Ketidakberdayaan Komunitas dalam Pengelolaan Sampah

Dengan adanya kekuatan modal sosial diatas maka proses pelembagaan yang dibangun adalah melalui mengenal pengolahan sampah berbasis masyarakat - mengakui pengelolaan tersebut akan menguntungkan komunitas - menghargai kelompok pengelolaan sampah - mentaati untuk melakukan ketentuan yang menjadi kesepakatan bersama - menerima semua peraturan yang telah berlaku dengan sukarela. Hal ini akan menjadi norma-norma dalam kehidupan sehari- hari.

6.2.3 Ketidakberdayaan Komunitas dalam Pengelolaan Sampah

Ketidakberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah di RT 02 RW 07 adalah sebagai berikut: 1. Kekuasaan terhadap defenisi kebutuhan Komunitas belum mampu untuk menyelesaikan masalah sampah yang ada dilingkungan mereka. Hal ini terbukti dengan adanya Program Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman KumuhP2KLP Neighborhood Upgrading and Shelter Sector ProjectNUSSP. Salah satu upaya untuk mengembangkan kapasitas masyarakat lokal dalam pelaksanaan NUSSP melalui pengukuhan kelembagaan masyarakat dengan membentuk Badan Keswadayaan Masyarakat BKM disetiap kelurahan untuk mewakili aspirasi masyarakat. BKM yang mengelola kegiatan tanpa melalui pemerintah sehingga pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh masyarakat sendiri. Di dalam BKM terdapat Unit Pengelola Sosial UPS untuk melakukan pemantauan kegiatan yang bersifat sosial dengan tugas sebagai berikut: a. Mempersiapkan usulan investasi untuk pengembangan kelurahan secara integrasi. b. Mengkoordinasi kegiatan pengembangan termasuk kegiatan NUSSP di tingkat kelurahan. c. Memantau kinerja kegiatan pengembangan sosial termasuk kegiatan NUSSP di tingkat kelurahan. Unit pengelolan sosial mendapatkan pelatihan dari NUSSP untuk melaksanakan tugasnya. Unit pengelola sosial ini tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena ketidakmampuan petugas UPS untuk menjalankan tugas di masyarakat. Ketidakmampuan ini membuat masyarakat sulit melihat kebutuhan yang harus dilakukan di komunitas setempat terutama masalah sampah. Kegiatan perbaikan infrastruktur yang dibiayai oleh dana NUSSP di lingkungan permukiman kumuh pada tujuh komponen kegiatan yaitu jalan setapak, jalan lingkungan, drainase mikro, sanitasi, air bersih, lampu penerangan jalan dan persampahan berupa bak sampah RT, konstruksi batu bata, tong sampah komposter plastik – bekas pakai, bak sampah RT komunal, konstruksi batu bata, gerobak sampah, becak sampah, motor sampah, tempat Pembuangan Sementara TPS konstruksi batu bata. Pada tingkat RT terdapat Kelompok Swadaya Masyarakat KSM yang terdiri dari kelompok masyarakat di lingkungannya. KSM dibentuk oleh BKM agar memberikan usulan atas pengelolaan lingkungan yang dibantu oleh NUSSP. Pada kenyataan masyarakat tidak bisa mengelola bantuan tersebut untuk menangani masalah pengelolaan sampah yang selama ini menjadi permasalahan masyarakat. Hal ini sesuai dengan kata Ife 2003 yang mengatakan bahwa orang diberi kekuasaan untuk mendefinisikan kebutuhan mereka karena mereka juga memerlukan pengetahuan dan keahlian yang relevan, proses pemberdayaan ini memerlukan pendidikan dan penerimaan informasi. Komunitas menyadari bahwa sampah yang mereka buang akan kembali kebawah rumah mereka lagi karena mereka percaya kepada aliran Sungai Kapuas yang selalu berputar disekitar mereka. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara Bu Fa mengemukakan bahwa “Sungai Kapuas ini memiliki aliran air yang berputar disekitar sini, sampah yang ada pasti akan kembali ketepi sungai lagi kalo dibuang kesungai”. Mereka mengetahui bahwa adanya real need yang mereka rasakan sebagai kesenjangan antara kesenjangan membuang sampah disungai dengan membuang sampah ditempat sampah yang akan mengurangi jumlah sampah yang ada disungai. Komunitas menyadari mereka memerlukan tempat sampah tetapi mereka tidak berdaya untuk mengelola sampah tersebut. 2. Kelompok yang kurang beruntung lainnya Letak geografis komunitas berada di gang yang hanya bisa dilewati satu motor membuat mereka kurang beruntung. Sehingga komunitas ini jauh dari jangkauan pengangkutan sampah. Kurang beruntungnya komunitas karena: a. Tempat persinggahan sampah yang berasal dari hilir dan hulu sungai sehingga menepi dibawah kolong rumah mereka. Membuat daerah sekitar mereka kotor dengan sampah yang berada dibawah rumah mereka. b. Belum mendapatkan pelayanan pengangkutan sampah karena letak komunitas mereka yang harus masuk gang dan mereka berada di gang kecil yang hanya bisa dilewati satu motor. Sehingga komunitas ini jauh dari jangkauan pengangkutan sampah.

6.3 Inisiatif Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat