6.2 Kondisi Sosial Kemasyarakatan Sebelum Adanya Proses Pembelajaran
6.2.1 Pelaksanaan Pengelolaan Sampah
Pewadahan sampah merupakan cara penampungan sampah sementara di sumber baik individu maupun komunal. Pewadahan sampah yang dilakukan oleh
komunitas di RT 02 RW 07 yaitu: 1. Bagi tidak peduli lingkungan
Masyarakat golongan ini tidak memiliki tempat sampah dirumah mereka. Cara pewadahan dilakukan dengan membungkus sampah dalam plastik dan
dibuang langsung kesungai dari rumah. Hal ini dilakukan karena rumah penduduk yang berada ditepi sungai dan disekitar wilayah mereka tidak
memiliki tempat sampah. Oleh karena itu sungai sebagai tempat pembuangan sampah sampah.
2. Bagi yang peduli sampah Masyarakat golongan ini memiliki tempat sampah yang disediakan agar
sampah tersebut dibakar. Komunitas RT 02 RW 07 tidak memiliki tempat sampah komunal karena tidak
ada yang mengangkut sampah tersebut ke TPS. TPS yang disediakan oleh pemerintah sangat jauh dari tempat tinggal komunitas sehingga mereka tidak mau
melakukan pengumpulan sampah secara komunal. Masyarakat pernah mengadakan tempat sampah sementara pada tanah kosong
tetapi karena tidak ada yang mau membakar sampah tersebut sehingga menimbulkan bau. Oleh karena itu warga yang dekat tempat sampah tersebut
melarang masyarakat membuang sampah di tempat itu. Cara pengumpulan sampah yang dilakukan pada tingkat individu yang langsung dengan pembakaran
atau pembuangan sampah ke sungai. RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut merupakan bagian Kampung
Kamboja yang berada dipinggiranbantaran Sungai Kapuas dengan jalan yang disebut gertak yaitu gang kecil. Dari dulu masyarakat Kampung Kamboja tidak
memiliki tempat sampah dan membuangnya ke sungai. Sampah yang digunakan pada zaman dahulu adalah sampah yang mudah terurai yaitu pembungkus
menggunakan daun sehingga tidak mencemari sungai. Berdasarkan hasil wawancara Ibu RT 02RW 07 mengemukakan bahwa “Dahulu kami minum dari
air sungai ini karena airnya masih jernih dan tidak seperti sekarang hitam. Dulu sampah yang dibuang kesungai pembungkus yang dari daun-daun, sekarang
sampah yang dihasilkan dari plastik”. Hal ini didukung hasil penelitian Bustomi 2006 di Bandung bahwa
permasalahan sampah yang dihadapi dilihat dari aspek budaya, secara kultural, pada masyarakat Bandung terjadi perubahan pola konsumsi. Ini bisa dilihat dari
bahan pembungkus makanan yang tadinya lebih banyak menggunakan daun sehingga sampahnya bersifat organik jadi menggunakan plastik atau styrofoam.
Berdasarkan uraian diatas bahwa perubahan gaya hidup, tidak ikuti dengan perubahan budaya buang sampah oleh masyarakat sehingga sampah menjadi
masalah bagi masyarakat dipinggiran sungai yang masih menggunakan sungai sebagai sumber kehidupan mereka untuk mencuci dan mandi tetapi masyarakat
juga ikut yang mengotori sungai tersebut. Perubahan gaya hidup yang dialami oleh masyarakat dengan kebiasaan
membuang sampah menimbulkan berbagai variasi pengelolaan sampah yang di lakukan oleh masyarakat dengan kesadaran membuang sampah yang berbeda
yaitu: 1. Pengelolaan sampah dengan memungut, membakar dan pengkomposan.
Di komunitas ini memiliki dua ibu rumah tangga yang memungut sampah di sekitar rumahnya. Sampah tersebut berasal dari sampah Sungai Kapuas yang
terbawa air pasang masuk di bawah rumah mereka. Disamping itu juga dilakukan pengkomposan sederhana dengan meletakkan sampah sayur-
sayuran di pot bunga dan membakar sampah plastik. Ibu rumah tangga yang melaksanakan hal tersebut adalah Ibu Fa dan Ibu As. Kegiatan sehari-hari Ibu
Fa mengurus suaminya yang sakit stroke ditempat tidur. Pada saat ada waktu luang Ibu Fa memungut sampah di sekitar rumahnya. Berikut ini adalah hasil
wawancara Ibu Fa mengatakan bahwa:
“Saya biasa memunguti sampah yang berada dibawah rumah pada saat air surut dan menjemurnya lebih dahulu dan pada saat sore di
bakar dibelakang rumah. Pada saat membakar sampah saya menaburkan belerang agar sampah tersebut tidak menimbulkan
penyakit. Sampah yang dibawah kolong menyebabkan banyak nyamuk. Saya juga menimbun sampah sayur-sayuran di sekitar
tanaman dan hasilnya tanaman menjadi subur. Hal ini telah saya lakukan sejak dulu. Banyak artikel yang saya baca dari Kompas
yang saya simpan dan radio Belanda yang memberikan informasi banjir yang terjadi karena masalah sampah ”.
Hal ini menunjukkan bahwa tumbuhnya kesadaran masyarakat melalui media massa dengan mengimformasikan bencana yang disebabkan oleh sampah. Hal
ini sesuai dengan laporan Sijbesma Wijk 1979 yang mengemukakan bahwa :
“Mass media audio and audiovisual media such as radio, television, film and slide shows, flannel board presentations, and
printed media such as newspapers, magazines, posters, bulletin boards, and handbills, are very suitable for the diffusion of
knowledge on larger scale, for they can reach many people in a short time at relatively low cost. Radio, especially, semmed an
ideal medium for reaching illiterate audience. For a wile mass media were considered to be answer to the problem of
disseminating agricultural, health and family planning knowledge in developing countries”.
Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu As mengemukakan bahwa:
“Saya setiap hari pagi-pagi memunguti sampah yang ada disekitar rumah, menjemur sampah tersebut dan membakarnya pada saat
siang hari. Karena anak saya berjualan didepan rumah, sampah sayur-sayuran dibuang ke pot bunga dan dibiarkan. Nantinya
sampah tersebut akan menjadi pupuk.”
Ibu As adalah pensiunan pegawai negeri di Rumah Sakit Sudarso, dengan pendidikan kesehatan. Ibu As memiliki kesadaran untuk mengelolaan sampah
dan tidak membuang sampah di sungai. Hal ini menunjukkan bahwa jika ada pengetahuan masyarakat tentang permasalahan yang ditimbulkan dari
sampah, maka masyarakat dapat merubah sikap dan perilaku dalam membuang sampah.
2. Pengelolaan sampah dengan membuang sampah ke sungai Masyarakat yang tidak memiliki tempat sampah dirumah dan membuang
sampah tersebut ke sungai. Membuang sampah ke sungai lebih praktis dilakukan daripada membuang sampah ke darat untuk dibakar di lahan yang
masih kosong. Keadaan ini terjadi untuk daerah yang berada di pinggiran sungai yang tidak memiliki lahan untuk melakukan pembakaran. Hal ini
sudah terjadi turun temurun bahwa masyarakat membuang sampah langsung ke sungai. Masyarakat tidak menyadari bahwa sampah yang dibuang akan
mencemari sungai. Mereka berpendapat bahwa sungai yang penuh sampah adalah hasil dari sampah hulu dan hilir sungai dan kontribusi sampah yang
mereka buang ke sungai tidak menjadi masalah bagi sungai karena jumlah yang relative sedikit dengan luas sungai yang besar. Hal ini menunjukkan
bahwa kurangnya kesadaran masyarakat, jika semua orang membuang sampah ke sungai akan menambah banyak sampah disungai. Mereka melihat
masalah secara parsial dalam penumpukan sampah yang ada ditepi sungai. 3. Pengelolaan sampah dengan membakar
Sebagian kecil masyarakat yang dekat dengan darat melakukan pembakaran sampah.
6.2.2 Modal Sosial di Komunitas