Analisis Mutu Fisik Biji Kopi Minimisasi Air Tahap 2.

Tabel 18 Mutu fisik biji kopi perlakuan minimisasi air proses pencucian No Jenis Cacat Jumlah Nilai Cacat Persentase Minimisasi Air 38a 50a 67a 73a 27b 50b 64b 73b WPS mo DPK wg DPS mo 1 1 biji hitam 4 11 7 10 9 16 23 14 8 21 32 2 1 biji hitam sebagian 15 9 16 11 17 19,5 25,5 16 9 3 33 3 1 biji hitam pecah 2,5 0,5 8,5 4 4,5 3,5 6 8,5 3 9 4 1 kopi gelondong 12 12 11 10 30 26 21 14 44 5 1 biji coklat 5,75 6 5 1,75 3 5,25 4 8,5 3,5 0,5 7,5 6 1 kulit kopi ukuran besar 4 6 7 1 7 1 kulit kopi ukuran sedang 6,5 7 7 6 4 7,5 2,5 9,5 2 0,5 8 1 kulit kopi ukuran kecil 6,2 7,6 7,6 4,6 22,4 16,8 11 7,2 0,6 15,2 0,4 9 1 biji berkulit tanduk 7,5 6 4,5 6,5 6 1,5 8,5 4 9 0,5 10 1 kulit tanduk ukuran besar 0,5 0,5 5 11 1 kulit tanduk ukuran sedang 0,2 0,2 2,4 12 1 kulit tanduk ukuran kecil 0,1 0,2 0,2 0,2 0,9 3,6 13 1 biji pecah 6,4 5 10,6 9 7,4 9 8 10 6,6 74,6 21,8 14 1 biji muda 7,2 5,8 7 5,8 6 7,2 12,2 7,4 1 8,2 4,6 15 1 biji berlubang satu 0,2 0,1 0,2 0,1 1,5 6,4 16 1 biji berlubang lebih dari satu 0,2 0,4 0,6 0,4 0,4 0,2 5 12,6 17 1 biji bertutul-tutul 18 1 ranting, tanah atau batu berukuran besar 5 20 19 1 ranting, tanah atau batu berukuran sedang 2 2 10 20 1 ranting, tanah atau batu berukuran kecil 1 2 1 1 2 4 Total Nilai 70,95 79,7 78,8 79,95 110,9 115,8 119,7 104,6 55,7 199,1 151,8 Kategori Mutu 4B 4B 4B 4B 5 5 5 5 4A 6 6 Keterangan: DP: Kopi olah kering WP : Kopi olah basah Kwg: Kebun Kaliwining Puslitkoka Smo: KUPK Sidomulyo WPSmo: penurunan air 26 a: periode panen puncak b: periode panen rampasan Untuk mengetahui lebih lanjut pengaruh minimisasi air proses pencucian terhadap mutu biji kopi dilakukan analisis mutu fisik dan cita rasa biji kopi hasil perlakuan proses pencucian pada tahap minimisasi air kedua. Volume air proses pengupasan diupayakan konstan dengan persentase penurunan 74. Volume air proses pencucian dengan persentase penurunan 57, 70, 0, dan 35 . Penurunan 57 dan 70 diulang kembali pada minimisasi air tahap kedua. Pada tahap perlakuan ini juga dilakukan perlakuan minimisasi air untuk buah kopi yang berasal dari periode panen rampasan. Buah kopi panen rampasan adalah buah kopi yang dipanen pada saat akhir panen, dimana buah tersisa di pohon dipanen seluruhnya untuk memutus siklus hama buah kopi. Menurut Ciptadi dan Nasution 1985 ; Mulato et al. 2006, perlakuan saat panen dapat mempengaruhi mutu kopi, dimana buah kopi yang dipanen saat panen rampasan diperkirakan memiliki karakteristik mutu yang lebih rendah dibandingkan dengan buah kopi yang dipanen saat panen raya. Kopi olah kering dan olah basah dari KUPK Sidomulyo merupakan kontrol terhadap perlakuan. Pada biji kopi hasil pengolahan basah di Kebun Sidomulyo WP Smo jumlah cacat yang ditemui lebih sedikit dibandingkan biji kopi dari Kebun Kaliwining Gambar 50. Biji kopi yang berasal dari masa panen rampasan memiliki jumlah cacat lebih besar dibandingkan biji kopi yang berasal dari masa panen puncak. Hal ini karena mutu buah kopi dari Kebun Sidomulyo maupun Kebun Kaliwining pada masa panen puncak lebih baik dibandingkan mutu buah kopi masa panen rampasan. 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 50 100 150 200 250 38 50 67 73 27 50 64 73 DKwg Dsmo Wsmo To ta l A ir P ro ses m 3 t o n To ta l N il a i C a ca t Persentase Minimisasi Air Total Nilai Cacat Total Air Proses 4B 4B 4B 4B 5 5 5 5 6 4A Kontrol 6 Panen Puncak Panen Rampasan Akhir Gambar 50 Mutu biji kopi antar perlakuan, jenis proses dan periode panen Perlakuan air yang lebih besar tidak sepenuhnya dapat meningkatkan mutu biji kopi apabila bahan baku yang diolah memiliki mutu rendah. Mutu biji kopi dipengaruhi oleh mutu buah kopi sejak di kebun. Buah kopi pada perlakuan tahap kedua memiliki persentase cacat yang timbul dari kebun lebih besar dibandingkan buah kopi pada perlakuan tahap pertama Gambar 51. Mutu biji kopi perlakuan olah basah tahap kedua lebih rendah 4B dibandingkan mutu biji kopi perlakuan olah basah pada perlakuan tahap pertama 4A. Meskipun demikian perlakuan modifikasi olah basah menghasilkan mutu biji kopi yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan olah kering Gambar 51. Hal ini diperkirakan terjadi karena adanya sortasi buah merah yang selektif, proses fermentasi dan tahapan proses yang tepat menjamin keseragaman mutu biji dan cita rasa kopi dari perlakuan olah basah. 20 40 60 80 100 38 50 67 73 27 50 64 73 DKwg Dsmo Wsmo P er sen ta se C a ca t Persentase Minimisasi Air Cacat dari kebun Cacat karena pengolahan Benda asing 4B 4B 4B 4B 5 5 5 5 6 6 4A Panen Puncak Panen Rampasan Akhir Kontrol Gambar 51 Persentase cacat biji kopi perlakuan minimisasi air pencucian Biji kopi yang mendapat perlakuan olah basah memiliki pola cacat cenderung seragam dibandingkan biji kopi yang berasal dari proses pengolahan kering, meskipun berasal dari kebun kopi berbeda Gambar 51. Sebaliknya pada kopi yang diolah menggunakan proses pengolahan kering, cacat biji kopi dapat memiliki pola berbeda. Hal ini dimungkinkan karena buah kopi yang diolah dengan proses olah basah melalui tahap sortasi awal untuk memilih buah kopi merah yang layak untuk diolah. Selanjutnya buah kopi yang tidak memenuhi syarat untuk diolah dengan proses basah, diolah dengan proses kering pada biji. 38 50 67 73 27 50 64 73 DKw g Dsm o Wsm o Biji bertutul-tutul 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Biji pecah 9,02 6,27 13,45 11,26 6,67 7,78 6,68 9,56 37,47 14,36 11,85 Biji berkulit tanduk 10,57 7,53 5,71 8,13 5,41 1,30 7,10 3,82 0,25 0,00 16,16 Biji coklat 8,10 7,53 6,35 2,19 2,71 4,54 3,34 8,13 0,25 4,94 6,28 Kopi gelondong 16,91 15,06 13,96 12,51 27,05 22,46 17,54 13,38 22,10 0,00 0,00 10 20 30 40 50 60 70 P e rs e n ta se Ca ca t Persentase Minimisasi Air Panen Puncak Panen Akhir Rampasan Kontrol Gambar 52 Persentase cacat biji kopi karena pengolahan dengan minimisasi air tahap kedua Cacat kopi gelondong, biji pecah, dan biji berkulit tanduk adalah cacat dominan yang ditemui pada buah kopi dengan perlakuan olah basah Gambar 52 . Mutu buah kopi dari Kebun Kaliwining yang dianalisis pada perlakuan ulangan kedua diperkirakan mengalami penurunan sejak dari kebun dibandingkan buah kopi pada perlakuan tahap pertama, sehingga nilai mutunya menurun. Buah kopi hasil pengolahan kering umumnya hanya didominasi oleh 2 jenis cacat yaitu cacat biji pecah dan kopi gelondong. Buah kopi olah kering dari Kebun Kaliwining sebagian besar merupakan buah kopi yang tidak lolos tahap sortasi awal untuk proses olah basah. Oleh karena itu mutu buah kopi ini jauh berbeda dengan mutu buah kopi olah basah. Adapun buah kopi olah kering KUPK Sidomulyo merupakan buah kopi hasil panen yang langsung diolah tanpa proses sortasi. Karakteristik cacat biji kopi hasil olah kering dari Kebun Sidomulyo dan Kebun Kaliwining memiliki pola yang sedikit berbeda. Pada biji kopi Kebun Kaliwining, buah kopi yang tidak layak diolah secara basah, diolah kering. Pengeringan terutama dilakukan di atas lantai jemur semen yang diberi alas plastikterpal. Apabila cuaca tidak memungkinkan untuk melakukan penjemuran, proses pengeringan dilanjutkan menggunakan pengering mekanis, sehingga kadar air biji kopi terkontrol. Buah kopi dari Kebun Sidomulyo yang diolah dengan proses kering umumnya mengalami tahap pemecahan buah terlebih dahulu sebelum dijemur buah pecah kulit. Proses pemecahan buah kopi menggunakan alat pemecah sederhana kneuzer. Setelah dipecah, buah kopi dijemur di atas alas plastikterpal atau lantai jemur semen. Lama penjemuran kopi pecah kulit ini biasanya antara 8 – 10 hari ter gantung cuaca. Pada tahap pengeringan, buah kopi yang dijemur di lantai jemur harus dibolak-balik atau digaruk agar kering merata. Menurut Ismayadi dan Zaenudin 2003, proses pengolahan dengan pemecahan buah kopi pecah kulit lebih higienis dan cepat dibandingkan cara pengolahan biasa tanpa pemecahan buah. Akan tetapi pada daerah yang relatif basah atau sering terjadi hujan, proses pengeringan dengan pemecahan buah rawan terhadap kerusakan biji karena serangan jamur. Buah kopi yang telah dipecah tidak dapat dijemur di atas permukaan tanah karena akan menjadi kotor dan kusam. Selain itu kopi tidak dapat disimpan dalam bentuk masih berkulit. Oleh karena itu kopi hasil penjemuran biasanya langsung dikupas dengan mesin huller portabel atau yang dipasang pada rangka mobil. Menurut Yusianto dan Mulato 2002, penilaian biji kopi berdasarkan sifat fisik tidak sepenuhnya dapat menjamin mutu seduhan, tetapi dapat mengantisipasi sebagian besar cacat citarasa seduhan kopi. Kesalahan-kesalahan prakiraan citarasa seduhan kopi berdasarkan sifat fisik dapat diperkecil dengan uji seduhan cup test. Bagaimanapun, hasil olahan akhir kopi adalah berupa seduhan, sehingga uji seduhan merupakan pelengkap yang sangat penting dari semua cara uji yang telah ada meskipun masih belum dapat distandardisasi.

c. Analisis Cita Rasa Cup Test Kopi Perlakuan Minimisasi Tahap Kedua.

Biji kopi hasil pengolahan merupakan bahan dasar utama seduhan kopi. Uji seduhan atau cita rasa cup test kopi Robusta meliputi pengujian fragrance, aroma, flavor, body, bitterness, astringency, aftertaste, clean cup, balance, dan preference. Uji cita rasa terutama dilakukan oleh panelis ahli dan panelis terlatih. Uji cita rasa cenderung subyektif, tergantung pada keahlian panelis dan pelatihan yang telah dilakukan. Uji cita rasa terutama dilakukan untuk mengevaluasi profil aroma dan flavor dari kopi. Meskipun demikian uji cita rasa juga dapat digunakan untuk mengevaluasi adanya cacat pada kopi atau untuk membuat campuran kopi. 2 4 6 8 10 38 50 67 73 27 50 64 73 DKwg Dsmo Wsmo N il a i U ji Persentase Minimisasi Air Q.Fragrance Q.Aroma I. Fragrance I.Aroma Panen Puncak Panen Akhir Rampasan Kontrol Gambar 53 Uji cita rasa untuk fragrance dan aroma kopi Keterangan: Q = kualitas, I = intensitas Hasil uji cita rasa untuk masing-masing perlakuan minimisasi air tahap 2 disajikan pada Gambar 53, Gambar 54, Gambar 55, dan Gambar 56. Fragrance adalah aroma kopi sangrai. Adapun aroma dinilai setelah kopi sangrai ditambahkan air panas ke dalam cangkir seduhan. Aroma kopi mempengaruhi semua atribut flavor kopi kecuali rasa di mulut, rasa manis, asin, pahit, dan asam yang dapat dirasakan langsung oleh lidah. Aroma kopi terutama muncul karena kandungan senyawa-senyawa volatil aromatik yang dapat dirasakan hidung Moreno et al. 1995. Intensitas menunjukkan banyaknya rasa yang ada dalam cangkir kopi, yang berkisar sangat kuat hingga sangat ringan. Intensitas juga menunjukkan kuat lemahnya penginderaan terhadap rasa yang ada dalam cangkir kopi. Adapun kualitas menunjukkan perbedaan kualitas, keserasian ataupun keharmonisan rasa. Fragrance dan aroma kopi Robusta dari musim panen raya cenderung meningkat karena perlakuan olah basah dibandingkan kopi yang berasal dari olah kering. Meskipun tidak menunjukkan perbedaan signifikan antar perlakuan. Perlakuan minimisasi air menunjukkan terjadinya peningkatan kualitas dan intensitas fragrance maupun aroma kopi sangrai kecuali pada buah kopi yang berasal dari panen rampasan. Perbedaan mutu fisik biji kopi ternyata mempengaruhi cita rasa kopi bubuk.