Teori Tempat yang Sentral Central Place Theory

196 yang menentukan besarnya kota; dan ketiga, apakah yang menentukan persebaran kota. Menurut Christaller ada konsep yang disebut jangkauan range dan ambang threshold. Range adalah jarak yang perlu ditempuh orang untuk mendapatkan barang kebutuhannya pada suatu waktu tertentu saja. Adapun Threshold adalah jumlah minimal penduduk yang diperlukan untuk kelancaran dan keseimbangan suplai barang. Dalam teori ini diasumsikan pada suatu wilayah datar yang luas dihuni oleh sejumlah penduduk dengan kondisi yang merata. Di dalam memenuhi kebutuhannya, penduduk memerlukan berbagai jenis barang dan jasa, seperti makanan, minuman, alat-alat rumah tangga, pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan dan sebagainya. Untuk memperoleh kebutuhan tersebut penduduk harus menempuh jarak tertentu dari rumahnya. Jarak tempuh tersebut disebut Range. Di sisi lain pihak penyedia barang dan jasa baik pertokoan maupun pusat- pusat pelayanan jasa untuk memperoleh keuntungan yang maksimal, maka mereka harus paham benar berapa banyak jumlah minimal penduduk calon konsumen yang diperlukan bagi kelancaran dan kesinambungan suplai barang atau jasa agar tidak mengalami kerugian. Dengan kata lain mereka harus memilih lokasi yang strategis, yaitu sebuah pusat pelayanan berbagai kebutuhan penduduk dalam jumlah partisipasi yang maksimum. Berdasarkan kepentingan ini maka untuk jenis barang kebutuhan dapat dibedakan sebagai berikut: a. Threshold tinggi , yaitu barang kebutuhan yang memiliki risiko kerugian besar karena jenis barang atau jasa yang dijual adalah barang-barang mewah, seperti: kendaraan bermotor, perhiasan, dan barang-barang lainnya yang memang harganya relatif mahal dan sulit terjual. Untuk jenis-jenis barang seperti ini maka diperlukan lokasi yang sangat sentral seperti di kota besar yang relatif terjangkau oleh penduduk dari daerah sekitarnya dan terpenuhi jumlah penduduk minimal untuk menjaga kesinambungan suplai barang. b. Threshold rendah , yaitu barang kebutuhan yang memiliki risiko kecil atau tidak memerlukan konsumen terlalu banyak untuk terjualnya barang- barang, karena penduduk memang membutuhkannya setiap hari. Untuk jenis barang-barang seperti ini maka lokasi penjualannya dapat ditempatkan sampai pada kota-kota atau wilayah kecil. Dari bentuk kebutuhan dan pelayanan di atas maka muncullah istilah tempat yang sentral Central Place Theory, yaitu suatu lokasi yang senantiasa melayani berbagai kebutuhan penduduk harus terletak pada suatu tempat yang terpusat sentral. Tempat ini memungkinkan partisipasi manusia yang jumlahnya besar baik mereka yang terlibat dalam aktivitas pelayanan maupun yang menjadi konsumen dari barang-barang dan pelayanan yang dihasilkannya. 197 Menurut teori ini, tempat yang sentral merupakan suatu titik simpul dari suatu bentuk heksagonal atau segienam. Daerah segienam ini merupakan wilayah- wilayah yang penduduknya mampu terlayani oleh tempat yang sentral tersebut. Keterangan: a. Titik A, B, C, ... adalah tempat-tempat yang sentral b. Daerah-daerah segi enam merupakan wilayah yang secara maksimum terlayani oleh tempat yang sentral Gambar 6.10 Skema tempat yang sentral Sumber: Sumaatmadja, 1988, halaman 124 Tempat yang sentral dalam kenyataannya dapat berupa kota-kota besar, pusat perbelanjaan atau mall, super market, pasar, rumah sakit, sekolah, kampus-kampus perguruan tinggi, ibukota provinsi, kota kabupaten dan sebagainya. Masing-masing tempat yang sentral tersebut memiliki pengaruh atau kekuatan menarik penduduk yang tinggal di sekitarnya dengan daya jangkau yang berbeda. Misalnya, pusat kota provinsi akan menjadi daya tarik bagi penduduk dari kota-kota kabupaten, sementara kota kabupaten menjadi daya tarik bagi penduduk dari kota-kota kecamatan, dan kota kecamatan menjadi penarik bagi penduduk dari desa-desa di sekitarnya. Demikian pula halnya dengan pusat perbelanjaan, rumah sakit maupun pusat pendidikan. Sehingga nampak terdapat tingkatan hierarki tempat yang sentral. Gambar 6.11 Hirarki tempat tempat sentral yang kawasan daya pengaruhnya berbeda-beda Sumber: Sumaatmadja, 1988 halaman 125 A D F B G C E H Ibukota Negara Ibukota Provinsi Ibukota Kabupaten Kota kecilkota kecamatan Kotatempat pasar 198 Selain hierarki berdasarkan besar kecilnya wilayah atau pusat-pusat pelayanan seperti telah dikemukakan di atas, hierarki tempat yang sentral digunakan pula dalam merencanakan suatu lokasi kegiatan seperti pusat perniagaan atau pasar, sekolah, pusat rekreasi, dan lainnya. Tempat yang sentral dan daerah yang dipengaruhinya komplementer, pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu hierarki 3 K=3, hierarki 4 K=4, dan hierarki 7 K=7. Adapun secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut: a. Hierarki K=3 , merupakan pusat pelayanan berupa pasar yang selalu menyediakan bagi daerah sekitarnya, sering disebut Kasus Pasar Optimal. Wilayah ini selain mempengaruhi wilayahnya sendiri, juga mempengaruhi sepertiga bagian dari masing-masing wilayah tetangganya. Gambar 6.12a Hirarki tempat yang sentral dengan K=3 Sumber: Sumaatmadja, 1988, halaman 126 b. Hierarki K=4, wilayah ini dan daerah sekitarnya yang terpengaruh memberikan kemungkinan jalur lalu lintas yang paling efisien. Tempat sentral ini disebut pula situasi lalu lintas yang optimum. Situasi lalu lintas yang optimum ini memiliki pengaruh setengah bagian di masing- masing wilayah tetangganya. Gambar 6.12b Hirarki tempat yang sentral dengan K=4 Sumber: Sumaatmadja, 1988, halaman 127 K = 613 + 1 K = 3 K = 612 + 1 K = 4 199 c. Hirarki K=7, wilayah ini selain mempengaruhi wilayahnya sendiri, juga mempengaruhi seluruh bagian satu bagian masing-masing wilayah tetangganya. Wilayah ini disebut juga situasi administratif yang optimum. Situasi administratif yang dimaksud dapat berupa kota pusat pemerintahan. Gambar 6.12c Hirarki tempat yang sentral dengan K=7. Sumber: Sumaatmadja, 1988, halaman 127 Pengaruh tempat yang sentral dapat diukur berdasarkan hirarki tertentu, dan bergantung pada luasan heksagonal yang dilingkupinya.

2. Teori kutub pertumbuhan

Teori Kutub Pertumbuhan Growth Poles Theory disebut juga sebagai teori pusat pertumbuhan Growth Centres Theory. Teori ini dikemukakan oleh Perroux pada tahun 1955. Dalam teori ini dinyatakan bahwa pembangunan kota atau wilayah di manapun adanya bukanlah merupakan suatu proses yang terjadi secara serentak, tetapi mucul di tempat-tempat tertentu dengna kecepatan dan intensitas yang berbeda-beda. Tempat-tempat atau kawasan yang menjadi pusat pembangunan tersebut dinamakan pusat-pusat atau kutub-kutub pertumbuhan. Dari kutub-kutub tersebut selanjutnya proses pembangunan akan menyebar ke wilayah-wilayah lain di sekitarnya, atau ke pusat-pusat yang lebih rendah. Setelah Perang Dunia Kedua PD II banyak negara-negara yang terlibat perang mengalami kemunduran ekonomi. Untuk membangun kembali negara dikembangkan konsep pembangunan wilayah atau kota yang disebut spread trickling down penjalaran dan penetesan serta backwash polarization. Konsep tersebut berasal dari pengembngan industri untuk meningkatkan pendapatan nasional kasar Gros National Product = GNP. Konsep ini bertujuan untuk meningkatkan investasi pada satu kota tertentu yang diharapkan K = 61 + 1 K = 7 200 selanjutnya meningkatkan aktivitas kota sehingga akan semakin lebih banyak lagi melibatkan penduduk dan pada akhirnya semakin banyak barang dan jasa yang dibutuhkan. Namun demikian konsep ini kurang menunjukkan keberhasilan yang berarti. Karena cukup banyak kasus justru hanya menguntungkan kota. Kota yang diharapkan tadinya memberikan pengaruh kuat pula pada pedesaan untuk ikut berkembang bersama, kenyataannya pedesaan sering dirugikan, sehingga yang terjadi malah meningkatkan arus urbanisasi dari dari desa ke kota dan memindahkan kemiskinan desa ke kota.

3. Potensi daerah setempat

Teori pusat pertumbuhan lainnya juga dikenal “Potential Model”. Konsepnya adalah bahwa setiap daerah memiliki potensi untuk dikembangkan, baik alam maupun manusianya. Sumber daya seperti luas lahan yang terdapat di suatu daerah merupakan potensi untuk dikembangkan misalnya untuk pertanian, peternakan, perikanan, pertambangan, rekreasi atau wisata dan usaha-usaha lainnya. Mengingat setiap daerah memiliki potensi yang berbeda-beda, maka corak pengembangan potensi daerah itupun berbeda-beda pula. Misalnya, suatu daerah yang awalnya dikembangkan sebagai daerah pertanian tentunya akan menunjukkan pola yang berbeda dengan suatu daerah yang dikembangkan sebagai daerah perindustrian atau lainnya. Hal tersebut dapat kamu identifikasi seperti dari aspek tata guna lahan maupun kegiatan ekonomi penduduknya.

4. Konsep agropolitan

Konsep pusat pertumbuhan lainnya adalah yang diperkenalkan oleh Friedman 1975. Menurut konsep ini, perlunya mengusahakan pedesaan untuk lebih terbuka dalam pembangunan sehingga diharapkan terjadi beberapa “kota” di pedesaan atau di daerah pertanian agropolis. Melalui pengembangan ini diharapkan penduduk di pedesaan mengalami peningkatan pendapatannya serta memperoleh berbagai fasilitas atau prasarana sosial ekonomi yang dapat dijangkau oleh penduduk pedesaan tersebut. Dengan demikian mereka mempunyai kesempatan yang sama pula dalam meningkatkan kesejahteraannya sebagaimana yang dialami oleh penduduk perkotaan. Hal tersebut sangat berdampak baik terutama dalam mencegah terjadinya migrasi atau urbanisasi yang besar-besaran ke kota yang sering membawa dampak negatif bagi pembangunan di kota. Perkembangan yang dialami setiap daerah tentunya sangat berbeda. Hal ini bergantung pada potensi daerah, lokasi, dan sarana transportasi, serta sumber daya manusia yang ada di wilayah tersebut. Untuk mengidentifikasi wilayah pertumbuhan didasarkan pada: 1 pertumbuhan ekonomi dengan