VII. PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT
7.1 Pendahuluan
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat telah dilakukan di Kompleks Perumahan Dwi Ratna. Keberhasilan pengelolaan sampah tersebut akan ditransplantasi
pembelajaran kepada komunitas di pinggiran sungai. Ketua RT yang mempelopori pelaksanaan pengelolaan sampah berbasis masyarakat tersebut akan menjadi
contoh bagi masyarakat di pinggir sungai bahwa pelaksanaan pengelolaan sampah dapat dilakukan secara swadaya. Selama ini komunitas di pinggir sungai belum
memahami pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Proses transplantasi pembelajaran ini juga melibatkan pemerintah selaku pemberi
pelayanan persampahan kepada masyarakat di Kota Pontianak. Pelaksanaan pengelolaan sampah berbasis masyarakat dapat terjadi secara efektif jika
pemerintah ikutserta dalam membuat kebijakan yang mendukung pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Kota Pontianak. Pemerintah sebagai pemegang
tugas utama pelayanan persampahan di Kota Pontianak mempunyai peran besar terhadap suksesnya perubahan masyarakat dalam mengelola sampah pada tingkat
rumah tangga. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat perlu melibatkan peran pemerintah
untuk menciptakan keadaan yang kondusif dalam pembentukan kelompok pengelola sampah pada masyarakat. Pembentukan kelompok pengelola sampah
dilakukan dengan FGD bersama masyarakat. Berdasarkan hasil FGD tersebut perlunya pembentukan kelompok pengelola sampah dengan peran pemerintah dan
masyarakat sehingga program yang dilakukan pada aras pemerintah, masyarakat dan campuran aras pemerintah dan masyarakat.
7.2 Program Pengembangam Sampah Berbasis Masyarakat di Ruang Pemerintah
Berdasarkan hasil analisis bab sebelumnya terdapat permasalahan pengembangan masyarakat dalam pengelolaan sampah pada aras pemerintah yang memerlukan
penanganan program yang mencakup perubahan masyarakat secara kultural dan struktural. Pengembangan program secara kultural mencakup 33 persen dengan
program Studi Banding DPRD Kota Pontianak Untuk Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat dan Peningkatan Sumberdaya Manusia. Sedangkan
penanganan program secara struktur mencakup 67 persen dengan program Advokasi Kebijakan, Penguatan Anggaran Daerah Untuk Penanganan Sampah,
Penguatan Koordinasi Antar-Instansi dan Penyusunan Peraturan Tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Besarnya persentase pengembangan
program untuk perubahan secara struktural pada aras pemerintah karena untuk melakukan perubahan dalam masyarakat memerlukan suatu struktur pemerintah
yang akan membawa masyarakat untuk mencapai perubahan yang diinginkan oleh pemerintah. Selama ini pemerintah belum menciptakan suatu struktur yang
memungkinkan untuk pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Perubahan sikap dan perilaku masyarakat terhadap sampah sehingga dapat menerapkan
pengelolaan sampah berbasis masyarakat memerlukan struktur dalam pemerintah terhadap pengelolaan sampah berupa peraturan, koordinasi antar instansi terkait,
kebijakan yang mendukung untuk pengelolaan sampah, dan anggaran. Kecilnya persentase pengembangan program untuk perubahan masyarakat secara
kultur pada aras pemerintah daripada secara struktur karena program sebatas perubahan pola pikir para stakeholder yang membuat kebijakan pengelolaan
sampah yang selama ini mengandalkan pengangkutan sampah dan belum menerapkan pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Berikut ini adalah program
yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Advokasi Kebijakan
Adanya ketidaksesuaian antara indikator kebijakan dengan kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah pada Rencana Strategi Dinas Kebersihan dan
Pertamanan. Hal ini menunjukkan pemerintah belum dapat menginterprestasikan kebijakan yang ada dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Oleh Karena
itu perlunya program advokasi kebijakan. Diharapkan adanya pendampingan untuk menginterprestasikan kebijakan ke dalam program untuk pemberdayaan
masyarakat dalam pengelolaan sampah. Advokasi kebijakan ini dapat terjadi bila pemerintah mau melaksanakan indikator atas kebijakan yang ada.
Advokasi ini dapat dilakukan oleh seorang pengembangan masyarakat dan dosenpakar yang dapat menginterprestasikan pengelolaan sampah berbasis
masyarakat. Pelaksanaan advokasi ini dapat dilakukan pada saat penyusunan program yang akan diajukan kepada DPRD Kota Pontianak untuk mengajuan
anggaran dan pada saat akan menyusun rencana strategi tahun 2010 – 2015 tahun.
2. Studi Banding DPRD Kota Pontianak Untuk Pengelolaan Sampah
Berbasis Masyarakat
Perubahan paradigma pengelolaan sampah yang mengandalkan kekuatan teknologi dengan kekuatan masyarakat dapat terjadi jika stakeholder penentu
kebijakan ikut berperan dalam mensukseskan pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Pelaksanaan ini dapat dilakukan jika pemerintah menyediakan
anggaran untuk studi banding kepada anggota DPRD. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat ini dapat berhasil dilakukan jika ada
eksistensi anggota DPRD memasukkan paradigma ini kedalam agenda pemerintah dalam penanganan sampah di Kota Pontianak. Hal ini dijabarkan oleh instansi
pemerintahan dalam pembuatan program untuk pengelolaan sampah berbasis masyarakat.
3. Peningkatan Sumber Daya Aparatur
Pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sampah sangat tergantung kepada tenaga teknis dilapangan yang dapat melaksanakan pemberdayaan dan memahami
pengembangan masyarakat. Aparat pemerintah adalah pelayanan masyarakat yang harus memahami cara menggalang kekuatan masyarakat untuk mengatasi masalah
sampah. Oleh karena itu perlunya pelatihandiklat pengelolaan sampah berbasis masyarakat agar aparat di pemerintahan yang mampu mengikutsertakan
masyarakat dalam pengelolaan sampah. Hal ini diharapkan program tidak bersifat top down.
Pelaksanaan diklat ini dapat dilakukan pada level penentu kebijakan sampai kepada tenaga teknis dilapangan yang dilakukan secara bertahap dan
berkelanjutan. Diharapkan adanya perubahan pemikiran dalam penyusunan program yang top down menjadi bottom up. Diklat ini dapat dilakukan jika adanya
kepedulian pemimpin daerah yang menganggap permasalahan sampah adalah masalah pada pemerintahan dan masyarakat.
4. Penguatan Anggaran Daerah Untuk Penanganan Sampah
Luasnya pelayanan pengangkutan sampah yang dilakukan pemerintah sehingga memerlukan biaya operasional yang besar. Dana retribusi pengelolaan sampah
yang ditarik oleh pemerintah belum mampu menutupi biaya operasional pelayanan pengangkutan sampah. Oleh karena itu perlunya kerjasama dengan
masyarakat untuk menggalang dana komunitas dalam mengelola sampah. Cara penguatan anggaran di Kota Pontianak dengan pemetaan potensi masyarakat
dalam pengelolaan sampah. Dengan adanya pemetaan diharapkan mengurangi
biaya pemerintah untuk melakukan pengelolaan sampah pada tingkat rumah tangga dengan adanya kontribusi dari masyarakat. Asumsi program ini dapat
berjalan dengan syarat adanya tenaga teknis yang mampu melakukan pengorganisasian masyarakatpemetaan sosial dengan modal sosial yang ada
dimasyarakat. Jika tidak ada tenaga teknis dari pemerintah maka dapat dilakukan kerjasama
dengan perguruan tinggiLSM untuk melakukan pemetaan sosial. Oleh karena itu program tersebut dapat dilakukan secara bekerjasama dengan LSM. Pelaksanaan
ini dapat dilakukan jika ada LSM yang dapat menjadi mitra dengan pemerintah dan pemerintah mempercayakan kegiatan ini kepada LSM yang profesional.
Kegiatan ini bisa menjadi pro dan kontra karena selama ini belum ada LSM yang menjadi mitra dalam memberdayakan masyarakat khususnya dalam pengelolaan
sampah. Setelah dilakukan pemetaan sosial, maka dilakukan kolaborasi stakeholder dalam
penanganan sampah berbasis masyarakat. Dengan program ini diharapkan dapat
menggalang kekuatan dana yang dimiliki setiap stakeholder LSM, Coorporate Social Responsibility dan pemerintah untuk memberikan kontribusi kepada
masyarakat dalam pengelolaan sampah. Permasalahan yang akan dihadapi dalam
pelaksanaan program ini adalah pemerintah belum pernah melakukan kerjasama menggunakan dana yang berasal dari Coorporate Social Responsibility dan LSM
dalam pengorganisasian masyarakat untuk pengelolaan sampah karena selama ini image LSM yang selalu mengkritik pekerjaan pemerintah dan belum menjadi
mitra kerja yang solid. Selain itu perlunya good will dari pemerintah untuk memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan sampah.
5. Penguatan Koordinasi Antar-Instansi
Adanya tugas, pokok dan fungsi instansi terkait yang berjalan sendiri-sendiri dalam melaksanakan kegiatan yang saling berhubungan. Hal ini terjadi karena
instansi saling mementingkan kepentingan tugas dinas untuk menyelesaikan program dinasnya masing-masing tanpa memperhatikan keberlanjutan dari
program tersebut yang saling terkait dengan tugas dinas lainnya. Perlunya diintegrasikan kegiatan instansi terkait yang saling berhubungan dalam
melakukan pergerakan pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Sehingga perlunya rapat koordinasi antar dinas terkait dalam pengelolaan sampah.
Diharapkan dengan rapat koordinasi dapat mensinergikan fungsi dan tugas instansi terkait untuk melakukan pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan
petunjuk teknik dan petunjuk pelaksana juknis dan juklak. Tahapan untuk meningkatkan koordinasi antar instansi adalah melaksanakan rapat
teknis antara dinas terkait yang dihadiri oleh kepala dinas tanpa diwakili oleh orang lain. Adanya pembagian tugas dan fungsi tiap dinas dalam mengembangkan
pengelolaan sampah berbasis masyarakat sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dinas tersebut. Selain itu pembentukan tim koordinasi dalam melaksanakan kerja
lapangan sesuai dengan juknis dan juklak yang telah ditetapkan bersama mengenai pekerja yang mendampingi masyarakat dalam pengelolaan sampah.
Setelah itu membentuk Rencana Strategi Kota Pontianak berdasarkan hasil rapat koordinasi dengan mengharapkan peranan pemerintah agar memiliki acuan dalam
pengelolaan lingkungan yang memiliki visi, misi, sasaran, tujuan dan tugas dari setiap dinas sehingga terciptanya kesatuan pengelolaan lingkungan. Pelaksanaan
pembentukan rencana strategi dilakukan dengan mengadakan rapat koordinasi
untuk mengintegrasikan dan mensinergikan program atau kegiatan di dinasinstansi terkait dalam rencana strategi dinas sebagai koordinator
pengelolaan sampah berbasis masyarakat.
6. Penyusunan Peraturan Tentang Pengelolaan Sampah Berbasis
Masyarakat
Penanganan sampah dapat dilakukan oleh masyarakat jika ada peraturan yang mengatur masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sampah pada
tingkat rumah tangga. Untuk membuat peraturan secara bottom up maka dilakukan sosialisasi peraturan yang dirancang oleh pemerintah kemudian
dilakukan seminar kepada masyarakat dengan mengundang aktivis pecinta lingkunganLSM, masyarakat yang telah melaksanakan pengelolaan sampah
berbasis masyarakat, perguruan tinggi dan masyarakat umum yang tertarik dengan pembentukan peraturan walikota. Diharapkan dapat menciptakan peraturan
walikota yang mencerminkan aspirasi masyarakat.
Kemudian dilakukan penyusunan standar pelayanan minimum oleh pemerintah. Pembuatan standar pelayanan minimum untuk pengelolaan sampah yang
dilakukan oleh pemerintah sehingga adanya kesesuaian antara tanggungjawab pemerintah dengan masyarakat dalam pengelolaan sampah di Kota Pontianak.
Harapan dengan adanya standar pelayanan minimum bagi tenaga lapangan yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik mendapatkan sangsi sehingga
menumbuhkan disiplin dalam menjalan tugas pengangkutan sampah dan diikuti dengan kedisiplinan masyarakat dalam membuang sampah. Pelaksanaan
penyusunan standar pelayanan minimum ini dilakukan dengan mengundang seluruh stakeholder dalam seminar untuk menyusun pelayanan yang harus
dilakukan oleh pemerintah dan disertai dengan tanggungjawab masyarakat dalam membuang sampah.
7.3 Program Pengembangam Sampah Berbasis Masyarakat di Ruang Masyarakat