Masalah Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Berbasis

Pengelolaan sampah yang dilakukan secara individu seperti kasus diatas akan mengalami permasalahan yaitu : 1. Hal ini sulit dilakukan oleh keluarga yang sibuk karena harus mencincang sampah. 2. Pengelolaan ini memengang peran figure seorang pemimpin yaitu ketua RT. Jika figure orang tersebut hilang dapat menyebabkan berhentinya pengelolaan sampah. 3. Kurangnya pemasaran hasil kerajinan tangan dari sampah.

5.9 Masalah Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Berbasis

Masyarakat dan Non Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat Partisipasi masyarakat merupakan salah satu kunci keberhasilan pengelolaan sampah di Kota Pontianak. Partisipasi ini dapat berupa ikutserta dalam pemilahan sampah, pengolahan sampah, dan memberikan dana untuk pengelolaan sampah pada tingkat komunitas. Membangun partisipasi di masyarakat sangat sulit dilakukan mengingat banyak hal yang harus dilakukan untuk merubah perilaku masyarakat. Berikut ini adalah gambaran umum partisipasi masyarakat dalam penanganan sampah, yaitu: Partisipasi masyarakat dalam menggunakan insenerator yaitu masyarakat hanya ikut serta dalam membuang sampah pada tempatnya dengan membayar uang retribusi sebesar Rp. 10.000,- tiap bulannya. Peran serta yang dilakukan masyarakat adalah mengurangi sampah di TPS dan tidak membuang sampah di pinggiran jalanparit. Tetapi hal ini tidak membuat masyarakat ikut serta dalam menjaga kebersihan di luar rumah dan kesadaran untuk pemilahan sampah. Partisipasi ini dapat dilakukan oleh masyarakat jika masyarakat tergolong masyarakat menengah keatas karena masyarakat harus membayar dua kali iuran dari retribusi sampah resmi pemerintah dan uang restribusi di komunitas sebagai upah mengangkut sampah dari rumah. Permasalahan yang dihadapi dalam mewujudkan partisipasi masyarakat adalah masyarakat kurang menyadari bahwa peran mereka dalam mengelola sampah tidak hanya sebatas membayar petugas sampah untuk membuang sampah dari rumah ke insenerator tetapi juga harus merubah kebiasaan membuang sampah tidak pada tempatnya seperti di jalan dan di tempat umum dan memilah sampah. Sedangkan partisipasi para pedagang di pasar adalah pembayaran uang retribusi sebesar Rp. 1.000,- setiap hari. Pedagang kurang memahami peran mereka untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sampah. Sehingga kurangnya kesadaran pedagang untuk membuang sampah pada tempat sampah. Keadaan ini membuat pasar tidak bersih dari sampah. Pengetahuan pedagang tentang perannya dalam pengelolaan sampah akan mempengaruhi wujud partisipasi pedagang untuk menjaga kebersihan. Adapun pengetahuan pedagang tentang pengelolaan sampah adalah tanggungjawab dari pemerintah karena sudah membayar uang retribusi. Pedagang tidak menyadari partisipasinya dalam pengelolaan sampah harus diikuti dengan kedisiplinan membuang sampah pada tempatnya. Partisipasi masyarakat di wilayah pemukiman penduduk Kota Pontianak yaitu partisipasi masyarakat yang hanya sebatas membuang sampah ke TPS dan membuat TPS baru bagi wilayah mereka yang tidak memiliki TPS. Masyarakat melimpahkan tanggungjawab pengelolaan sampah kepada pemerintah karena sudah membayar retribusi sampah. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang arti penting partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah untuk menjaga kebersihan Kota Pontianak membuat masalah sampah tidak dapat teratasi. Wujud partisipasi masyarakat sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan persepsi masyarakat terhadap perannya dalam menjaga lingkungan bersih. Partisipasi masyarakat khusus dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilakukan oleh Kompleks Perumahan Dwi Ratna adalah kesediaan warga untuk mencincang sampah, memotong sampah plastik dengan rapi agar dapat dibuat kerajinan tangan, dan memilah sampah organik dan anorganik. Pelaksanaan pencincangan sampah ini dilakukan setiap hari dirumah masing-masing untuk pembuatan pupuk kompos. Dirumah keluarga juga dilatih untuk melakukan pemilahan sampah anorganik dan organik dengan tempat sampah yang terpisah antara sampah anorganik dan organik. Setiap sampah organik yang dimasukkan kedalam tempat sampah di beri aktivator untuk merubah sampah menjadi pupuk. Sedangkan sampah plastik yang telah rapi digunting diberikan kepada ketua RT agar dapat dipakai untuk membuat kerajinan tangan. Partisipasi ketua RT dengan membersihkan sampah plastik sebelum diberikan kepada tukang jahit untuk dibuat kerajinan. Sedangkan partisipasi yang diberikan penjahit adalah menjahit sampah menjadi barang yang siap pakai. Dan warga yang mengumpulkan plastik-plastik dari hasil rumah tangga dikumpulkan di rumah ketua RT. Partisipasi ini membuat seluruh keluarga terbiasa untuk memilah sampah dan warga memperoleh manfaat dari pengelolaan sampah. Pengembangan partisipasi ini dilakukan dengan pola penyadaran yang dilakukan oleh ketua RT untuk memberikan contoh kepada warganya dalam membersihkan lingkungan RT. Teladan yang dilakukan ketua RT adalah memunguti sampah di lingkungan RT. Setelah itu ketua RT melakukan diskusi kepada warganya untuk pengelolaan sampah yang dilakukan secara swadaya pada saat kerja bakti. Penyadaran ini dilakukan secara estafet dari tetangga ke tetangga untuk saling mendiskusikan kesediaan untuk pengelolaan sampah. Sesama tetangga saling mendorong tetangga sebelahnya melaksanakan pengelolaan sampah. Seluruh warga yang ikut berpartisipasi untuk mensukseskan pengelolaan sampah. Masalah yang dihadapi dalam membangun partisipasi adalah belum sepenuhnya warga bersedia melakukan pengelolaan sampah karena kurangnya kesadaran, kurangnya pemasaran hasil kerajinan sampah. Selain masalah yang harus diatasi, juga terdapat potensi masyarakat yang perlu dikembangkan yaitu terdapat beranekaragam kerajinan sampah yang dapat dipergunakan sehari-hari seperti tempat koran, jas hujan, topi, map buku dan lain-lainnya yang dapat dibuat sesuai pesanan. Hasil kerajinan tersebut belum rapi dijahit. Selama ini belum ada pelatihan untuk membuat kerajinan yang lebih menarik dan rapi. Pemerintah belum mengeluarkan kebijakan untuk memotivasi warga untuk melakukan pengolahan sampah seperti membuat kerajinan sampah bagi ibu-ibu yang memiliki waktu luang. Salah satu contoh kebijakan tersebut adalah membuat perlombaan kerajinan sampah. Adanya potensi masyarakat ini perlu mendapatkan penghargaan sehingga memotivasi warga lainnya berpartisipasi dalam pengolahan sampah.

5.10 Ikhtisar