1. Minimisasi Air Pencucian Tahap 1.

Biji kopi HS pada tahap pencucian telah berkurang hingga rata-rata 50 dari total buah kopi yang digunakan. Berdasarkan hasil analisis varian dan uji lanjut Duncan, perlakuan minimisasi air proses pencucian menunjukkan perbedaan signifikan pada volume limbah cair yang dihasilkan. Volume limbah cair yang dihasilkan akan menurun seiring minimisasi air proses. Tahap pencucian merupakan salah satu titik terjadinya pencemaran karena adanya limbah cair bercampur lendir mucilage dan pulp sisa kulit kopi yang dihasilkan. Meskipun volume limbah cair menurun seiring perlakuan minimisasi air, tetapi diperkirakan terjadi peningkatan konsentrasi polutan. Perlakuan minimisasi air menunjukkan bahwa volume limbah cair tidak berbeda secara signifikan antara perlakuan C2 dan C3. Meskipun demikian penentuan kelayakan minimisasi air akan ditentukan oleh mutu biji kopi. Interaksi perlakuan pengupasan dan pencucian akan menentukan mutu biji kopi akhir. Tabel 14 . Hasil uji lanjut Duncan proses pencucian Perlakuan penurunan Pencucian Limbah cair kg Pulp kg Biji HS kg K1C157 134,05 b 0,6 a 23,50 a K2C157 132,78 b 1,23 a 24,25 a K3C157 133,125 b 0,925 a 24,00 a K1C270 107,70 a 1,05 a 25,50 a K2C270 104,125 a 0,875 a 25,50 a K3C270 114,975 ab 1,225 a 23,50 a K1C381 80,5 a 1 a 26,25 a K2C381 91,725 a 0,975 a 25,50 a K3C381 87,775 a 0,775 a 25,50 a

d.2. Minimisasi Air Pencucian Tahap 2

Perlakuan minimisasi air tahap 2 dilakukan setelah diketahui hasil mutu fisik biji kopi dari perlakuan tahap 1. Tujuan minimisasi air pencucian tahap 2 adalah untuk mengetahui pengaruh minimisasi air lanjutan terhadap mutu fisik dan cita rasa biji kopi. Pada perlakuan pencucian, volume air proses pengupasan buah kopi diupayakan konstan antara 0,731 – 0,784 m 3 ton K2=74 dengan volume air pencucian rata-rata sebagai berikut; a. 4,809 – 5,933 m 3 ton buah kopi untuk perlakuan C4 0. b. 3,678 – 3,853 m 3 ton buah kopi untuk perlakuan C5 35. c. 2,256 – 2,561 m 3 ton buah kopi yang sama dengan perlakuan C1 57. d. 1,542 – 1,806 m 3 ton buah kopi yang sama dengan perlakuan C2 70 Pada tahap perlakuan ini juga dilakukan análisis terhadap buah kopi yang berasal dari periode panen rampasan dan biji kopi hasil pengolahan kering. Biji kopi hasil perlakuan olah basah dan olah kering dari Kebun Kaliwining milik Puslitkoka juga dibandingkan dengan biji kopi hasil olah basah dan olah kering yang berasal dari perkebunan kopi rakyat KUPK Desa Sidomulyo. Menurut Ciptadi dan Nasution 1985; Mulato et al.2006, perlakuan saat panen dapat mempengaruhi mutu kopi, dimana buah kopi yang dipanen saat panen rampasan diperkirakan memiliki karakteristik mutu berbeda dengan buah kopi yang dipanen saat panen raya. Adapun kopi olah basah Sidomulyo dicuci dengan volume air ± 7 m 3 ton dan proses fermentasi yang tidak sepenuhnya fermentasi kering, terkadang direndam dalam bak semen dengan volume air tertentu. Kopi olah basah Sidomulyo mengalami pengeringan alami dengan sinar matahari, sebaliknya kopi olah basah Kaliwining menggunakan pengering mekanis. Biji kopi HS yang dihasilkan dari proses pencucian merupakan biji kopi olah basah yang masih berkadar air rata-rata 60. Hal ini sesuai pernyataan Chanakya dan De Alwis 2004, bahwa setelah proses pencucian biji kopi harus mendapat perlakuan pengeringan karena berkadar air antara 55-60.

e. Pengeringan

Pengeringan dapat dilakukan melalui penjemuran dengan sinar matahari ataupun menggunakan pengering mekanis hingga kadar air mencapai maksimal 12 SNI 01-2907-2008. Apabila menggunakan pengering mekanis berbahan bakar kayu pada suhu 50 o - 60 o C, lama pengeringan rata-rata sekitar 3 - 4 hari 50 jam secara teoritis dengan suhu di awal proses suhu 60 – 70 o . Pengeringan cenderung lebih lama berlangsung pada biji kopi yang berasal dari perlakuan air proses minimum. Biji kopi HS yang dihasilkan dari proses pengeringan telah menurun hingga 24 dari total buah kopi gelondong yang diproses. Penguapan air dihitung berdasarkan neraca massa mencapai 31 dari volume biji kopi HS sebelum pengeringan.