12,5 DESAIN PROSES PENGOLAHAN KOPI ROBUSTA DENGAN MODIFIKASI TEKNOLOGI OLAH BASAH

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 20 40 60 80 100 120 140 160 58 66 67 72 72 73 77 79 85 To ta l A ir P ro ses m 3 t o n To ta l N il a i C a ca t Persentase Minimisasi Nilai Cacat Total Air 4A 4B 4B 4B 4A 4A 5 5 5 Gambar 47 Hubungan minimisasi air dan nilai mutu Perlakuan minimisasi air mempengaruhi persentase cacat biji kopi karena pengolahan Gambar 48. Berdasarkan kategori Wibowo 1985, kerusakan selama pengolahan yang dapat menimbulkan cacat biji kopi adalah biji pecah, biji bertutul-tutul, biji berkulit tanduk dan biji coklat. Biji pecah dikategorikan sebagai biji cacat, karena jika disangrai bersama dengan biji utuh kemungkinan akan memberikan rasa terbakar pada kopi seduhan. Nilai cacat biji pecah menempati persentase terbesar yang hampir terjadi di setiap perlakuan Gambar 49 . Cacat biji pecah dapat terjadi pada saat proses pengupasan kulit buah kopi pulping karena karakteristik fisik buah kopi yang beragam dalam bentuk dan ukuran Wahyudi et al. 1999. Proses sortasi ukuran awal pada buah kopi sebelum pulping dapat membantu mengurangi cacat biji karena pengolahan. 20 40 60 80 100 58 66 67 72 72 73 77 79 85 Pe rse nt ase C ac at Persentase Minimisasi Air Cacat dari kebun Cacat karena pengolahan Benda asing 4B 4B 4B 5 5 5 4A 4A 4A Gambar 48 Persentase cacat biji kopi perlakuan minimisasi air tahap 1 58 66 67 72 72 73 77 79 85 Biji bertutul-tutul 0,00 0,00 0,96 0,90 0,00 0,77 1,42 0,51 1,16 Biji pecah 15,16 17,86 14,24 9,75 17,32 17,00 13,28 16,03 15,22 Biji berkulit tanduk 11,15 8,04 10,59 8,34 15,29 11,59 11,86 12,85 12,69 Biji coklat 3,90 5,36 2,41 2,25 7,01 5,41 4,74 5,14 6,34 Kopi gelondong 22,30 14,29 19,25 25,66 14,01 17,00 25,62 16,44 20,30 10 20 30 40 50 60 P e rs e nt a se c a ca t Persentase Minimisasi Air Gambar 49 Persentase cacat biji kopi karena pengolahan dengan minimisasi air tahap 1 Cacat biji pecah juga dapat terjadi selama pengupasan kulit majemuk, sebagaimana cacat biji berkulit tanduk. Cacat ini dapat terjadi jika kerja huller tidak sempurna, karena kadar air biji kopi HS yang lebih dari 12. Menurut Mulato et al. 2006, mesin pengupas biji kopi HS terutama dirancang untuk mengupas biji kopi HS dengan kadar air mendekati 12. Jika kadar air makin tinggi, kapasitas pengupasan akan turun, dan jumlah biji pecah akan sedikit meningkat. Kadar air berpengaruh pada ukuran biji kopi. Makin tinggi kadar air biji kopi, ukuran bijinya semakin besar. Oleh karena itu, lebar celah, dan ukuran saringan perlu dimodifikasi jika mesin pengupas tersebut akan dipakai untuk mengupas biji kopi dengan kadar air yang masih tinggi. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pengupasan sebaiknya dilakukan pada biji kopi yang telah dingin karena sifat fisiknya telah stabil. Biji kopi hasil pengeringan sebaiknya dianginkan [tempering] dahulu selama 24 jam. Cacat biji coklat umumnya terjadi karena pengeringan yang tidak benar, buah terlalu masak atau fermentasi yang berlebihan over fermented terutama ditemui pada biji kopi dengan perlakuan air pencucian paling minimum C3. Hal ini diperkirakan terjadi karena lapisan lendir pada biji kopi perlakuan C3 tidak sepenuhnya hilang pada saat proses pencucian. Lendir terutama mengandung senyawa gula yang memiliki sifat higroskopis menyerap air. Oleh karena itu apabila biji kopi masih mengandung lendir yang tidak sepenuhnya hilang pada saat proses pencucian, biji kopi cenderung lembab yang dapat menghambat proses pengeringan. Gula juga menjadi media tumbuh bakteri yang sangat baik sehingga dapat merusak mutu biji kopi. Lendir juga dapat menyebabkan kotoran non kopi mudah lengket sehingga menghalangi proses pengeringan dan menyebabkan kontaminasi. Menurut Von Enden dan Calvert 2002, konsep dasar pengolahan basah pada kopi adalah menghilangkan lapisan lendir buah kopi untuk meningkatkan mutu biji. Oleh karena itu, semakin minim air pencucian yang digunakan, akan mempengaruhi mutu biji kopi. Akan tetapi semakin besar air pencucian yang digunakan akan meningkatkan volume pencemaran. Berdasarkan kondisi tersebut, penelitian ini berusaha mendapatkan volume air proses yang optimum dalam perlakuan minimisasi air. Menurut Yusianto dan Mulato 2002, kadar air awal biji yang beragam juga akan menyebabkan proses pengeringan tidak sempurna, sehingga terjadi cacat biji coklat. Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya biji coklat, sebaiknya kadar air biji kopi diseragamkan terlebih dahulu misalnya dengan melakukan pengeringan awal pre-drying sebelum dimasukkan ke pengering mekanis. Pengeringan dengan suhu tinggi yang terlalu lama sebaiknya dihindari, agar tidak menimbulkan warna permukaan biji kopi kecoklatan. Cacat kopi gelondong cukup dominan terjadi yang diakibatkan proses pengupasan buah pulping yang tidak sempurna. Cacat kopi gelondong sangat tidak disukai konsumen, karena rasa pulp yang dominan dapat menimbulkan rasa serat terbakar pada kopi seduhan.

b. Analisis Mutu Fisik Biji Kopi Minimisasi Air Tahap 2.

Perlakuan minimisasi air tahap pertama pada proses pengolahan kopi menunjukkan pengaruh terhadap mutu fisik biji kopi. Batas minimisasi air pada tahap pengupasan buah kopi dari hasil penelitian berkisar antara 0,73 - 0,78 m 3 ton buah kopi 74. Adapun perlakuan minimisasi air pada proses pencucian menunjukkan perbedaan mutu fisik untuk volume air di bawah 1,54 – 1,81 m 3 ton biji kopi 70. Tabel 18 Mutu fisik biji kopi perlakuan minimisasi air proses pencucian No Jenis Cacat Jumlah Nilai Cacat Persentase Minimisasi Air 38a 50a 67a 73a 27b 50b 64b 73b WPS mo DPK wg DPS mo 1 1 biji hitam 4 11 7 10 9 16 23 14 8 21 32 2 1 biji hitam sebagian 15 9 16 11 17 19,5 25,5 16 9 3 33 3 1 biji hitam pecah 2,5 0,5 8,5 4 4,5 3,5 6 8,5 3 9 4 1 kopi gelondong 12 12 11 10 30 26 21 14 44 5 1 biji coklat 5,75 6 5 1,75 3 5,25 4 8,5 3,5 0,5 7,5 6 1 kulit kopi ukuran besar 4 6 7 1 7 1 kulit kopi ukuran sedang 6,5 7 7 6 4 7,5 2,5 9,5 2 0,5 8 1 kulit kopi ukuran kecil 6,2 7,6 7,6 4,6 22,4 16,8 11 7,2 0,6 15,2 0,4 9 1 biji berkulit tanduk 7,5 6 4,5 6,5 6 1,5 8,5 4 9 0,5 10 1 kulit tanduk ukuran besar 0,5 0,5 5 11 1 kulit tanduk ukuran sedang 0,2 0,2 2,4 12 1 kulit tanduk ukuran kecil 0,1 0,2 0,2 0,2 0,9 3,6 13 1 biji pecah 6,4 5 10,6 9 7,4 9 8 10 6,6 74,6 21,8 14 1 biji muda 7,2 5,8 7 5,8 6 7,2 12,2 7,4 1 8,2 4,6 15 1 biji berlubang satu 0,2 0,1 0,2 0,1 1,5 6,4 16 1 biji berlubang lebih dari satu 0,2 0,4 0,6 0,4 0,4 0,2 5 12,6 17 1 biji bertutul-tutul 18 1 ranting, tanah atau batu berukuran besar 5 20 19 1 ranting, tanah atau batu berukuran sedang 2 2 10 20 1 ranting, tanah atau batu berukuran kecil 1 2 1 1 2 4 Total Nilai 70,95 79,7 78,8 79,95 110,9 115,8 119,7 104,6 55,7 199,1 151,8 Kategori Mutu 4B 4B 4B 4B 5 5 5 5 4A 6 6 Keterangan: DP: Kopi olah kering WP : Kopi olah basah Kwg: Kebun Kaliwining Puslitkoka Smo: KUPK Sidomulyo WPSmo: penurunan air 26 a: periode panen puncak b: periode panen rampasan Untuk mengetahui lebih lanjut pengaruh minimisasi air proses pencucian terhadap mutu biji kopi dilakukan analisis mutu fisik dan cita rasa biji kopi hasil perlakuan proses pencucian pada tahap minimisasi air kedua. Volume air proses pengupasan diupayakan konstan dengan persentase penurunan 74. Volume air proses pencucian dengan persentase penurunan 57, 70, 0, dan 35 . Penurunan 57 dan 70 diulang kembali pada minimisasi air tahap kedua.