ini kita terima dengan sebulat-bulatnya. Pernyataan terakhir tersebut diterima dengan suara bulat dan disambut dengan tepuk tangan riuh 128 . Hari terakhir, yaitu 17 Juli 1945 hanya acara penutupan sidang Badan Penyelidik secara resmi 129 . Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas tentang Pancasila di dalam Piagam Jakarta, maka dapat ditegaskan bahwa sidang BPUPKI ke-2 dua yang berlangsung dari 10 – 16 Juli 1945 berakhir dengan keputusan secara bulat menerima Preambul Piagam Jakarta dan kemudian diikuti dengan pengesahan rancangan Undang-Undang Dasar menjadi Undang-Undang Dasar yang mengacu pada Piagam Jakarta. 7 . Kearifan Keputusan Penerimaan Piagam Jakarta Keputusan menerima Piagam Jakarta adalah keputusan yang sangat bijak dan arif, yang akan menjadi alat pemersatu, terutama di anatara dua aliran pemikiran berlawanan yang dominan pada saat itu, yaitu aliran pemikiran Nasionalis Sekular dan aliran pemikiran Nasionalis Islam. Dalam hubungan ini Muh. Yamin menegaskan; 127 Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jld. 1, h. 393 128 Ibid. h. 398 129 Lembaga Soekarno – Hatta, Sejarah Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, h. 40 293 Piagam Jakarta itu dilihat sebagai modus operandi antara golongan Islam dan Nasionalis 130 . Para tokoh yang terpilih dalam Panitia Sembilan sebagaimana ditegaskan E. Saefuddin Anshari, adalah para penanda tangan Piagam yang sungguh-sungguh representatif, mencerminkan alam dan aliran pemikiran yang hidup dalam masyarakat Indonesia 131 . Deliar Noer memperkuat pandangan Muh. Yamin dan E. Saefuddin Anshari dengan pernyataannya; bahwa sembilan orang pemimpin itu, masing-masing dianggap mewakili golongan Kebangsan, Islam dan Kristen 132 . Dengan disahkannya Preambul Piagam Jakarta oleh BPUPKI berarti sebagai awal fondasi pembangunan Indonesia ke depan. Dalam hal ini E. Saefuddin Anshari menegaskan; bahwa Piagam Jakarta adalah hasil akhir dari perjuangan panjang untuk kemerdekaan dan dalam waktu yang sama ia juga merupakan titik tolak starting poin pembangunan Indonesia pada masa akan datang 133 . Pandangan ini harus dimunculkan karena dengan ditanda tanganinya Piagam Jakarta oleh sembilang Orang anggota Panitia khusus Pansus berarti babak baru dimulainya pembangunan Indonesia dengan berdasar pada persatuan dan kebersamaan. Persatuan merupakan prasyarat untuk tercapainya pembangunan di semua sektor kehidupan. Atas dasar inilah kiranya patut dihargai pandangan Muh. Yamin; bahwa untuk menetapkan tujuan negara serta untuk mempersatukan aliran politik dan agama, ajaran Pancasila dirumuskan dalam Piagam Jakarta yang dipergunakan untuk mempersatukan semua aliran 134 . Pernyataan Muh. Yamin di atas, bisa difahami bahwa Piagam Jakarta sebagai manifestasi dari perjanjian the treaty untuk persatuan di anatara semua aliran pemikiran yang ada. Ini artinya bahwa Piagam Jakarta sebagai suatu kompromi yang dipegang bersama oleh pihak Nasionalis Islam dan pihak Nasionalis Sekular 135 . Hal ini tepat dengan pandangan Anwar 130 Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jld. 1, h. 153 131 E. Saefuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 . . . . hlm. 47 132 Lihat Deliar Noer, Administrasi Islam Di Indonesia Jakarta: CV. Rajawali, 1983 , h. 47 133 E. Saefuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 . . . . . h. 47 134 Muh. Yamin, Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, h. 290 135 Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Udang Dasar 1945, Jld. 1, h. 279 294 Harjono; bahwa Piagam Jakarta dalam sejarah kita telah menduduki posisi yang tinggi dari pada sekedar soal yuridis formal 136 . Piagam Jakarta sudah menyangkut sendi-sendi moralitas bangsa, maka Piagam Jakarta yang mengandung rumusan Pancasila yang lengkap itu sungguh sangat mendalam, berakar, mendarah daging dan bahkan menjiwai, mewarnai setiap perjuangan, terutama perjuangan umat muslim Indonesia. Oleh karena itu Piagam Jakarta yang mengandung dasar-dasar Indonesia merdeka dan berisi dasar-dasar yang dapat mempersatukan berbagai aliran yang berbeda, pastinya harus dijadikan acuan dalam rangka merumuskan kebijakan-kebijakan publik di kemudian hari. Hal ini sebagaimana dibuktikan oleh Soekarno ketika menghadapi krisis politik tahun 1959, yaitu dengan mendeklarasikan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dekrit Presiden mengandung pernyataan; bahwa Piagam Jakarta sebagai yang menjiwai Undang-Undang Dasar 1945, dan sebagai rangkaian dengan konstitusi tersebut. Dalam konteks ini Muh. Yamin menyatakan; Pernah ajaran itu Pancasila dirumuskan dalam Piagam Jakarta bertanggal 22 Juni 1945, yang seperti kata Dekrit Presiden Panglima Tertinggi tanggal 5 Juli 1959; yang menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian dengan konstitusi tersebut, atau menurut salinan dalam bahasa Inggris; That we have the conviction that the Jakarta Charter dated 22 Jun 1945 gave an inspiration to 1945 constitution an is linked in unity with that constitution 137 . Piagam Jakarta sebagaimana ditegaskan Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1959 tersebut memberi arti bahwa kedudukannya dipandang begitu asas, sehingga dikatakan sebagai yang menjiwai Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu secara logika, Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi dasar negara Indonesia adalah sebagai manifestasi dari Piagam Jakarta itu. Oleh karenanya rumusan Undang-Undang Dasar 1945 dibuat tidak bertentangan dengan Piagam Jakarta 138 . 136 Anwar Harjono, Indonesia Kita, Pemikiran Berwawasan Iman – Islam Jakarta: Gema Insani, 1995 , h. 144 - 145 137 Muh. Yamin, Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. h. 289 138 Undang-Undang Dasar 1945 yang dimaksud di sini ialah Undang-Undang Dasar 1945 dalam bentuknya yang asli sebelum dilakukan perubahan atau amandemen, seperti yang terjadi pada sidang PPKI atau di era Reformasi. 295 Dari sisi lain, jika dilihat dari aspek nama, maka Piagam Jakarta adalah sebuah nama dari naskah tertulis hasil kesepakatan bersama konsnsus antara para anggota Panitia Sembilan. Ini berarti bahwa kesepakatan dan kebersamaan telah tercapai. Oleh karena itu, Soekiman; salah seorang anggota Badan Penyelidik BPUPKI memberinya nama Gentlemen`s Agreement, yang berarti suatu kesepakatan bersama antara semua pihak berdasarkan saling hormat menghaormati, meskipun sempat terjadi perbedaan pandangan dan pemikiran. Sehubungan ini Soekarno menyatakan sebagai berikut; Jadi, Panitia memegang teguh kompromi yang dinamakan anggota yang terhormat; Muh. Yamin, The Jakarta Charter, yang disertai perkataan pernyataan anggota yang terhormat; Soekiman, Gentlemen`s Agreement, supaya ini dipegang teguh antara pihak Islam dan pihak kebangsaan 139 . Dalam konteks ini selanjutnya penulis ingin menegaskan bahwa setidaknya telah terjadi dua kali kejadian yang sangat penting terkait dengan upaya strukturisasi ketata negaraan Republik Indonesia dalam dekade 1945-1959, di mana Piagam Jakarta diposisikan sebagai alat instrumen pemersatu; Pertama. Terjadi persatuan di kalangan para anggota Badan Penyelidik BPUPKI , meskipun dalam hal ini diakui Piagam Jakarta tidak bertahan lama karena terjadi perubahan mendasar pada sidang PPKI 18 Agustus 1945. Kedua. Terjadi persatuan meskipun ini terjadi 14 tahun kemudian dari tahun 1945 di kalangan Badan Konstituante Suatu Badan yang diberi mandat untuk merumuskan kembali Undang-Undang Dasar setelah sebelumnya terjadi perdebatan sengit di anatara aliran Nasionalis Sekular, Nasinalis Islam dan aliran yang berfaham Komunisme tentang dasar negara. Persidangan Badan Konstituante menemui jalan buntu, hal ini yang memeaksa Presiden Soekarno kemudian mengambil langkah strategis dalam rangka terciptanya kesatuan dan kestabilan politik, yaitu keputusan kembali pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 disertai dengan memasukan Piagam Jakarta. Hal ini sebagaimana termaktub di dalam Dekrit Presiden 1959 sebagai dokumen resmi negara. Kebijakan ini ternyata menyadarkan semua pihak yang berbeda pandangan untuk bersatu kembali dalam kesatuan Republik Indonesia. Tetapi aneh sekali di era Reformasi, dan bahkan di era 139 Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jld. 1, h. 279 296 Rezim Orde Baru, banyak orang alergi ketika mendengar Piagam Jakarta. Piagam Jakarta sudah disalah artikan sebagai sesuatu yang identik dengan implementasi Syariat Islam, padahal sebenarnya tidak begitu. Sebagai bangsa yang beradab dan telah menerima Demokrasi sebagai sistem pemerintahan sepatutnya kita terutama para elite politisi muslim tidak bersikap pak turut ikut-ikutan , kita harusnya bersikap arif, objektif dan jujur, karena Piagan Jakarta pernah disahkan oleh suatu Lembaga tertinggi; BPUPKI, pada saat menjelang Indonesia merdeka. Demikianlah kedudukan Piagam Jakarta sebagai sesuatu yang dapat mempersatukan berbagai aliran yang berbeda. Oleh karena itu, dalam dinamika perpolitikan nasional ketika dikemudian hari terjadi penghapusan pencoretan , terutama pada tujuh anak kalimat; dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, dan imbasnya terjadi penghapusan pula pada beberapa kata dalam Undang-Undang Dasar 1945, sebenarnya menjadi sumber ketidak puasan, terutama bagi para tokoh Islam, baik sebagai anggota Badan Penyelidik, atau yang berada di masyarakat. Tapi dengan semangat persatuan, para tokoh Islam sangat toleran demi tercapainya Indonesia merdeka dan dimulainya pembangunan, maka penghapusan beberpa kata tersebut disikapi dengan sikap positif dan lapang dada.

8. Revisi Pancasila Dalam Piagam Jakarta

Pancasila yang terkandung di dalam Piagam Jakarta dan telah diterima oleh Badan Penyelidik BPUPKI dalam sidangnya yang kedua, rupanya belum tuntas, masih belum baku, sehingga terpaksa harus dilakukan tinjauan ulang. Hasilnya terjadi perubahan yang sangat mendasar terhadap sila pertama Pancasila. Ini terjadi disebabkan oleh beberapa hal teknis yang dianggap oleh sebagian pihak sebagai sesuatu yang mengganjal, dan ini nampak jelas bagaimana ketika terjadi debat yang cukup panas pada sidang BPUPKI kedua. Sesuatu yang dianggap mengganjal itu ialah adanya beberapa kalimat, yang menurut sebagian anggota Badan Penyelidik, terlalu memberi perhatian khusus kepada umat Islam, sehingga masyarakat non muslim merasakan ada diskriminasi, meskipun hal ini sudah diberi penjelasan secukupnya oleh para tokoh Nasionalis Islam, antaranya K.H. Agus Salim, K.H. A. Wahid Hasyim dan lain-lainnya. Tetapi tetap saja hal tersebut masih dianggap mengganjal. 297 Dalam konteks ini, persoalan sebenarnya terletak di tangan Soekarno dan Moh. Hatta, karena keduanya sebagai tokoh yang berpengaruh tentu saja dapat memainkan perananya untuk menentukan arah mana yang akan dituju. Dalam arti bahwa jika Soekarno dan Moh. Hatta memang setuju dengan Piagam Jakarta sebagaimana yang sudah menjadi kesepakatan bersama, tentu tidak akan membuka ruang untuk upaya penghapusan beberapa kalimat dalam Piagam Jakarta. Kontroversi meruncing di sekitar Piagam Jakarta sejak semula memang sudah dirasakan. Namun demikian, karena kebesaran pengorbanan dan toleransi para tokoh Nasionalis Islam sangat tinggi, demi wujudnya kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia seluruhnya, maka permasalahan yang rumit itu akhirnya dapat diselesaikan bersama dengan penuh kesadaran dan husnu zan prasangka baik . Pancasila yang disahkan penggunaannya semenjak Indonesia merdeka hingga hari ini adalah rumusan Pancasila yang dihapuskan tujuh anak kalimatnya pada sila pertama, yaitu; dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, dan sebagai penggantinya kalimat; Yang Maha Esa. Jadi sila pertama Pancasila yang pada mulanya berbunyi; Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menjadi; Ketuhanan Yang Maha Esa 140 . Secara sistematik rumusan Pancasila yang diberlakukan sampai sekarang, ialah; 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Inilah rumusan Pancasila yang diberlakukan sebagai dasar dan filsafat negara Republik Indonesia hingga hari ini. Dalam konteks ini Prawoto menyebut rumusan Pancasila tersebut sebagai rumus Pancasila ke-2 141 . Sehubungan dengan ini Nugroho Notosusanto menegaskan 140 Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jld. 1, h. 400 - 410 141 Pembahasan tentang rumus-rumus Pancasila dari rumus 1 hingga rumus IV dan bahkan rumus V, pembaca dapat merujuk karya Noor Ms. Bakry; Pancasila Yuridis Kenegaraan, tahun terbit 1985, hlm. 40 – 41, dan rujuk pula karya Prawoto Mangkusasmito yang berjudul; Pertumbuhan Historis Dasar Negara dan Sebuah Proyeksi, h. 12