untuk mengintegrasikan dan mensinergikan program atau kegiatan di dinasinstansi terkait dalam rencana strategi dinas sebagai koordinator
pengelolaan sampah berbasis masyarakat.
6. Penyusunan Peraturan Tentang Pengelolaan Sampah Berbasis
Masyarakat
Penanganan sampah dapat dilakukan oleh masyarakat jika ada peraturan yang mengatur masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sampah pada
tingkat rumah tangga. Untuk membuat peraturan secara bottom up maka dilakukan sosialisasi peraturan yang dirancang oleh pemerintah kemudian
dilakukan seminar kepada masyarakat dengan mengundang aktivis pecinta lingkunganLSM, masyarakat yang telah melaksanakan pengelolaan sampah
berbasis masyarakat, perguruan tinggi dan masyarakat umum yang tertarik dengan pembentukan peraturan walikota. Diharapkan dapat menciptakan peraturan
walikota yang mencerminkan aspirasi masyarakat.
Kemudian dilakukan penyusunan standar pelayanan minimum oleh pemerintah. Pembuatan standar pelayanan minimum untuk pengelolaan sampah yang
dilakukan oleh pemerintah sehingga adanya kesesuaian antara tanggungjawab pemerintah dengan masyarakat dalam pengelolaan sampah di Kota Pontianak.
Harapan dengan adanya standar pelayanan minimum bagi tenaga lapangan yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik mendapatkan sangsi sehingga
menumbuhkan disiplin dalam menjalan tugas pengangkutan sampah dan diikuti dengan kedisiplinan masyarakat dalam membuang sampah. Pelaksanaan
penyusunan standar pelayanan minimum ini dilakukan dengan mengundang seluruh stakeholder dalam seminar untuk menyusun pelayanan yang harus
dilakukan oleh pemerintah dan disertai dengan tanggungjawab masyarakat dalam membuang sampah.
7.3 Program Pengembangam Sampah Berbasis Masyarakat di Ruang Masyarakat
Berdasarkan hasil FGD yang dilakukan bersama masyarakat dalam pembentukan kelompok pengelola sampah dan analisis bab sebelumnya, terdapat permasalahan
pengembangan masyarakat pada aras masyarakat. Pengembangan program mencakup pengembagan program secara kultural dan secara struktural. Pada aras
masyarakat pengembangan program secara kultural sebesar 57 persen yaitu penguatan apresiasi pengelolaan sampah berbasis masyarakat, mengembangkan
motivasi terhadap pengelolaan sampah berbasis masyarakat, penguatan komunikasi dalam pengelolaan sampah, penguatan pemahaman pemimpin lokal
terhadap pengelolaan sampah berbasis masyarakat, penguatan kader dan regenerasi, penguatan pemahaman pengelolaan sampah bagi warga, penguatan
kepemimpinan lokal, dan pendidikan pengelolaan sampah kepada publik. Sedangkan pengembangan program secara struktural sebesar 43 persen yaitu
pengembangan forum dialog dalam kelompok, pengembangan forum komunikasi antar warga untuk perilaku bersih, pengembangan kelompok untuk mengatasi
masalah bersama, advokasi publik terhadap kelompok, pengembanganrevitalisasi kerjabakti dalam pengelolaan sampah, dan pengembangan forum diskusi warga
dengan pemerintah. Pengembangan kultural lebih besar dibandingkan pengembangan secara sruktural karena pengelolaan sampah berbasis masyarakat
sangat tergantung kepada persepsi, kemauan dan kesadaran mengelola sampah seperti membuat pupuk kompos. Oleh karena itu pola pikir seseorang perlu di
ubah tentang pengelolaan sampah yang selama ini pengelolaan sampah mengandalkan pengangkutan sampah dan bakar sampah. Untuk mengubah pola
pikir seseorang secara kultur perlu di bentuk struktur yang mendukung kultur yang akan dibangun dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Berikut ini
adalah program yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penguatan Apresiasi Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat
Masyarakat belum yakin dapat melaksanakan pengelolaan sampah bersama karena selama ini belum pernah dilakukan kegiatan pengelolaan sampah. Oleh
karena itu perlunya penyuluhan tentang pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Hal ini dapat dilakukan jika pemerintahLSM mengundang orang yang telah
berhasil mengelola sampah sehingga ada pengalaman nyata yang dapat diterima oleh peserta.
Untuk meyakinkan kepada masyarakat bahwa pengelolaan sampah berbasis masyarakat itu dengan kegiatan seminar tentang keberhasilan seorang pengelolaan
sampah sehingga menciptakan seorang pengusaha sampah. Adanya kesaksian nyata dari seorang pengusaha untuk membuktikan bahwa sampah mempunyai
nilai ekonomi jika dapat dikelola dengan baik. Pengusaha sampah memberikan kesaksian dengan harapan dapat memotivasi masyarakat bahwa sampah
mempunyai nilai ekonomis dan merupakan bisnis yang menjanjikan untuk kedepan.
Untuk memperkuat pengelolaan sampah berbasis masyarakat secara nyata pelaksanaannya atau kegiatannya maka dilakukan pemutaran film pengelolaan
sampah berbasis masyarakat. Kegiatan ini dilakukan agar masyarakat dapat lebih
memahami operasional pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Kegiatan ini dapat berjalan jika tersedianya film-film pengelolaan sampah berbasis masyarakat.
2. Mengembangkan Motivasi terhadap Pengelolaan Sampah Berbasis
Masyarakat
Masyarakat belum memiliki misi bersama untuk pengelolaan sampah. Untuk membangun misi bersama sebagai pemberi motivasi dengan penciptaan lagu dari
musik adrasah. Musik adrasah ini merupakam music tradisional kampung melayu
yang menjadi kebanggan kebudayaan masyarakat melayu. Hal ini dapat
dilakukan jika ada pemerintahLSM yang membiayai penciptaan lagu tersebut. Menumbuhkan motivasi komunitas menggunakan pendekatan musik karena
masyarakat di pinggir sungai memiliki kebanggan terhadap musik adrasah di Kampung Kamboja. Masyarakat pinggir sungai memiliki lagu pengelolaan
sampah berbasis masyarakat akan menjadi suatu kebanggaan sehingga hal tersebut akan menjadi suatu pegangan bagi masyarakat disana untuk mengingat
pelaksanaan pengelolaan sampah diawali dengan pemilahan sampah dan kekompakkan masyarakat yang bekerjasama dalam mengelola sampah secara
komunal. Pelaksanaan penciptaan lagu pengelolaan sampah berbasis masyarakat dibuat oleh
kelompok adrasah. Setelah terciptanya lagu tersebut dilakukan sosialisasi lagu
tersebut kepada masyarakat dengan melakukan arak-arakan penyanyian lagu tersebut kepada masyarakat. Setelah itu setiap kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat setempat berupa kerjabakti, idul fitri, 17 agustusan dan lain-lain agar menyanyikan lagu tersebut.
Selain itu untuk seluruh masyarakat Kota Pontianak dilakukan penciptaan lagu semboyan pengelolaan sampah berbasis masyarakat melalui perlombaan cipta
lagu. Setelah ada lagu tersebut diwajibkan setiap SD, SMP, SMU, instansi pemerintah dan perguruan tinggi untuk menghapal dan menyanyikan lagu
tersebut. Pembelajaran lagu tersebut pada tingkat perguruan tinggi dilakukan pada saat ospek. Pembelajaran lagu tersebut di instansi pemerintah dilakukan pada saat
diadakan diklat penerimaan calon pegawai negeri sipil dan pada saat dilakukan diklat. Sedangkan pada tingkat SD, SMP dan SMU dilakukan pada kegiatan
ekstrakulikuler sekolah.
3. Penguatan Komunikasi dalam Pengelolaan Sampah
Masyarakat belum pernah membahas penanganan sampah di wilayah mereka.
Oleh karena itu perlunya musyawarah bersama masyarakat. Kegiatan ini dapat
berjalan jika ketua RT mengundang seluruh warga terutama ibu-ibu menghadiri musyawarah. Adanya kata mufakat dalam musyawarah untuk melakukan
pengelolaan sampah agar dapat menguntungkan seluruh warga
.
Kegiatan ini dilakukan dengan mendatangi rumah penduduk untuk diskusi tentang pengelolaan sampah berbasis masyarakat mendatangi satu rumah penduduk yang
dihadiri beberapa tetangga yang dekat diperuntukan untuk ibu-ibu dan memberikan masukan tentang pentingnya kebersamaan dalam pengelolaan
sampah dan nilai ekonomi yang diperoleh. Setelah itu dilakukan diskusi tentang pendapat ibu-ibu terhadap pengelolaan sampah secara komunal. Ibu-ibu yang
merumuskan permasalahan yang mereka hadapi. Setiap item permasalahan didiskusikan untuk mencapai penyelesaiaan masalah menurut mereka. Hasil
penyelesaian masalah tersebut membahas tentang kebutuhan apa yang dapat dilakukan di tingkat komunitas dan memerlukan bantuan dari pihak luar. Setelah
dilakukan pemilahan masalah yang dapat diselesaikan tingkat komunitas
kemudian didiskusikan tahapan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hasil rancangan tersebut didiskusikan kepada tingkat komunitas atau seluruh
masyarakat yang dipimpin oleh ketua RT untuk mendapatkan dukungan dari seluruh masyarakat baik bapak-bapak, ibu-ibu maupun pemuda setempat.
4. Penguatan Pemahaman Pemimpin Lokal Terhadap Pengelolaan Sampah
Berbasis Masyarakat
Selama ini pengelolaan sampah yang dilakukan oleh masyarakat dengan membuang sampah ke sungai dan sekitar rumah. Hal ini membuat ketua RT tidak
mempercayai kekuatan masyarakat yang dapat digerakkan untuk pengelolaan
sampah. Oleh karena itu perlu memberi pandangan pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Kegiatan ini dilakukan dengan mendiskusikan kepada ketua RT
tentang pengelolaan sampah yang telah berhasil dilakukan di daerah lain, mendiskusikan kepada ketua RT tentang Perlombaan Green and Clean,
memberikan keyakinan adanya ibu-ibu yang dapat melaksanakan kegiatan pengelolaan sanpah, dan meminta kesediaan ketua RT untuk memimpin seluruh
ketua RT untuk membentuk kelompok sampah. Diharapkan dengan memberikan pandangan kepada ketua RT, dapat memberikan pengarahan kepada warga agar
bersama-sama merubah perilaku membuang sampah. Selain itu dilakukan juga diskusi ibu-ibu dengan ketua RT. Hal ini dilakukan
karena selama ini sampah paling banyak di produksi di dapur dan rata-rata ibu-ibu adalah ibu rumah tangga dan ibu-ibu yang lebih dominan mendidik anak mereka
berperilaku dirumah. Hal ini dilakukan dengan mendiskusikan keinginan ibu-ibu yang bisa merubah kebiasaan membuang sampah menjadi memilah sampah,
melaksanakan pengelolaan sampah secara komunal dengan ketua RT. Hal ini dapat dilakukan jika ketua RT mengundang ibu-ibu atau sebaliknya ibu-ibu yang
mengundang ketua RT untuk melakukan diskusi bersama.
5. Pengembangan Forum Dialog Dalam Kelompok
Pembentukan forum dialog dalam kelompok perlu dilakukan dengan pembentukan kelompok pengelola sampah karena wilayah tersebut tidak memiliki
pengelolaan sampah secara komunal sehingga masyarakat membuang sampah di
sembarang tempat atau memindahkan sampah dari wilayah rumah mereka ke wilayah lain. Hal ini dilakukan untuk memindahkan masalah sampah dari rumah
berubah menjadi masalah lingkungan. Pembentukan kelompok ini dilakukan oleh masyarakat pada tingkat RT. Proses
pembentukan kelompok dapat dilakukan dari inisiatif masyarakat sendiri yang didukung oleh pihak luar yang lebih memahami pengelolaan sampah berbasis
masyarakat atau inisiatif dari pihak luar yang mendorong masyarakat untuk melakukan pengelolaan sampah.
Pembentukan kelompok ini dilakukan dengan melakukan pemetaan dilapangan bersama masyarakat terhadap sarana dan prasarana yang mendukung pengelolaan
secara komunal seperti lahan tempat pengelolaan sampah. Jika tersedianya lahan ditingkat komunitas dilakukan diskusi kepada masyarakat untuk kesediaan
masyarakat merubah pola membuang sampah dengan cara memilah sampah anorganik dan organik. Dalam diskusi dibahas tentang kesediaan melakukan
pemilahan sampah di rumah tangga dengan mengajarkan kedisiplinan membuang sampah di keluarga masing-masing. Bahan diskusi tentang kewajiban dan hak
masyarakat dalam pengelolaan sampah, dan pembentukan pengurus kelompok. Pembentukan pengurus dipilih oleh masyarakat setempat karena masyarakat yang
memahami warganya yang peduli terhadap lingkungan dan tekun melakukan pekerjaan.
Pembentukan kelompok yang dilakukan pada tingkat komunal karena ibu rumah tangga rata-rata memiliki kesibukan mengurus anak dan cucu mereka sehingga
sulit dilakukan pengolahan sampah secara individu. Diharapkan dengan pembentukan kelompok pengelola sampah dapat membuat buat pupuk kompos
dari hasil pemilahan sampah. Hal ini dapat dilakukan jika ibu-ibu mau bersama- sama memilah sampah pada tingkat rumah tangga dan membawa sampah tersebut
ketempat pengolahan sampah.
6. Pengembangan Forum Komunikasi Antar Warga Untuk Perilaku Bersih
Perubahan perilaku memilah sampah pada tingkat rumah tangga dapat dilakukan dengan kesepakatan dari masyarakat yang melakukan pengelolaan sampah
berbasis masyarakat sehingga masyarakat sendiri yang bertanggungjawab terhadap kesepakatan bersama dalam memilah sampah. Pengawasan untuk
mengubah perilaku masyarakat pada tingkat rumah tangga adalah sesama tetangga yang saling mengingatkan jika sesama tetangga yang dekat tidak disiplin
melakukan pemilahan sampah. Selain itu dilakukan pendampingan untuk mengingatkan kesepakatan bersama yang telah disepakati. Untuk mengingatkan
warga yang belum disiplin dalam mengelola sampah dilakukan oleh ketua kelompok pengelola sampah.
Jika masyarakat telah mulai terbiasa memilah sampah maka dilakukan desentralisasi pengawasan kepada sesama tetangga untuk melakukan pengawasan
pemilahan sampah. Hal ini dilakukan dengan membentuk kelompok kecil pengelola sampah. Pembentukan kelompok kecil ini dilakukan dengan
musyawarah bersama masyarakat agar memiliki ketua kelompok kecil. Tugasnya untuk membina anggotatetangganya yang masih belum terbiasa memilah sampah.
Kemudian dilakukan diskusi sebulan sekali tentang perilaku masyarakat yang belum bisa menuruti kesepakatan pengelolaan sampah secara komunal.
Diharapkan pembentukan kelompok kecil ini ada rasa tanggungjawab terhadap sesama tetangga untuk memberikan kesadaran pentingnya pemilahan sampah.
Asumsinya tetangga yang terdekat adalah orang yang dekat dengan tetangganya sehingga lebih mudah melakukan kesadaran untuk memilah sampah.
7. Pengembangan Kelompok untuk Mengatasi Masalah Bersama
Kelompok sampah yang terbentuk akan menghadapi masalah terhadap sesama anggota kelompok. Pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah sesama
kelompok dilakukan dengan musyawarah. Pelaksanaan musyawarah yang dapat menampung aspirasi sesama anggota sehingga keputusan yang diambil dapat
mengatasi masalah kelompok. Untuk membiasakan masyarakat dalam
pengambilan keputusan maka dilakukan pelatihan diskusi. Diharapkan dengan
pelatihan ini, kelompok dapat bertahan lama dalam pengelolaan sampah dalam
menghadapi masalah.
Musyawarah akan berjalan baik jika seorang pemimpin yang dapat menampung seluruh aspirasi masyarakat dan gaya kepemimpinan yang dilakukan. Oleh karena
itu perlu dilakukan pelatihan kepemimpinan kelompok. Diharapkan dengan
pelatihan ini akan membentuk ketua kelompok dengan gaya kepemimpinan yang baik dalam membina dan membimbing anggotanya untuk melakukan pengelolaan
sampah dan mengatasi masalah yang dihadapi. 8.
Advokasi Publik Terhadap Kelompok
Masyarakat yang akan melakukan pengelolaan sampah ditingkat komunitas baik RTRW akan memiliki batas wilayah pembuangan sampah. Hal ini membuat
pembatasan komunitas lain membuang sampah pada wilayah komunitas yang telah melakukan pengelolaan sampah. Jika ada wilayah lain yang ingin ikut
bergabung dalam pengelolaan sampah maka dilakukan pendampingan untuk mensosialisasikan cara pengelolaan sampah yang dilakukan melalui kelompok
pengelola sampah. Pendamping hidup bersama komunitas karena tugas pendamping adalah
mendampingi masyarakat pada saat mengalami kesulitan baik dari pemasaran, akses terhadap pemerintah dan permasalahan sesama komunitas dan luar
komunitas. Kegiatan pendampingan tidak dilakukan lagi jika masyarakat sudah mandiri mengatasi masalah. Oleh karena itu program ini adalah advokasi publik
terhadap kelompok. 9.
Penguatan Kader dan Regenerasi
Sistem kekeluargaan yang ada dipinggiran sungai merupakan potensi masyarakat yang dapat dikembangkan untuk menggerakkan pengelolaan sampah berbasis
masyarakat. Selama ini masyarakat tidak pernah melakukan pengelolaan sampah secara komunal. Jika salah satu RT bisa melakukan pengelolaan sampah berbasis
masyarakat maka dapat menggerakkan masyarakat lainnya yang di pinggir sungai.
Oleh karena itu diperlukan pembentukan kader peduli lingkungan. Pengkaderan
ini dapat dilakukan jika ada kelompok pengelola sampah. Diharapkan kaderisasi dan regenerasi agar pengelolaan sampah tersebut dapat disebarkan kepada
masyarakat pinggir sungai lainnya. Selain itu memiliki penerus yang
melaksanakan pengelolaan sampah berbasis masyarakat.
Kegiatan kaderisasi ini dapat dilakukan karena dalam pembentukan kelompok akan melahirkan pemuda-pemuda yang memiliki kepedulian dari komunitas.
Dengan adanya forum komunikasi antara warga dengan pemerintah maka pemerintah dapat menggunakan pemuda yang peduli terhadap sampah tersebut
sebagai cara untuk masuk dalam menggerakkan masyarakat Kampung Kamboja. 10.
Penguatan Pemahaman Pengelolaan Sampah Bagi Warga
Dengan adanya plan project sebagai contoh pelaksanaan pengelolaan sampah berbasis masyarakat dipinggiran sungai dapat digunakan sebagai teladan bagi
masyarakat pinggiran sungai lainnya. Agar semua masyarakat dipinggiran sungai
melaksanakan pengelolaan sampah maka dilakukan perluas penanganan sampah.
Kegiatan ini dapat dilaksanakan dengan mengajak kader untuk bersama-sama menghadap pimpinan RTRW diskusi tentang pengelolaan sampah dan kader yang
meyakinkan ketua RTRW untuk merubah masyarakat di pinggir sungai. Harapan perluasan penanganan sampah agar masyarakat dipinggiran sungai dapat
melakukan pengelolaan sampah. Hal ini dapat dilakukan jika ada ketua RT dan anggota komunitas yang peduli terhadap lingkungan.
11. Penguatan Kepemimpinan Lokal
Adanya keraguan ketua RT untuk merubah kebiasaan masyarakat dalam mengelola sampah. Berdasarkan hasil FGD dan wawancara dengan warga bahwa
pelaksanaan pengelolaan sampah dapat dilakukan jika seluruh masyarakat bersedia untuk memilah sampah. Oleh karena itu perlunya membuat komitmen
bersama untuk pengelolaan sampah. Hal ini dapat dilakukan jika masyarakat mau
berkumpul bersama-sama dalam forum besar untuk membuat kesepakatan bersama dalam pengelolaan sampah.
Pengembangan pengelolaan sampah berbasis masyarakat menggunakan seorang pimpinan lokal merupakan salah satu strategi karena komunitas sangat
mempercayai permasalahan dalam komunitas diputuskan oleh ketua RT sebagai penentu kebijakan setelah dilakukan musyawarah dan pemimpin komunitas
dianggap sebagai wakil dari warga untuk memilih kegiatan yang akan dilakukan diwilayahnya. Seorang pemimpin lokal memiliki kewenangan yang diberikan oleh
masyarakat untuk menggerakkan warganya. Pemilihan seorang pimpinan lokal
oleh komunitasnya disertai dengan kepercayaan warganya untuk mengurus masalah yang ada di komunitas.
12. PengembanganRevitalisasi Kerjabakti dalam Pengelolaan Sampah
Kegiatan kerjabakti adalah jiwa gotong royong dalam masyarakat Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman berkembangnya individualisme dalam diri
seseorang yang kurang memperhatikan kebersamaan dengan para tetangga sehingga kegiatan ini banyak dilakukan dengan mengupah orang untuk
membersihkan lingkungan. Kegiatan ini perlu dilakukan revitalisasi agar menumbuhkan rasa kebersamaan dalam masyarakat. Kebersamaan adalah modal
sosial dalam masyarakat yang dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah bersama. Dengan adanya kerja bakti akan terjalinnya komunikasi dan diskusi
sesama warga dengan bahan pembicaraan masalah lingkungan yang ada di komunitas sehingga dapat memunculkan inisiasi pengelolaan lingkungan secara
bersama. Permasalahan lingkungan yang terjadi di komunitas yang dapat diketahui dengan kerjabakti seperti sampah yang menutupi selokan, pencemaran
air dan sebagainya. Masyarakat biasa melakukan kerjabakti untuk membersihkan kuburan di RT
setempat. Selama ini masyarakat belum pernah melaksanakan kerjabakti mengelola sampah. Oleh karena itu perlu dilakukan kerjabakti memilah sampah.
Kegiatan ini dapat dilaksanakan jika ada GMKK dan ketua RT yang menyebarkan
undangan untuk melaksanakan kerjabakti.
13.
Pengembangan Forum Diskusi Warga dengan Pemerintah
Masyarakat belum memiliki akses untuk mengatakan kebutuhan mereka dalam pengelolaan sampah kepada pemerintah. Oleh karena itu perlunya forum
komunikasi. Forum komunikasi ini dapat dilakukan jika ada keinginan pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan sampah pada masyarakat.
Pembentukan forum ini sangat penting sebagai sarana untuk menyusun progam pemerintah yang berdasarkan kebutuhan masyarakat. Sehingga penerapan
penyusunan program bersifat bottom up dan keberhasilan program akan lebih menjamin keberlanjutannya. Selama ini pemerintah yang menganggap mereka
yang lebih mengetahui kebutuhan masyarakat dalam penyusunan program dilihat
dari sudut pandang pemerintah. Keberadaan forum ini akan memberdayakan masyarakat untuk menentukan pilihan program yang dibutuhkan. Selama ini
masyarakat selalu dibekali program berdasarkan persepsi pemerintah, membuat masyarakat tidak bisa mengidentifikasi masalah di komunitasnya. Forum ini akan
menjadi proses pembelajaran masyarakat untuk dapat menentukan kebutuhan komunitasnya dan mengajarkan masyarakat untuk mengidentifikasi masalah di
komunitasnya.
14. Pendidikan Pengelolaan Sampah kepada Publik
Masyarakat belum mengetahui tentang pengelolaan sampah berbasis masyarakat, selama ini masyarakat menganggap masalah sampah adalah tanggungjawab
pemerintah. Oleh karena itu pemerintah perlu melakukan sosialisasi peraturan walikota. Sosialisasi ini dapat dilakukan jika pemerintah ingin menggerakkan
masyarakat dalam pengelolaan sampah melalui radio, TV, dan surat kabar. Selain
itu menyebarkan selebaran kepada warga melalui RT masing-masing yang dikuti dengan promosi Perlombaan Green and Clean.
Selain itu untuk menumbuhkan pengetahuan masyarakat dalam mengelola sampah dapat merubah perilaku masyarakat untuk memilah sampah dilakukan pada
pendidikan anak sekolah dengan kegiatan ekstrakulikuler dalam mengelola sampah dan memilah sampah. Pelajar diberikan kegiatanmateri tentang
pengelolaan sampah dengan memilah sampah. Materi yang diberikan dengan memberikan wawasan dampak sosial dan ekonomi dari sampah yang bertumpuk
sehingga perlunya merubah perilaku membuang sampah. Selain itu memutar film anak-anak tentang pengelolaan sampah. Hal ini dilakukan pada tingkat taman
kanak-kanak dan sekolah dasar. Diadakannya perlombaan penciptaan lagu dan semboyan pengelolaan sampah dilakukan pada anak sekolah.
Cara menumbuhkan partisipasi pedagang dalam mengelola sampah di pasar dilakukannya sosialisasi tentang kewajiban peranserta pedagang dalam
melaksanakan pengelolaan sampahnya. Untuk mendorong masyarakat melaksanakan kegiatan ini maka dilakukan pengawasan oleh petugas kepada
pedagang untuk melaksanakan kewajiban mereka dalam mengelola sampahnya.
Masyarakat akan membentuk kelompok pengelola sampah jika ada kejelasan pemasaran hasil pupuk kompos. Kelompok pengelola sampah belum mampu
mencari pemasaran pupuk kompos. Oleh karena itu perlunya kegiatan mekanisme pemerintah menampung sementara pembelian pupuk kompos dari masyarakat.
Hal ini dapat dilakukan jika pemerintah menganggarkan pembelian pupuk tersebut pada APBD. Selain itu pemerintah eksis terhadap pemberdayaan masyarakat yang
tidak berorientasi kepada hasil jangka pendek. Setelah diperoleh mekanisme pembelian pupuk maka pemerintah melaksanakan pembelian pupuk kompos dari
masyarakat. Pelaksanaan ini dapat dilakukan jika ada kejujuran dari petugas dinas yang mengelola pembelian pupuk dari hasil masyarakat.
Agar masyarakat dapat berkembang kepada pemasaran yang bukan hanya pada tingkat daerah tapi pada tingkat nasional maka pemerintah melaksanakan program
subsidi uji kualitas pupuk. Pelaksanaan program ini dapat dilakukan jika pemerintah ingin memberdayakan masyarakat menjadi pengusaha pupuk yang
mandiri dan tidak berorientasi kepada hasil jangka pendek. Jika ada kelompok sampah yang belum memenuhi standar bahan baku pupuk
maka pemerintah melaksanakan pelatihan kepada pengelola pupuk kompos. Pelaksanaan ini dapat dilakukan jika pemerintah menganggap perlu membina
masyarakat agar dapat berhasil pada usaha pupuk kompos. Bagi masyarakat yang sudah memenuhi standar pemasaran pupuk kompos maka
dilakukan pembentukan koperasi kompos. Pelaksanaan ini dapat dilakukan jika pemerintah melaksanakan kerjasama dengan kabupaten-kabupaten yang masih
berorientasi kepada hasil pertanian. Sehingga koperasi yang mengatur pemasaran tersebut. Oleh karena itu dilakukan kegiatan membangun kerjasama dengan
perusahaan di Kalimantan Barat. Kegiatan ini akan dapat berjalan jika didukung oleh pemerintah propinsi untuk menggerakkan penggunaan pupuk kompos pada
bidang pertanian di Kalimantan Barat. Selain itu kepedulian pemerintah kota
dengan keberadaan pupuk kompos sebagai produk yang harus mendapat perhatian dalam memberdayakan masyarakat.
Untuk mencegah pemasaran yang belum dapat menampung produk pupuk yang dihasilkan oleh masyarakat maka pemerintah membuka perusahaan daerah
tanaman hias. Banyak tanaman hias yang ada di Kalimantan Barat belum dibudidayakan sehingga perlu dikembangkan potensi yang ada untuk dipasarkan
pada tingkat nasional. Hal ini dapat dilakukan jika ada pegawai yang mempunyai hobi dan keterampilan untuk mengembangkan jenis-jenis tanaman hias di
Kalimantan Barat menggunakan pupuk kompos. Tanaman hias sudah merupakan bang pasar yang memiliki daya jual tinggi khususnya untuk daerah jawa. Pecinta
tanaman hias mau membayar mahal untuk tanaman hias yang langka.
7.4 Program Pengembangam Sampah Berbasis Masyarakat di Ruang