2.11 Kerangka Pemikiran
Pengelolaan sampah merupakan rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan sampah pada wadah di sumber penghasil, dikumpulkan menuju TPS kemudian
diangkut ke tempat pemprosesan dan daur ulang. Pengelolaan sampah bukan hanya menyangkut aspek teknis, tetapi menyangkut juga aspek non teknis, seperti
bagaimana mengorganisir, bagaimana membiayai dan bagaimana melibatkan masyarakat penghasil sampah agar ikut berpartisipasi secara aktif dalam akivitas
penanganan tersebut. Untuk menumbuhkan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan sampah
dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sampah khususnya perempuan. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat dapat dilakukan dengan
mengembangkan modal sosial yang ada di komunitas. Keberlanjutan pengembangan modal sosial dalam pengelolaan sampah dapat dilihat dari syarat-
syarat pengelolaan lingkungan sosial oleh komunitas yang akan diaktualisasikan dalam pengorganisasian komunitas dalam kelompok pengelola sampah.
Pengembangan modal sosial dilakukan dengan strategi pengembangan kelembagaan pengelola sampah di pinggiran Sungai Kapuas.
Pengorganisasian kelompok pengelola sampah di pinggir Sungai Kapuas sebagai eksperimen dengan melakukan transplantasi pembelajaran dari pengelolaan
sampah di Kompleks Perumahan Dwi Ratna. Proses transplantasi tersebut dilakukan di komunitas RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut.
Pelaksanaan pengelolaan sampah berbasis masyarakat tersebut memerlukan kesiapan pada tingkat pemerintah, masyarakat dan perpaduan pemerintah dan
masyarakat. Perbedaan karakteristik dan geografis kedua komunitas tidak menjadi penghalang untuk melaksanakan proses transplantasi karena pengelolaan sampah
rumah tangga sangat tergantung kepada persepsi dan kemauan masyarakat untuk memilah sampah dan megolah sampah.
Pengembangan pengelolaan sampah berbasis masyarakat tersebut akan menghadapi masalah pada ruang pemerintah yaitu kurangnya anggaran,
kurangnya kapasitas penanganan sampah, kurangnya manajemen pengelolaan lingkungan dan teknologi yang sederhana. Pada ruang masyarakat dan pemerintah
yaitu kurangnya pendidikan terhadap masyarakat. Selain itu pada ruang masyarakat yaitu adanya solidaritas, kemauan mengelola sampah di tingkat
kelompok, dan mau belajar. Dengan adanya penanganan masalah pengelolaan sampah pada dimensi
pemerintah, dimensi masyarakat dan dimensi pemerintah dan masyarakat. Maka penanganan sampah yang selama ini 40 persen tidak terurus dapat tertangani.
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat akan terciptanya
program pengembangan kelompok, pengembangan teknologi pupuk kompos, komunikasi
dan edukasi. Dengan adanya hal tersebut akan menjaga kelestarian lingkungan dengan 40 persen sampah kota dapat ditangani, meningkatkan ekonomi
masyarakat dan meningkatkan kehidupan sosial. Berikut ini adalah analisis kerangka pemikiran penulis dalam membangun pengelolaan sampah berbasis
masyarakat:
Sukses Eksperimen
Dimensi Dimensi Dimensi Pemerintah Pemerintah dan Masyarakat Masyarakat
Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat
Masalah Pengelolaan Sampah Kota Pontianak Hanya 60 persen yang tertangani
Ketidakberdayaan Pemerintah:
- Kurangnya anggaran
- Kurangnya kapasitas
pengelola sampah -
Kurangnya manajemen
pengelolaan lingkungan
- Kurangnya kerjasama masyarakat dan
pemerintah - Kurangnya
pendidikan terhadap masyarakat
Ada potensi kelompok masyarakat yang
potensial: -
Solidaritas -
Kemauan mengelola sampah
di tingkat kelompok
- Mau belajar
Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna
Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Komunitas Pinggir
Sungai Kapuas
Penanganan sampah yang selama ini 40 persen tidak terurus
Cita-Cita: -
Lingkungan lestari -
Lingkungan bersih dan sehat -
Masyarakat berdaya Pengelolaan sampah berbasis
masyarakat: -
Pengembangan kelompok -
Pengembangan teknologi pupuk kompos
- Komunikasi
- Edukasi
- Kelestarian lingkungan : 40 persen
sampah kota dapat ditangani -
Meningkatkan ekonomi masyarakat -
Meningkatkan sosial
III. METODE KAJIAN