Strategi Penanganan Limbah TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 15 Diagram skematik strategi pengelolaan limbah Romli et al. 2003 Strategi pengelolaan limbah yang dapat dilakukan pada proses transformasi mencakup tiga hal, yaitu upaya pengelolaan pada tahap proses, pemanfaatan internal dan pemanfaatan eksternal sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 15. Pada tahapan proses perlu dilakukan berbagai upaya yang menjamin minimumnya kehilangan produk yield loss. Ini meliputi penentuan tipe dan jenis teknologi yang digunakan, kondisi operasi dan proses yang optimum misalnya suhu, tekanan, lama waktu, pH, dan lain-lain, jenis, dan tingkat kemurnian bahan baku dan reagen, dan desain serta spesifikasi produk yang akan dihasilkan. Upaya kedua yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan secara internal bahan- bahan yang masih bernilai ekonomi ataupun bahan yang masih dapat ditingkatkan nilai tambahnya, baik melalui proses daur ulang, pakai ulang ataupun perolehan kembali recovery. Upaya ketiga pada dasarnya serupa dengan yang kedua, hanya saja pemanfaatannya secara eksternal. Hal ini memungkinkan pemanfaatan bahan-bahan yang masih berguna dalam suatu skala usaha yang lebih besar lebih layak secara ekonomi. Berdasarkan diagram skematik di atas, maka neraca aliran bahan menjadi hal yang mendasar untuk mengukur aliran materi pada berbagai tahapan proses dalam sistem. Neraca massa digunakan untuk mengevaluasi konsumsi sumber daya dan pembangkitan limbah dari produk ataupun proses.

2.8 Penanganan Limbah Cair

Pemilihan metode penanganan limbah cair tergantung pada kualitas dan variasi dari sumber limbah yang akan ditangani dan tujuan dari upaya penanganan. Menurut Droste 1997, penanganan limbah cair yang umum dilakukan adalah dengan melakukan kombinasi penanganan fisika-kimia dan biologi. Meskipun demikian mungkin saja hanya dilakukan penanganan fisika- kimia. Beberapa contoh metode penanganan limbah cair adalah menggunakan karbon aktif, reaktor anaerobik, koagulasi-flokulasi, ekualisasi, penyaringan, filtrasi, insinerasi pengabuan, sistem kolam, netralisasi, sedimentasi, dll. Pencemaran limbah pengolahan kopi dapat menimbulkan ancaman terhadap lingkungan flora dan fauna. Beberapa proses pengolahan kopi yang ramah lingkungan telah dikembangkan dan diuji di berbagai negara penghasil kopi. Meskipun demikian pencemaran lingkungan terutama hanya dapat dikontrol melalui kombinasi upaya minimisasi limbah dan pengolahan limbah cair yang efektif Mburu 2004; Chanakya dan de Alwis 2004. Pemanfaatan limbah hasil pengolahan kopi juga menjadi pilihan potensial untuk pengendalian pencemaran. Beberapa upaya penanganan limbah cair adalah untuk pengairan tanaman irigasi, kolam pengendapan anaerobik, aerasi buatan, reaktor biogas, dan pembuangan ke lahan basah terkonstruksi. Pembuangan limbah cair ke lahan basah terkonstruksi dapat dianggap sebagai metode termurah untuk penanganan air limbah kopi untuk proses pemupukan tanah. Akan tetapi metode ini dapat mengakibatkan pengasaman, penghambatan aliran air dan anaerobiosis jika sifat fisik tanah dan komposisi air limbah tidak diperhitungkan. Penanganan anaerob yang dioperasikan di reactor kedap udara, dapat menjadi pilihan yang menarik untuk mengolah air limbah pengolahan kopi karena kemampuannya menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar Murthy et al. 2004;. Von Enden dan Calvert 2002. Akan tetapi metode ini dibatasi oleh variasi konsentrasi dan volume limbah karena proses anaerobik memerlukan kestabilan proses Mendoza dan Rivera 1998.

2.8.1. Penanganan Fisika-Kimia

Menurut Droste 1997, beberapa penanganan fisika kimia yang dapat diterapkan untuk penanganan limbah cair adalah; penyaringan dan sedimentasi, aerasi, koagulasi dan flokulasi, filtrasi, adsorpsi karbon, dan netralisasi. Penyaringan dan sedimentasi merupakan metode yang mudah dan murah untuk diterapkan. Penyaringan terutama dilakukan untuk memisahkan material yang berukuran besar dan kasar sebelum memasuki saluran atau pipa. Sedimentasi merupakan proses pemisahan padatan tersuspensi dari air dengan bantuan gravitasi. Sedimentasi merupakan proses yang paling sering dijumpai di hampir semua unit penanganan limbah cair Wastewater Treatment Plant = WWTP untuk mengurangi pencemar dari air Colic et al. 2005. Tujuan dari proses penyaringan limbah cair adalah untuk memisahkan kontaminan yang tidak terlarut dari aliran air. Kontaminan ini dapat berupa partikel anorganik dan organik tersuspensi serta koloid. Proses penyaringan limbah cair yang mengandung konsentrasi partikel tersuspensi dan teremulsi tinggi dapat dilakukan melalui proses koagulasi flokulasi dan pemisahan padatan- cairan menggunakan flotasi, sedimentasi, atau filtrasi. Penanganan fisika kimia untuk partikel terlarut juga dapat dilakukan dengan proses adsorpsi, proses membran, dan pelunakan air. Koagulasi dan flokulasi biasanya digunakan untuk penanganan air dan limbah cair. Koagulasi merupakan proses destabilisasi partikel-partikel koloid. Partikel-partikel utama dilapisi oleh lapisan kimia yang melekatkan dan membentuk flok-flok berukuran lebih besar aglomerasi yang dapat mengendap beberapa waktu kemudian. Menurut Reynolds dan Richards 1996, koagulasi adalah penambahan koagulan pada putaran cepat yang menyebabkan destabilisasi padatan tersuspensi dan koloidal dan kemudian membentuk gumpalan awal dari partikel-partikel terstabilisasi. Flokulasi adalah pengadukan lambat untuk meningkatkan saling hubung partikel yang goyah meningkatkan penyatuannya aglomerasi Steel dan McGhee 1985. Tujuan proses ini adalah untuk meningkatkan efisiensi reduksi koloid dan partikulat dalam proses filtrasi dan pengendapan. Proses koagulasi dan flokulasi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti komponen pembentuk warna limbah cair, pH, kekeruhan, kadar dan