Pengupasan Kulit Tanduk Hulling
pengolahan kembali atas kopi asalan ini untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih tercampur di dalamnya seperti batu, kulit kering, ranting dan benda
asing lainnya serta mengeringkannya kembali hingga kadar airnya 12. Menurut Wibawa et al. 2005, mutu cita rasa kopi Robusta hasil olah kering
mempunyai nilai rendah dengan kisaran sangat buruk hingga dapat diterima. Nilai cita rasa body cukup baik, tetapi aroma dan flavor rendah hingga sedang.
Apabila penjemuran telah menggunakan lantai jemur yang baik, bau tanahearthy rendah atau hampir tidak ada. Sementara itu, cita rasa kopi olah basah jauh lebih
baik dengan aroma, flavor, dan body lebih kuat. Berdasarkan analisis cita rasa, kopi olah basah umumnya memiliki nilai
lebih tinggi dibandingkan kopi olah kering. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa, pada kopi olah basah, persentase buah masak lebih tinggi, sebaliknya pada
kopi olah kering mengandung campuran buah mentah dan terlalu masak. Perbedaan jenis pengolahan juga memiliki efek yang berbeda terhadap kandungan
gula dan flavor biji kopi yang akhirnya mempengaruhi proses metabolisme yang kompleks pada biji selama pengolahan dan pengeringan. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa metabolisme selama proses panen turut mempengaruhi mutu kopi hingga panen berakhir. Akhirnya proses pengeringan juga turut menentukan
kualitas kopi, terutama jika kadar air tinggi pada biji dapat meningkatkan pertumbuhan mikroba dan pembentukan mikotoksin Weldesenbet et al. 2008.
Proses pengolahan basah terutama dilakukan untuk kopi Arabika. Biji kopi yang dihasilkan mempunyai kualitas lebih baik harga lebih tinggi seperti jenis
Colombia dan Other Milds. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cortez dan Menezez 2000, kopi yang dihasilkan dari pengolahan basah memberikan cita
rasa lebih nikmat dibanding kopi yang dihasilkan dari pengolahan kering. Kekurangan proses basah banyak menghasilkan limbah yang dapat mencemari
lingkungan apabila tidak dilakukan penanganan dan penggunaan energi untuk peralatan cukup besar. Sebagai ilustrasi; apabila dilakukan pengolahan basah
untuk 5,5 ton buah kopi, maka biji kopi bersih yang dihasilkan sebanyak 1 ton, 2 ton kulit buah kopi, limbah cair 22730 liter dengan 80 kg BOD, dan 0,28 ton
limbah kulit ari kopi Adams dan Dougan 1989. Per ton biji kopi ekspor, dihasilkan 3 ton kulit buah kopi, 150 kg kulit tanduk, dan kulit ari serta 6 ton
BOD yang mencemari perairan Calvert 1998. Menurut Pelupessy 2003, input lingkungan pada proses pengolahan basah adalah air bersih, energi dan bahan
bakar seperti minyak, dan kayu bakar. Sementara output yang dikeluarkan berupa pencemaran air oleh bahan-bahan organik, limbah padat buah yang belum masak,
rusak, terlalu masak, dan daging buahpulp, bau yang tidak sedap, dan kulit ari. Biji kopi beras yang dihasilkan sekitar 18,5 sementara 80 lebih berupa limbah
organik dan cair. Sebagian dari limbah tersebut dapat dimanfaatkan kembali. Untuk setiap ton biji kopi yang diekspor, perkebunan kopi yang umumnya berada
di pedesaan harus melakukan penanganan lanjutan untuk 3 ton pulp basah, 150 kg kulit tanduk, dan 6 ton limbah cair yang memiliki konsentrasi bahan organik
tinggi. Di beberapa negara Amerika Tengah seperti Costa Rica, industri pengolahan
kopi menyumbangkan polusi terbesar untuk sektor agroindustri. Pada tahun 1990, banyak industri pengolahan kopi yang membuang limbah cairnya langsung ke
sungai dan menimbulkan beban organik yang sangat tinggi. Saat ini, peraturan membatasi konsentrasi limbah cair yang boleh dibuang ke sungai adalah 1250
mgL untuk BOD dan 1500 mgL untuk COD Adams dan Ghaly 2005. Beban pencemaran yang cukup tinggi serta kebutuhan peralatan yang cukup banyak pada
proses pengolahan basah tentu membutuhkan investasi dan biaya penanganan yang besar. akan sulit diterapkan pada usaha kopi rakyat yang umumnya terbatas
pada modal dan lahan. Menurut Pelupessy 2003, secara umum terlihat adanya korelasi negatif antara hargakualitas dari varietas kopi Colombian Milds, Other
Milds, Brazilian Naturals, dan Robusta terhadap sifat ramah lingkungan. Menurut Mulato et al. 2006, basis usaha kopi rakyat di Indonesia
umumnya terdiri atas kebun-kebun kecil dengan luas areal rata-rata petani antara 0.5 hingga 2 hektar. Jumlah buah per panen relatif kecil antara 50-200 kg, maka
sebaiknya pengolahan hasil panen yang dipilih adalah pengolahan yang dilakukan secara berkelompok. Melalui proses giling basah, mutu biji kopi yang dihasilkan
lebih bermutu dibandingkan pengolahan kering.
Sortasi Buah Pengupasan buah
pulping + air Buah terpisah dari kulit
dan lendir Panen Buah
Fermentasi kering
Pencucian Biji kopi dengan kulit
tanduk Pengeringan
Sortasi Penggudangan
Modifikasi Olah Basah
Pengupasan Kulit Tanduk Hulling
Gambar 10 Proses giling basah modifikasi proses olah basah
Sumber: Mulato et al. 2006
Pada proses giling basah wet hulling, kulit buah dibuang melalui proses mekanik menggunakan pulper. Kemudian biji kopi yang berkulit tanduk dan
berlendir disimpan dalam wadah karung plastik atau tempat dari plastik yang bersih selama 12 -24 jam. Pengolahan ini banyak diterapkan oleh petani kopi
Arabika di NAD, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. Pengolahan ini menghasilkan kopi dengan citarasa yang sangat khas dan berbeda dengan kopi
yang diolah secara basah penuh WP. Ciri khas kopi yang diolah proses basah ini adalah berwarna gelap dengan fisik kopi agak melengkung. Kopi Arabika
yang diolah dengan cara ini biasanya memiliki tingkat keasaman lebih rendah dengan body lebih kuat dibanding dengan kopi olah basah tradisional umumnya.
Proses giling basah juga dapat diterapkan untuk kopi Robusta. Secara umum kopi yang diolah secara basah mutunya sangat baik. Melalui modifikasi proses basah
dapat mempersingkat waktu proses dibandingkan pengolahan basah umumnya.