Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (Studi Kasus Rt 02 Rw 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat)

(1)

PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT

(Studi Kasus Rt 02 Rw 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan

Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat)

MERY SILALAHI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

ABSTRACT

MERY SILALAHI, Community Based Waste Domestic Management. A Case Study in RT 2 RW 07 Benua Melayu Laut Village, Pontianak Selatan District, Pontianak City, West Kalimantan. Under the supervision of ARYA HADI DHARMAWAN and ADI FAHRUDIN.

Community based waste domestic management is one alternative to deal with the waste problem in Pontianak City, and it is supported by the government as well as the society, NGO, and profit agency. The aims of this study are as follow: 1) To make out the pattern of community based waste domestic management in Dwi Ratna Real Estate community in Pontianak City; 2) To comprehend the development of community based waste domestic management for the community of Kapuas Riverside in Pontianak City; 3) The identify the problem of waste domestic management dealt by the community that levis in Kapuas Riverside in Pontianak City; 4) To develop the form of community based waste domestic management programme which can be used for the community of Kapuas Riverside in Pontianak City.

The research method used in this community development study is the qualitative approach. Data collecting technique used are (1) Semi-structured interview, (2) FGD, (3) Observation. The conclusion drawn from study conducted in community based waste domestic management RT 02 RW 07 Benua Melayu Laut Village, Pontianak Selatan District using learning transplantation from Dwi Ratna Real Estate area and waste management system in riverside community of Pontianak City are as follow: 1) Community based waste domestic management implementation by Dwi Ratna Real Estate community by means of compost fertilizer production is carried out individually and by mean of handmade craft production is carried out in group; 2) The waste domestic management development in Kapuas Riverside require community and technology development supported by the government; 3) The riverside community has not conducted waste domestic management for the waste is thrown into the river or burned. The problems faced by the community in order to conduct the waste domestic management include the leadership of household, the government and community communication, compost fertilizer marketing, the lack of training, the lack of simple technology which can be used by the people, and the lack of government policy to encourage the community to conduct waste domestic management; 4) The programme is conducted in the level of government, society, and the combination of government and society.


(3)

RINGKASAN

MERY SILALAHI, Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Studi Kasus RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Dibimbing oleh : ARYA HADI DHARMAWAN sebagai ketua, ADI FAHRUDIN sebagai anggota komisi pembimbing.

Pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan salah satu alternatif untuk menangani masalah sampah di Kota Pontianak yang didukung oleh semua pihak baik pemerintah, masyarakat, LSM dan swasta. Adapun tujuan kajian ini adalah 1) Mengetahui pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat di komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna di Kota Pontianak; 2) Memahami pengembangan pengelolaan sampah berbasis masyarakat bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 3) Mengidentifikasi masalah pengelolaan sampah yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 4) Mengembangkan bentuk program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dapat dibangun bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak.

Metode penelitian yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat ini adalah pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu (1) Wawancara semi-terstruktur, (2) FGD, (3) Observasi. Pengolahan data dilakukan dengan cara unitasi data, kategorisasi data dan analisis dan interprestasi data yang ada.

Pengelolaan sampah berbasis masyarakat telah diterapkan oleh warga Kompleks Perumahan Dwi Ratna. Pengelolaan sampah tersebut menghasilkan pupuk kompos dan kerajinan tangan. Pembuatan pupuk kompos dari sampah dilakukan secara individu di rumah masing-masing. Sedangkan pembuatan kerajinan tangan dari sampah dilakukan secara kelompok dengan mengumpulkan bungkusan yang bisa dibuat kerajinan tangan di rumah ketua RT. Pola ini dipandang cocok untuk dikembangkan di komunitas pinggir sungai.

Pengembangan pengelolaan sampah di pinggir sungai memerlukan upaya pengembangan masyarakat dan pengembangan teknologi yang didukung oleh pemerintah. Pengembangan masyarakat yang dapat dilakukan dengan pembentukan kelompok pengelola sampah. Dengan adanya kelompok pengelola sampah yang bertanggungjawab untuk pengolahan sampah dan masyarakat bertanggungjawab untuk memilah sampah dan membuang sampah ketempat pengolahan sampah. Sedangkan pengembangan teknologi pengelolaan sampah yang dilakukan dengan peranserta masyarakat dan pemerintah. Pemerintah yang menfasilitasi pengembangan teknologi pengelolaan sampah sedangkan masyarakat yang melaksanakan teknologi yang telah dikembangkan oleh pemerintah.


(4)

Masyarakat di pinggir sungai belum pernah melakukan pengelolaan sampah karena selama ini sampah dibuang ke sungai atau di bakar. Pelayanan pengangkutan sampah oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan belum pernah dilakukan untuk daerah di pinggir sungai mengingat jalan yang tidak dapat dilalui oleh mobil angkutan. Keadaan tersebut yang telah bertahun-tahun masyarakat di pinggir sungai alami. Hal ini menunjukkan masyarakat belum mampu mengelola sampah. Ketidaktahuan masyarakat di pinggir sungai mengelola sampah dapat diatasi dengan modal sosial yang masyarakat miliki. Pengelolaan sampah yang cocok di masyarakat pinggiran sungai adalah pengelolaan sampah yang dilakukan secara komunal dengan pembentukan kelompok sampah.

Kesimpulan yang diperoleh dengan dari kajian yang dilakukan di RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut Kecamatan Pontianak Selatan dengan transplantasi pembelajaran dari komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna adalah sebagai berikut: 1) Pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang diterapkan oleh komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna dengan membuat pupuk kompos dilakukan secara individu dan membuat kerajinan tangan dilakukan dengan kelompok; 2) Pengembangan pengelolaan sampah dipinggiran Sungai Kapuas memerlukan pengembangan masyarakat dan pengembangan teknologi yang didukung oleh pemerintah; 3) Masyarakat dipinggiran sungai belum pernah melakukan pengelolaan sampah karena selama ini sampah dibuang kesungai atau dibakar. Permasalahan yang dihadapi masyarakat untuk dapat melaksanakan pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah kepemimpinan ketua RT, komunikasi pemerintah dan masyarakat, pemasaran penjualan pupuk kompos, belum adanya pelatihan, belum memiliki teknologi yang sederhana dapat digunakan oleh masyarakat dan belum adanya kebijakan pemerintah untuk mendorong masyarakat melakukan pengelolaan sampah; 4) Program dilakukan pada aras pemerintah, masyarakat dan campuran masyarakat dan pemerintah.


(5)

PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT

(Studi Kasus Rt 02 Rw 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan

Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat)

MERY SILALAHI

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(6)

iv

RINGKASAN

MERY SILALAHI, Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Studi Kasus RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Dibimbing oleh : ARYA HADI DHARMAWAN sebagai ketua, ADI FAHRUDIN sebagai anggota komisi pembimbing.

Pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan salah satu alternatif untuk menangani masalah sampah di Kota Pontianak yang didukung oleh semua pihak baik pemerintah, masyarakat, LSM dan swasta. Adapun tujuan kajian ini adalah 1) Mengetahui pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat di komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna di Kota Pontianak; 2) Memahami pengembangan pengelolaan sampah berbasis masyarakat bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 3) Mengidentifikasi masalah pengelolaan sampah yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 4) Mengembangkan bentuk program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dapat dibangun bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak.

Metode penelitian yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat ini adalah pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu (1) Wawancara semi-terstruktur, (2) FGD, (3) Observasi. Pengolahan data dilakukan dengan cara unitasi data, kategorisasi data dan analisis dan interprestasi data yang ada.

Pengelolaan sampah berbasis masyarakat telah diterapkan oleh warga Kompleks Perumahan Dwi Ratna. Pengelolaan sampah tersebut menghasilkan pupuk kompos dan kerajinan tangan. Pembuatan pupuk kompos dari sampah dilakukan secara individu di rumah masing-masing. Sedangkan pembuatan kerajinan tangan dari sampah dilakukan secara kelompok dengan mengumpulkan bungkusan yang bisa dibuat kerajinan tangan di rumah ketua RT. Pola ini dipandang cocok untuk dikembangkan di komunitas pinggir sungai.

Pengembangan pengelolaan sampah di pinggir sungai memerlukan upaya pengembangan masyarakat dan pengembangan teknologi yang didukung oleh pemerintah. Pengembangan masyarakat yang dapat dilakukan dengan pembentukan kelompok pengelola sampah. Dengan adanya kelompok pengelola sampah yang bertanggungjawab untuk pengolahan sampah dan masyarakat bertanggungjawab untuk memilah sampah dan membuang sampah ketempat pengolahan sampah. Sedangkan pengembangan teknologi pengelolaan sampah yang dilakukan dengan peranserta masyarakat dan pemerintah. Pemerintah yang menfasilitasi pengembangan teknologi pengelolaan sampah sedangkan masyarakat yang melaksanakan teknologi yang telah dikembangkan oleh pemerintah.


(7)

v

Masyarakat di pinggir sungai belum pernah melakukan pengelolaan sampah karena selama ini sampah dibuang ke sungai atau di bakar. Pelayanan pengangkutan sampah oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan belum pernah dilakukan untuk daerah di pinggir sungai mengingat jalan yang tidak dapat dilalui oleh mobil angkutan. Keadaan tersebut yang telah bertahun-tahun masyarakat di pinggir sungai alami. Hal ini menunjukkan masyarakat belum mampu mengelola sampah. Ketidaktahuan masyarakat di pinggir sungai mengelola sampah dapat diatasi dengan modal sosial yang masyarakat miliki. Pengelolaan sampah yang cocok di masyarakat pinggiran sungai adalah pengelolaan sampah yang dilakukan secara komunal dengan pembentukan kelompok sampah.

Kesimpulan yang diperoleh dengan dari kajian yang dilakukan di RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut Kecamatan Pontianak Selatan dengan transplantasi pembelajaran dari komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna adalah sebagai berikut: 1) Pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang diterapkan oleh komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna dengan membuat pupuk kompos dilakukan secara individu dan membuat kerajinan tangan dilakukan dengan kelompok; 2) Pengembangan pengelolaan sampah dipinggiran Sungai Kapuas memerlukan pengembangan masyarakat dan pengembangan teknologi yang didukung oleh pemerintah; 3) Masyarakat dipinggiran sungai belum pernah melakukan pengelolaan sampah karena selama ini sampah dibuang kesungai atau dibakar. Permasalahan yang dihadapi masyarakat untuk dapat melaksanakan pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah kepemimpinan ketua RT, komunikasi pemerintah dan masyarakat, pemasaran penjualan pupuk kompos, belum adanya pelatihan, belum memiliki teknologi yang sederhana dapat digunakan oleh masyarakat dan belum adanya kebijakan pemerintah untuk mendorong masyarakat melakukan pengelolaan sampah; 4) Program dilakukan pada aras pemerintah, masyarakat dan campuran masyarakat dan pemerintah.


(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(9)

PRAKATA

Dengan memanjatkan puja dan puji syukur ke Khadirat Illahi Robbi, bahwa pada kesempatan yang baik ini penulis telah mendapat limpahan anugrah yang tak terhingga. Berkat izin dan ridho-Nya, penulisan tesis ini bisa diselesaikan sebagaimana mestinya, walaupun tidak luput dari kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini disadari dan diakui karena terbatasnya pengetahuan, pengalaman dan wawasan yang penulis miliki.

Tesis ini berjudul “Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (Studi Kasus RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak)”. Penulisan ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat untuk mencapai gelar Magister Profesional di Institut Pertanian Bogor.

Pengalaman yang berharga dalam proses penulisan tesis ini dengan berbagai kesulitan, hambatan dan tantangan tetapi juga kenangan yang dialami terutama dalam proses penelitian dilapangan, satu dan lain hal dalam bentuk kendala pada akhirnya bisa dilalui sampai terselesainya tugas ini.

Dalam menyelesaikan tesis ini, penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Dr. Arya H. Dharmawan, selaku ketua komisi pembimbing yang dengan sabar dan tekun telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini;

2. Bapak Adi Fahrudin, Ph.D , selaku anggota komisi pembimbing yang dengan sabar dan tekun telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini; 3. Dosen penguji dalam seminar dan ujian penelitian, atas kritik dan arahan

sehingga tesis ini menjadi lebih baik;

4. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pontianak, atas izinnya melaksanakan penelitian di lapangan;

5. Rekan kerja di dinas-dinas Kota Pontianak, atas izin dan dorongannya, sehingga penulis mampu merampungkan penulisan tesis ini;

6. Masyarakat Kampung Kamboja khususnya komunitas di RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, atas kerjasama dan informasinya;

7. Rekan-rekan sekelas MPM V STKS-IPB dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan yang telah banyak diberikan; 8. Pada akhirnya, kepada keluargaku atas dukungan materi, spiritual dan

pengertiannya.

Semoga tesis ini bermanfaat untuk pendidikan, khususnya meningkatkan kebersihan Kota Pontianak dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat.

Bogor, Januari 2009 Mery Silalahi


(10)

RIWAYAT HIDUP

Terlahir sebagai anak keenam dari pasangan Jasper Perlindungan Silalahi dan Julia Simanjuntak pada tanggal 14 Juli 1982, penulis lahir di Kota Singkawang, Kalimantan Barat. Pada tahun 1992, penulis menamatkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 32, tahun 1998 menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1, dan tahun 2001 tamat pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 1; semuanya di Pontianak. Kemudian tahun 2001 sampai dengan 2005, penulis berkesempatan untuk menjalani program pendidikan Diploma IV di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN), Jatinangor Sumedang. Semasa di STPDN, penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada tahun kedua di sekolah kedinasan tersebut. Setelah lulus pada tahun 2005, penulis ditugaskan di lingkungan Pemerintah Kota Pontianak. Penulis diberikan kepercayaan sebagai staf Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Kota pada tahun 2005. Pada tahun 2007, penulis tergerak untuk kembali memasuki dunia akademis melalui kesempatan yang diberikan oleh Departemen Sosial yang memberikan beasiswa untuk program pascasarjana Magister Profesional Pengembangan Masyarakat kerja sama Institut Pertanian Bogor dengan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung.


(11)

PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT

(Studi Kasus Rt 02 Rw 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan

Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat)

MERY SILALAHI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(12)

ABSTRACT

MERY SILALAHI, Community Based Waste Domestic Management. A Case Study in RT 2 RW 07 Benua Melayu Laut Village, Pontianak Selatan District, Pontianak City, West Kalimantan. Under the supervision of ARYA HADI DHARMAWAN and ADI FAHRUDIN.

Community based waste domestic management is one alternative to deal with the waste problem in Pontianak City, and it is supported by the government as well as the society, NGO, and profit agency. The aims of this study are as follow: 1) To make out the pattern of community based waste domestic management in Dwi Ratna Real Estate community in Pontianak City; 2) To comprehend the development of community based waste domestic management for the community of Kapuas Riverside in Pontianak City; 3) The identify the problem of waste domestic management dealt by the community that levis in Kapuas Riverside in Pontianak City; 4) To develop the form of community based waste domestic management programme which can be used for the community of Kapuas Riverside in Pontianak City.

The research method used in this community development study is the qualitative approach. Data collecting technique used are (1) Semi-structured interview, (2) FGD, (3) Observation. The conclusion drawn from study conducted in community based waste domestic management RT 02 RW 07 Benua Melayu Laut Village, Pontianak Selatan District using learning transplantation from Dwi Ratna Real Estate area and waste management system in riverside community of Pontianak City are as follow: 1) Community based waste domestic management implementation by Dwi Ratna Real Estate community by means of compost fertilizer production is carried out individually and by mean of handmade craft production is carried out in group; 2) The waste domestic management development in Kapuas Riverside require community and technology development supported by the government; 3) The riverside community has not conducted waste domestic management for the waste is thrown into the river or burned. The problems faced by the community in order to conduct the waste domestic management include the leadership of household, the government and community communication, compost fertilizer marketing, the lack of training, the lack of simple technology which can be used by the people, and the lack of government policy to encourage the community to conduct waste domestic management; 4) The programme is conducted in the level of government, society, and the combination of government and society.


(13)

RINGKASAN

MERY SILALAHI, Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Studi Kasus RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Dibimbing oleh : ARYA HADI DHARMAWAN sebagai ketua, ADI FAHRUDIN sebagai anggota komisi pembimbing.

Pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan salah satu alternatif untuk menangani masalah sampah di Kota Pontianak yang didukung oleh semua pihak baik pemerintah, masyarakat, LSM dan swasta. Adapun tujuan kajian ini adalah 1) Mengetahui pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat di komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna di Kota Pontianak; 2) Memahami pengembangan pengelolaan sampah berbasis masyarakat bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 3) Mengidentifikasi masalah pengelolaan sampah yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 4) Mengembangkan bentuk program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dapat dibangun bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak.

Metode penelitian yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat ini adalah pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu (1) Wawancara semi-terstruktur, (2) FGD, (3) Observasi. Pengolahan data dilakukan dengan cara unitasi data, kategorisasi data dan analisis dan interprestasi data yang ada.

Pengelolaan sampah berbasis masyarakat telah diterapkan oleh warga Kompleks Perumahan Dwi Ratna. Pengelolaan sampah tersebut menghasilkan pupuk kompos dan kerajinan tangan. Pembuatan pupuk kompos dari sampah dilakukan secara individu di rumah masing-masing. Sedangkan pembuatan kerajinan tangan dari sampah dilakukan secara kelompok dengan mengumpulkan bungkusan yang bisa dibuat kerajinan tangan di rumah ketua RT. Pola ini dipandang cocok untuk dikembangkan di komunitas pinggir sungai.

Pengembangan pengelolaan sampah di pinggir sungai memerlukan upaya pengembangan masyarakat dan pengembangan teknologi yang didukung oleh pemerintah. Pengembangan masyarakat yang dapat dilakukan dengan pembentukan kelompok pengelola sampah. Dengan adanya kelompok pengelola sampah yang bertanggungjawab untuk pengolahan sampah dan masyarakat bertanggungjawab untuk memilah sampah dan membuang sampah ketempat pengolahan sampah. Sedangkan pengembangan teknologi pengelolaan sampah yang dilakukan dengan peranserta masyarakat dan pemerintah. Pemerintah yang menfasilitasi pengembangan teknologi pengelolaan sampah sedangkan masyarakat yang melaksanakan teknologi yang telah dikembangkan oleh pemerintah.


(14)

Masyarakat di pinggir sungai belum pernah melakukan pengelolaan sampah karena selama ini sampah dibuang ke sungai atau di bakar. Pelayanan pengangkutan sampah oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan belum pernah dilakukan untuk daerah di pinggir sungai mengingat jalan yang tidak dapat dilalui oleh mobil angkutan. Keadaan tersebut yang telah bertahun-tahun masyarakat di pinggir sungai alami. Hal ini menunjukkan masyarakat belum mampu mengelola sampah. Ketidaktahuan masyarakat di pinggir sungai mengelola sampah dapat diatasi dengan modal sosial yang masyarakat miliki. Pengelolaan sampah yang cocok di masyarakat pinggiran sungai adalah pengelolaan sampah yang dilakukan secara komunal dengan pembentukan kelompok sampah.

Kesimpulan yang diperoleh dengan dari kajian yang dilakukan di RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut Kecamatan Pontianak Selatan dengan transplantasi pembelajaran dari komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna adalah sebagai berikut: 1) Pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang diterapkan oleh komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna dengan membuat pupuk kompos dilakukan secara individu dan membuat kerajinan tangan dilakukan dengan kelompok; 2) Pengembangan pengelolaan sampah dipinggiran Sungai Kapuas memerlukan pengembangan masyarakat dan pengembangan teknologi yang didukung oleh pemerintah; 3) Masyarakat dipinggiran sungai belum pernah melakukan pengelolaan sampah karena selama ini sampah dibuang kesungai atau dibakar. Permasalahan yang dihadapi masyarakat untuk dapat melaksanakan pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah kepemimpinan ketua RT, komunikasi pemerintah dan masyarakat, pemasaran penjualan pupuk kompos, belum adanya pelatihan, belum memiliki teknologi yang sederhana dapat digunakan oleh masyarakat dan belum adanya kebijakan pemerintah untuk mendorong masyarakat melakukan pengelolaan sampah; 4) Program dilakukan pada aras pemerintah, masyarakat dan campuran masyarakat dan pemerintah.


(15)

PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT

(Studi Kasus Rt 02 Rw 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan

Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat)

MERY SILALAHI

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(16)

iv

RINGKASAN

MERY SILALAHI, Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Studi Kasus RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Dibimbing oleh : ARYA HADI DHARMAWAN sebagai ketua, ADI FAHRUDIN sebagai anggota komisi pembimbing.

Pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan salah satu alternatif untuk menangani masalah sampah di Kota Pontianak yang didukung oleh semua pihak baik pemerintah, masyarakat, LSM dan swasta. Adapun tujuan kajian ini adalah 1) Mengetahui pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat di komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna di Kota Pontianak; 2) Memahami pengembangan pengelolaan sampah berbasis masyarakat bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 3) Mengidentifikasi masalah pengelolaan sampah yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak; 4) Mengembangkan bentuk program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dapat dibangun bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak.

Metode penelitian yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat ini adalah pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu (1) Wawancara semi-terstruktur, (2) FGD, (3) Observasi. Pengolahan data dilakukan dengan cara unitasi data, kategorisasi data dan analisis dan interprestasi data yang ada.

Pengelolaan sampah berbasis masyarakat telah diterapkan oleh warga Kompleks Perumahan Dwi Ratna. Pengelolaan sampah tersebut menghasilkan pupuk kompos dan kerajinan tangan. Pembuatan pupuk kompos dari sampah dilakukan secara individu di rumah masing-masing. Sedangkan pembuatan kerajinan tangan dari sampah dilakukan secara kelompok dengan mengumpulkan bungkusan yang bisa dibuat kerajinan tangan di rumah ketua RT. Pola ini dipandang cocok untuk dikembangkan di komunitas pinggir sungai.

Pengembangan pengelolaan sampah di pinggir sungai memerlukan upaya pengembangan masyarakat dan pengembangan teknologi yang didukung oleh pemerintah. Pengembangan masyarakat yang dapat dilakukan dengan pembentukan kelompok pengelola sampah. Dengan adanya kelompok pengelola sampah yang bertanggungjawab untuk pengolahan sampah dan masyarakat bertanggungjawab untuk memilah sampah dan membuang sampah ketempat pengolahan sampah. Sedangkan pengembangan teknologi pengelolaan sampah yang dilakukan dengan peranserta masyarakat dan pemerintah. Pemerintah yang menfasilitasi pengembangan teknologi pengelolaan sampah sedangkan masyarakat yang melaksanakan teknologi yang telah dikembangkan oleh pemerintah.


(17)

v

Masyarakat di pinggir sungai belum pernah melakukan pengelolaan sampah karena selama ini sampah dibuang ke sungai atau di bakar. Pelayanan pengangkutan sampah oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan belum pernah dilakukan untuk daerah di pinggir sungai mengingat jalan yang tidak dapat dilalui oleh mobil angkutan. Keadaan tersebut yang telah bertahun-tahun masyarakat di pinggir sungai alami. Hal ini menunjukkan masyarakat belum mampu mengelola sampah. Ketidaktahuan masyarakat di pinggir sungai mengelola sampah dapat diatasi dengan modal sosial yang masyarakat miliki. Pengelolaan sampah yang cocok di masyarakat pinggiran sungai adalah pengelolaan sampah yang dilakukan secara komunal dengan pembentukan kelompok sampah.

Kesimpulan yang diperoleh dengan dari kajian yang dilakukan di RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut Kecamatan Pontianak Selatan dengan transplantasi pembelajaran dari komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna adalah sebagai berikut: 1) Pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang diterapkan oleh komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna dengan membuat pupuk kompos dilakukan secara individu dan membuat kerajinan tangan dilakukan dengan kelompok; 2) Pengembangan pengelolaan sampah dipinggiran Sungai Kapuas memerlukan pengembangan masyarakat dan pengembangan teknologi yang didukung oleh pemerintah; 3) Masyarakat dipinggiran sungai belum pernah melakukan pengelolaan sampah karena selama ini sampah dibuang kesungai atau dibakar. Permasalahan yang dihadapi masyarakat untuk dapat melaksanakan pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah kepemimpinan ketua RT, komunikasi pemerintah dan masyarakat, pemasaran penjualan pupuk kompos, belum adanya pelatihan, belum memiliki teknologi yang sederhana dapat digunakan oleh masyarakat dan belum adanya kebijakan pemerintah untuk mendorong masyarakat melakukan pengelolaan sampah; 4) Program dilakukan pada aras pemerintah, masyarakat dan campuran masyarakat dan pemerintah.


(18)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(19)

PRAKATA

Dengan memanjatkan puja dan puji syukur ke Khadirat Illahi Robbi, bahwa pada kesempatan yang baik ini penulis telah mendapat limpahan anugrah yang tak terhingga. Berkat izin dan ridho-Nya, penulisan tesis ini bisa diselesaikan sebagaimana mestinya, walaupun tidak luput dari kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini disadari dan diakui karena terbatasnya pengetahuan, pengalaman dan wawasan yang penulis miliki.

Tesis ini berjudul “Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (Studi Kasus RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak)”. Penulisan ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat untuk mencapai gelar Magister Profesional di Institut Pertanian Bogor.

Pengalaman yang berharga dalam proses penulisan tesis ini dengan berbagai kesulitan, hambatan dan tantangan tetapi juga kenangan yang dialami terutama dalam proses penelitian dilapangan, satu dan lain hal dalam bentuk kendala pada akhirnya bisa dilalui sampai terselesainya tugas ini.

Dalam menyelesaikan tesis ini, penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Dr. Arya H. Dharmawan, selaku ketua komisi pembimbing yang dengan sabar dan tekun telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini;

2. Bapak Adi Fahrudin, Ph.D , selaku anggota komisi pembimbing yang dengan sabar dan tekun telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini; 3. Dosen penguji dalam seminar dan ujian penelitian, atas kritik dan arahan

sehingga tesis ini menjadi lebih baik;

4. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pontianak, atas izinnya melaksanakan penelitian di lapangan;

5. Rekan kerja di dinas-dinas Kota Pontianak, atas izin dan dorongannya, sehingga penulis mampu merampungkan penulisan tesis ini;

6. Masyarakat Kampung Kamboja khususnya komunitas di RT 02 RW 07 Kelurahan Benua Melayu Laut, atas kerjasama dan informasinya;

7. Rekan-rekan sekelas MPM V STKS-IPB dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan yang telah banyak diberikan; 8. Pada akhirnya, kepada keluargaku atas dukungan materi, spiritual dan

pengertiannya.

Semoga tesis ini bermanfaat untuk pendidikan, khususnya meningkatkan kebersihan Kota Pontianak dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat.

Bogor, Januari 2009 Mery Silalahi


(20)

RIWAYAT HIDUP

Terlahir sebagai anak keenam dari pasangan Jasper Perlindungan Silalahi dan Julia Simanjuntak pada tanggal 14 Juli 1982, penulis lahir di Kota Singkawang, Kalimantan Barat. Pada tahun 1992, penulis menamatkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 32, tahun 1998 menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1, dan tahun 2001 tamat pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 1; semuanya di Pontianak. Kemudian tahun 2001 sampai dengan 2005, penulis berkesempatan untuk menjalani program pendidikan Diploma IV di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN), Jatinangor Sumedang. Semasa di STPDN, penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada tahun kedua di sekolah kedinasan tersebut. Setelah lulus pada tahun 2005, penulis ditugaskan di lingkungan Pemerintah Kota Pontianak. Penulis diberikan kepercayaan sebagai staf Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Kota pada tahun 2005. Pada tahun 2007, penulis tergerak untuk kembali memasuki dunia akademis melalui kesempatan yang diberikan oleh Departemen Sosial yang memberikan beasiswa untuk program pascasarjana Magister Profesional Pengembangan Masyarakat kerja sama Institut Pertanian Bogor dengan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung.


(21)

x

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ...xii

DAFTAR GAMBAR ...xiii

DAFTAR MATRIKS ...xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...xv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan... 4

1.3 Tujuan Kajian ... 6

1.4 Kegunaan Kajian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Penelitian Sebelumnya ...8

2.2 Penanganan Sampah Berbasis Masyarakat ...14

2.3 Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah ...16

2.4 Pengolahan Sampah ...17

2.5 Pengelolaan Lingkungan Sosial ...22

2.6 Komunikasi Kelompok dalam Memecahkan Masalah ...24

2.7 Kepemimpinan dan Komunikasi Kelompok ...25

2.8 Perempuan sebagai Pusat Dapur ...26

2.9 Modal Sosial ...27

2.10 Strategi Pengembangan Kelembagaan ...29

2.11 Kerangka Pemikiran ...31

III. METODE PENELITIAN 3.1 Batas Kajian ...34

3.2 Strategi Kajian ...34

3.3 Tempat dan Waktu Kajian ...34

3.4 Metode Pengumpulan Kajian ...35

3.5 Analisis Data ...37

3.6 Penyusunan Rancangan Kajian ...38

IV. PETA SOSIAL KELURAHAN BENUA MELAYU LAUT KECAMATAN PONTIANAK SELATAN KOTA PONTIANAK 4.1 Lokasi ...40

4.2 Struktur Penduduk ...41

4.3 Mobilitas Penduduk ...44

4.4 Struktur Nafkah ...45

4.5 Struktur Sosial ...46

4.5.1 Organisasi Sosial ...46

4.5.2 Pelapisan Sosial ...48

4.5.3 Jejaring Sosial ...48

4.6 Masalah Sosial ...50


(22)

xi

V. EVALUASI SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA PONTIANAK

5.1 Gambaran Manajemen dan Organisasi Pengelolaan Sampah di

Kota Pontianak ...54 5.2 Rencana Strategi Pengelolaan Sampah Tahun 2005 – 2009 ...55 5.3 Teknik Operasionalisasi Pengelolaan Sampah Pasar ...58

5.4 Pengelolaan Sampah di Wilayah Pemukiman Penduduk Kota

Pontianak ...61 5.5 Pengelolaan Sampah Pola Insenerator di Kota Pontianak ...70 5.6 Anggaran Pengelolaan Sampah Kota ...73 5.7 Pengaturan Pengelolaan Sampah di Kota Pontianak ...77

5.8 Pola Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Kecamatan

Pontianak Utara ...78 5.9 Masalah Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah

Berbasis Masyarakat dan Non- Pengelolaan Sampah Berbasis

Masyarakat ...81 5.10 Ikhtisar ...84 VI. PEMBELAJARAN PRAKTEK PENGEMBANGAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT DI KOMUNITAS

PINGGIRAN SUNGAI KAPUAS DI KECAMATAN PONTIANAK SELATAN

6.1 Pendahuluan ...87 6.2 Kondisi Sosial Kemasyarakatan Sebelum Adanya Proses

Pembelajaran ...89 6.2.1 Pelaksanaan Pengelolaan Sampah ...89 6.2.2 Modal Sosial di Komunitas ...92 6.2.3 Ketidakberdayaan Komunitas dalam Pengelolaan Sampah ...95 6.3 Inisiatif Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat ...97 6.4 Pengembangan Kelembagaan Di Empat Ruang Stakeholder ...105 6.5 Ikhtisar ...113 VII. PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT 7.1 Pendahuluan ...116

7.2 Program Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Ruang

Pemerintah ...116 7.3 Program Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Ruang

Masyarakat ...121 7.4 Program Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Ruang

Pemerintah dan Masyarakat ...133 7.5 Ikhtisar ...135 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan ...157 8.2 Saran ...158 DAFTAR PUSTAKA ...144 LAMPIRAN ...149


(23)

DAFTAR TABEL

Halaman 2.1 Perbandingan Pengelolaan Sampah oleh Pemerintah dan Pengelolaan

Sampah Berbasis Masyarakat ... 11 3.1 Jadwal Pelaksanaan Kajian ... 35 4.1 Orbitrasi, Jarak dan Waktu Tempuh ke Kelurahan ... 40 4.2 Jumlah Penduduk menurut Kumulatif Umur ... 42 4.3 Jumlah Penduduk Komunitas RT 2 RW 07 ... 43 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Agama ... 44 4.5 Mutasi Penduduk ... 44 4.6 Mata Pencaharian Penduduk ... 46 5.1 Data Volume Sampah di Pasar Kota Pontianak, 2007 ... 59 5.2 Daftar Armada Pengangkutan Sampah untuk Pemukiman Penduduk

Kota Pontianak ... 62 5.3 Tempat Penampungan Sementara di Kota Pontianak ... 67 5.4 Jumlah Tempat Penampungan Sementara Liar di Kota Pontianak ... 67 7.1 Program Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Ruang Pemerintah .. 137 7.2 Program Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di RuangMasyarakat .... 141 7.3 Program Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Ruang


(24)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 2.1 Pengelolaan Sampah Oleh Pemerintah yang diolah... 8 2.2 Operasional Teknis Pengolahan Sampah (Damanhuri dan Padmi,2005) ... 21 2.3 Perempuan Sebagai Pusat Rumah Tangga ... 26 2.4 Kerangka Kebijakan untuk Pengembangan Kelembagaan dan Kawasan Berbasis Masyarakat ... 30 2.5 Kerangka Pemikiran Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat ... 33 4.1 Komposisi Penduduk Kelurahan Benua Melayu Laut ... 42 4.2 Komposisi Penduduk Komunitas RT 02 RW 07 Kelurahan Benua

Melayu Laut ... 43 4.3 Jaringan Masyarakat terhadap Pemerintah... 49 4.4 Jaringan Masyarakat dalam Partai Politik ... 49 4.5 Jaringan Masyarakat dalam Program NUSSP... 50 5.1 Rencana Strategi Pengelolaan Sampah Kota Pontianak ... 56 5.2 Operasionalisasi Pengelolaan Sampah di Pasar ... 61 5.3 Operasionalisasi Pengangkutan Sampah di Wilayah Kota Pontianak ... 69 5.4 Operasionallisasi Pengangkutan Sampah Untuk Insenerator ... 72 5.5 Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Kecamatan Pontianak


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Kegiatan Pelatihan Komposting Dan Pembuatan Tempat Sampah ... 166 2 Pembuatan Pupuk Kompos dalam Skala Rumah Tangga ... 169 3 Pembuatan Pupuk Kompos dalam Skala Besar ... 170 4 Informan Program dan Kehidupan Komunitas Pinggir Sungai ... 171


(26)

DAFTAR MATRIKS

Halaman 2.1 Kelebihan dan Kelemahan Alternatif Sistem Pengolahan Sampah ... 19 3.1 Tujuan dan Teknik Pengumpulan Data ... 36 4.1 Telaahan Pemetaan Sosial ... 52 5.1 Telaahan Evaluasi Pengelolaan Sampah di Kota Pontianak ... 84 6.1 Kondisi Komunitas Perumahan Dwi Ratna dan Pinggir Sungai ... 87


(27)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Untuk menstabilkan emisi gas rumah kaca ke atmosfer pada tingkat tertentu sehingga tidak membahayakan sistem iklim bumi/perubahan iklim disahkan dengan Protokol Kyoto. Dalam konteks perubahan iklim, khususnya dalam implementasi Protokol Kyoto melalui CDM (Clean Development Mechanism). Pengembangan proyek CDM dapat dilakukan oleh berbagai pihak, misalnya lembaga pemerintah, lembaga nonpemerintah atau sektor swasta. Untuk melaksanakan hal tersebut perlu meningkatkan kesadaran masyarakat dalam arti luas, termasuk kalangan pemerintah di berbagai sektor, masyarakat madani, masyarakat ilmiah, dan pelaku bisnis. Masalah mendesak yang harus ditangani dalam rangka meningkatkan kesadaran pemerintah adalah pentingnya melakukan pengurastamaan (main streaming) pembangunan berkelanjutan ke dalam sektor-sektor pembangunan salah satunya adalah masalah sampah. Masyarakat madani memiliki persoalan sendiri dalam rangka memberikan kontrol terhadap program pemerintah tentang penanganan program sampah yang berhubungan dengan kepentingan publik. Oleh karena itu, dalam rangka peningkatan kesadaran kelompok ini dan peningkatan peran mereka, penekanan perlu diberikan kepada pentingnya proses yang partisipatif.

Permasalahan dalam penanganan sampah terjadi karena ketidakseimbangan antara produksi dengan kemampuan dalam pengelolaannya, volume sampah terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, perubahan kualitas hidup dan dinamika kegiatan masyarakat. Sampah yang tidak dikelola menyebabkan gangguan kesehatan karena sarang penyakit, menjijikkan dan menimbulkan bau yang tidak sedap, pencemaran tanah, air, dan berkurangnya nilai kebersihan dan keindahan lingkungan.


(28)

Sistem pengelolaan sampah perkotaan yang sudah ada selama ini adalah pengumpulan/pewadahan, pemindahan/pengangkutan, pemusnahan/penggurugan melalui Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya atau Perusahaan Daerah Kebersihan yang mengangkut sampah dari Tempat Penampungan Sementara - Tempat Penampungan Sementara (TPS-TPS) menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sistem ini dianggap belum optimal, karena kelemahan dalam manajemen operasional dan keterbatasan biaya operasional ditambah dengan langkanya tenaga profesional dalam penanganan sampah merupakan faktor utama permasalahan tersebut.

Selain itu permasalahan yang dihadapi dalam teknis operasional persampahan kota diantaranya: kapasitas peralatan yang belum memadai, pemeliharaan alat yang kurang, sulitnya pembinaan tenaga pelaksana khususnya tenaga harian lepas, sulit memilih metode operasional yang sesuai dengan kondisi daerah, siklus operasi persampahan tidak lengkap/terputus karena berbedanya penanggungjawab, koordinasi sektoral antar birokrasi pemerintah seringkali lemah, manajemen operasional lebih dititikberatkan pada aspek pelaksanaan, pengendalian lemah, dan perencanaan operasional seringkali hanya untuk jangka pendek (Damanhuri dan Padmi, 2005). Oleh karena itu, sistem ini akan diintegrasikan ke dalam sistem baru yaitu pengelolaan sampah berbasis masyarakat, agar menutupi beberapa kelemahan dari sistem ini. Untuk mengatasi permasalahan ini dilakukan dengan sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat, karena masyarakat sebagai produsen sampah dan masyarakat pula yang akan menikmati lingkungan bersih dan higienis bila persoalan sampah bisa ditangani secara baik. Kelebihan pengelolaan sampah berbasis masyarakat sebagai berikut:

1. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam pengelolaan sampah. 2. Pengelolaan sampah dilakukan pada tingkat rumah tangga.

3. Pelaksanaan, perencanaan dan pengawasaan pengelolaan sampah dilakukan oleh masyarakat.

Sistem ini akan mengadopsi sistem pengelolaan persampahan yang sudah ada dengan menambahkan potensi kelembagaan RT dipacu untuk aktif berperan dan


(29)

juga sekaligus mengawasi. Pengelolaan sampah yang diterapkan di Kota Pontianak selama ini adalah dikumpulkan, ditampung di TPS dan akhirnya dibuang ke TPA. Pengelolaan sampah ini menyebabkan penumpukan sampah di setiap lini rumah tangga, TPS dan TPA. Secara internal keadaan ini disebabkan kurang tersedianya sarana dan prasarana pengumpulan, keterbatasan armada personil kebersihan dan sulitnya mencari lembaga swadaya yang dapat bermitra dengan pemerintah dalam pengelolaan sampah secara baik. Selain itu keterbatasan lahan yang digunakan sebagai TPA karena semakin sulitnya memperoleh ruang yang pantas dan jaraknya semakin jauh dari pusat kota, serta diperlukannya dana yang besar untuk pembebasan lahan TPA, merupakan faktor eksternal yang turut mempengaruhi permasalahan persampahan tersebut. Kondisi diatas mendorong upaya pengelolaan sampah kota yang lebih baik berdasarkan pada usaha pengelolaan sampah sedini mungkin, sedekat mungkin dari sumbernya dan sebanyak mungkin mendayagunakan kembali sampah. Perubahan pola pembuangan sampah serta meningkatnya pemanfaatan dan pengolahan sampah yang lebih baik melalui proses Reduce, Reuse, dan Recycle, dan Composting

(3RC).

Ditinjau dari segi ekonomi usaha daur ulang dan pengkomposan sampah kota memiliki nilai ekonomis karena sampah diperoleh menjadi barang yang berguna. Oleh karena itu apabila usaha pemanfaatan sampah dapat terlaksana dengan baik, dapat mengatasi masalah ekologi yaitu keterbatasan lahan untuk TPA pada Kota Pontianak yang sudah padat dan pencemaran lingkungan akibat sampah yang tidak terangkut. Selain itu usaha ini juga dapat memberikan manfaat ekonomi yaitu sampah bisa menghasilkan uang bagi masyarakat dengan komposting dan mengatasi permasalahan keterbatasan sumber dana pengelolaan sampah yang selama ini menjadi kendala pemerintah. Di samping itu dari sisi sosial dapat

meningkatkan pendapatan penduduk merupakan salah satu penanggulangan kemiskinan dengan membuka lapangan pekerjaan. Pengelolaan sampah pada skala komunal memerlukan peran institusi lokal pada komunitas. Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan pengkajian pengelolaan sampah berbasis masyarakat pada tingkat mikro yaitu RT dengan menggunakan peran institusi lokal yang ada


(30)

di komunitas dengan konsep modal sosial, pengelolaan lingkungan sosial dan kolaborasi antar stakeholder.

Setiap masyarakat memiliki kapasitas untuk mengatasi masalah mereka sendiri, dalam hal ini masalah pengelolaan sampah. Kapasitas masyarakat dapat dikaji dengan menggunakan konsep modal sosial untuk pengorganisasian komunitas dalam pembentukan kelompok pengelolaan sampah untuk merubah paradigma perilaku masyarakat mulai dari tingkat keluarga untuk memilah dan memilih sampah. Dalam hal pengukuran keberlanjutan pengelolaan sampah berbasis masyarakat tersebut dikaji dari konsep pengelolaan lingkungan sosial. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat tidak lepas dari peran pemerintah sebagai institusi yang memberikan pelayanan penanganan sampah di masyarakat sehingga perlu dilakukan kolaborasi antar stakeholder. Dengan adanya pengkajian ini akan memperoleh strategi pengembangan masyarakat dengan program pada ruang pemerintah, masyarakat dan campuran pemerintah dan masyarakat. Diharapkan ini dapat menjadi pedoman dalam rangka merealisasikan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah khususnya di Kota Pontianak terutama daerah di pinggiran Sungai Kapuas yang belum mendapatkan pelayanan pengangkutan sampah.

1.2Permasalahan

Salah satu komunitas di Kota Pontianak yaitu di Kompleks Perumahan Dwi Ratna telah menerapkan pengelolaan sampah yang dilakukan secara swadaya oleh masyarakat dalam menerapkan pola 3RC dengan cara membuat kompos dan hasil kerajinan tangan dari sampah. Pembuatan kompos dilakukan pada tingkat rumah tangga secara individu dan pembuatan kerajinan tangan secara komunal pada tingkat RT. Hasil pengelolaan sampah ini tidak membuat sampah bersisa di lingkungan RT karena sampah yang tidak dapat di daur ulang diberikan kepada pemulung. Di lain pihak ada komunitas di Kota Pontianak yang belum mengetahui pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Salah satunya adalah masyarakat di pinggiran Sungai Kapuas. Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh


(31)

masyarakat masih dengan cara membuang sampah ke sungai dan pembakaran sampah sehingga mengakibatkan pencemaran lingkungan.

Setiap masyarakat dapat memiliki kapasitas untuk mengatasi masalah sampah yang terjadi dilingkungan mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan transplantasi pembelajaran dari komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna kepada komunitas yang belum melakukan pengelolaan sampah yaitu masyarakat di pinggir sungai. Proses transplantasi pembelajaran pengelolaan sampah ini memerlukan dukungan dari pemerintah. Pada saat ini pemerintah melakukan pelayanan pengangkutan sampah kepada masyarakat baru dapat mencapai 60 persen di Kota Pontianak sedangkan sisanya oleh masyarakat ada yang dibakar, ditimbun, dibuang ke sungai, dan tempat lainnya. Adapun permasalahan yang belum dapat diselesaikan adalah sebagai berikut:

a. Masyarakat akan selalu memerlukan TPS karena pertumbuhan penduduk diiringi dengan bertambah banyaknya sampah.

b. Masyarakat mencari TPS di dekat wilayah mereka sehingga masyarakat membuang sampah di lahan yang kosong, parit atau sungai jika tidak tersedia TPS.

c. Pemerintah memiliki keterbatasan dana dan prasarana untuk menangani masalah sampah.

d. Tidak ada partisipasi masyarakat dalam pengolahan sampah di tingkat rumah tangga.

Permasalahan sampah yang dihadapi di atas menunjukkan bahwa pemerintah Kota Pontianak belum mampu mengatasi masalah sampah pada daerah yang tidak terjangkau pengangkutan sampah. Salah satu daerah yang tidak terjangkau pengangkutan sampah adalah daerah pinggiran Sungai Kapuas karena transportasi pengangkutan sampah tidak dapat dilakukan pada daerah pinggiran sungai.

Mengingat masalah sampah memerlukan dukungan dari berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat dan perpaduan antara pemerintah dan masyarakat, maka perlu memperhatikan isu kritikal dalam pengelolaan sampah tersebut yaitu:


(32)

1. Pada ruang masyarakat yaitu masyarakat yang kurang menguasai teknologi, keterampilan dan pengetahuan.

2. Pada ruang pemerintah yaitu pemerintah kekurangan anggaran, peraturan yang mengatur pengelolaan sampah berbasis masyarakat, dan manajemen pengelolaan sampah.

3. Pada ruang pemerintah dan masyar akat yaitu kurangnya pelatihan dan teknologi.

Untuk mengatasi berbagai kendala pada setiap ruang tersebut dengan penciptaan prakondisi pada tingkat pemerintah, masyarakat dan pada tingkat kedua-duanya. Maka pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat di komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna, Kota Pontianak?

2. Bagaimanakah mengembangkan pengelolaan sampah berbasis masyarakat bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas?

3. Apakah masalah pengelolaan sampah yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di pinggir Sungai Kapuas?

4. Apakah bentuk program pengembangan pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dapat dibangun bagi komunitas di pinggiran Sungai Kapuas di Kota Pontianak?

1.3Tujuan Kajian

Dengan mengacu pada pertanyaan penelitian di atas, maka disusun tujuan studi ini, sebagai berikut:

1. Mengetahui pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat di komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna di Kota Pontianak.

2. Memahami pengembangan pengelolaan sampah berbasis masyarakat bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak.

3. Mengidentifikasi masalah pengelolaan sampah yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak.


(33)

4. Mengembangkan bentuk program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dapat dibangun bagi komunitas pinggir Sungai Kapuas di Kota Pontianak.

1.4Kegunaan Kajian

Hasil dari kajian ini diharapkan dapat dipergunakan untuk :

1. Masyarakat sebagai cara untuk meningkatkan kesejahteraan melalui kegiatan ekonomi produktif dan menciptakan lingkungan yang bersih.

2. Pemerintah daerah sebagai bahan pembuatan kebijakan atau keputusan dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat untuk daerah pinggiran Sungai Kapuas.

3. Pengembangan masyarakat sebagai penambah wawasan dan memperkaya pengetahuan akademik tentang pengembangan masyarakat.


(34)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Penelitian Sebelumnya

Berdasarkan hasil kajian tentang pengelolaan bersama (joint management) pelayanan persampahan di wilayah perkotaan (Pusat Kajian dan Diklat Aparatur, 2004) dengan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah pada umumnya, dapat digambarkan sebagai berikut:

Pengangkutan Pengangkutan secara swadaya

Recycling

Gambar 2.1 Pengelolaan Sampah oleh Pemerintah yang diolah

Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah pada umumnya sampah yang sudah tercampur dari rumah tangga/sekolah/pasar yang berada di TPS diangkut oleh Dinas Cipta Karya ke tempat pembuangan akhir sampah. Sedangkan untuk pengangkutan sampah dari sumber sampah (rumah tangga,sekolah,pasar) ke TPS diangkut secara swadaya oleh masyarakat dan pemulung memilah sampah di sumber sampah. TPS dan TPA.

Sistem ini dianggap belum optimal karena keterbatasan daya angkut sampah yang dimiliki oleh Dinas Cipta Karya atau PD Kebersihan. Masalah ini menyebabkan

Swadaya masyarakat

Pengelolan Sampah oleh Dinas Cipta Karya

Sampah tercampur dari rumah tangga/sekolah/pasar

TPS/Depo Sampah

Tempat Pembuangan Akhir Sampah


(35)

9

tidak semua sampah bisa terangkut habis. Kelemahan ini juga ditambah dengan lemahnya penerapan peraturan daerah serta disiplin masyarakat yang kurang menunjang. Selain itu, sistem pengelolaan sampah ini menimbulkan persoalan yaitu:

a. Persepsi dan perilaku masyarakat yang masih salah tentang sampah. Persepsi tersebut antara lain: sampah adalah urusan pemerintah melalui Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya atau PD Kebersihan; sampah dapat dibuang dimana saja, baik di jalan, di pasar, di sungai dan sebagainya; serta masyarakat tidak mengetahui bahaya sampah plastik dan lain-lain (Pusat Kajian dan Diklat Aparatur, 2004).

b. Banyaknya pembuangan sampah di luar TPS menunjukkan indikasi bahwa jumlah TPS yang tersedia di suatu wilayah kurang mencukupi (Amin, 2000). c. Pengangkutan sampah umumnya dilakukan dengan menggunakan gerobak

atau truk pengangkut sampah yang dikelola oleh kelompok masyarakat maupun dinas kebersihan. Masalah yang terjadi pada saat pengangkutan sampah adalah sampah dan cairan sampah berceceran sepanjang rute pengangkutan, atau terhalangnya arus transportasi akibat truk pengangkut sampah yang digunakan oleh dinas kebersihan kota mengangkut sampah (Pusat Kajian dan Diklat Aparatur, 2004).

d. Penanganan TPA yang tidak bijak menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan karena bau yang ditimbulkan dari sampah yang terdekomposisi, bau tersebut kemudian akan mengundang lalat yang dapat menyebabkan berbagai penyakit menular. Selain hal tersebut tanah maupun air tanah dan air bawah tanah terkontaminasi oleh cairan lindi karena TPA tidak dilengkapi dengan kolam pengolah lindi. Hal tersebut menyebabkan kesulitan bagi pengelolaan sampah untuk menyediakan lahan yang akan digunakan sebagai TPA karena umumnya penduduk setempat akan menolak bila sekitar daerahnya akan digunakan sebagai TPA (Arianto dan Darwin, 2002).

Hal ini menunjukkan bahwa sistem pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah tidak mendidik masyarakat untuk menjaga kebersihan agar


(36)

10

berperilaku santun terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlunya sistem baru yang menggunakan potensi kelembagaan RT dipicu untuk aktif berperan dan juga sekaligus mengawasi yaitu dengan pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian oleh Kusumastuti Rezeki (2003) di TPS Rawa Kerbau Jakarta Pusat bahwa proses yang dirancang dalam usaha kegiatan pengolahan sampah terpadu skala kawasan ini berupa pemilahan dan pembuatan kompos. Sampah lainnya yang bernilai komersial langsung dijual ke bandar. Peralatan dan mesin yang digunakan dalam kegiatan berupa belt conveyor untuk membantu mempermudah pemilahan sampah dan alat pendukung lainnya: sapu lidi, cangkul, sekop, sarung tangan dan sepatu boot. Proses yang sederhana dan penggunaan mesin yang seminimal mungkin akan lebih memudahkan pemeliharaannya dan masih memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Manfaat langsung pengolahan sampah terpadu skala kawasan terdiri atas penghasilan dari penjualan pupuk kompos dan pemanfaatan daur ulang sampah komersial sebesar Rp. 203.228.400,00/tahun. Manfaat tak langsung (lingkungan) adalah nilai kualitas lingkungan yang dihasilkan dengan adanya usaha tersebut sebesar Rp. 53.160.000,00/tahun. Biaya yang diperlukan terdiri atas biaya investasi, biaya operasional dan perawatan sebesar Rp. 223.581.000,00/tahun dan biaya perlindungan lingkungan sebesar Rp. 2.500.000,00/tahun. Usaha kegiatan yang akan dilakukan bersifat padat karya sehingga perkiraan penggunaan alat dan biaya semaksimal mungkin mendekati harga yang dapat dijangkau oleh komunitas lokal. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Murdeani (2005) di Kelurahan Sukapura dan Kelurahan Sukagalih di Kota Bandung berkesimpulan bahwa:

a. Perilaku memilah/tidak memilah sampah tidak berhubungan dengan tingkat pengetahuan dan pemahaman, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi masyarakat. Tetapi perilaku memilah/tidak memilah berhubungan dengan persepsi responden mengenai tingkat kesulitan memilah sampah;

b. Kesediaan responden untuk memilah berhubungan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, persepsi responden mengenai tingkat kesulitan memilah sampah.


(37)

11

Tetapi kesediaan responden untuk memilah tidak berhubungan dengan tingkat ekonomi dan kesejahteraan responden;

c. Adanya perubahan nyata pada pengetahuan mengenai persampahan setelah diberikan treatment berupa kampanye dengan penyebaran artikel.

Berikut ini adalah perbandingan antara pengelolaan sampah berbasis masyarakat dan pengelolaan sampah dengan sistem pemerintah berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh utami (2008) dan Firnandi (2002) sebagai berikut:

Tabel 2.1 Perbandingan Pengelolaan Sampah oleh Pemerintah dan Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat

No Aspek-Aspek

Pengelolaan Sampah Pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan komposter rumah Pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan membuat kompos komunal Pengelolaan sampah oleh pemerinah

1. Efektif

Reduksi jumlah sampah

57,1% dari total jumlah sampah

70% dari jumlah sampah

10 – 15 % dari jumlah sampah di TPA

2. Efisiensi a. Teknologi&

peralat

- Biaya > 1.000.000 - Perlu banyak

komposter individu

- Biaya < 10 juta - Perlu 1

instalasi pengomposan komunal

- Biaya > 1 milyar - Perlu banyak

angkutan sampah b. Waktu

pengembangan

Lama > 10 tahun Relative singkat (3-12 bulan)

Perhari c. Pelaksanaan

sistem pengelolaan

Pasang surut (tidak konsisten

Konsisten Konsisten

3. Ekologis - Pencemaran

akibat pengelolaan sampah dapat dihindari - Adanya keterpaduan antara recycling, reuse dan replant

Pencemaran akibat pengelolaan sampah dapat dihindari Pencemaran akibat pengelolaan sampah

4. Ekonomis

a. Pembiayaan Tercukupi oleh

retribusi sampah Tercukupi oleh retribusi sampah Tidak tercukupi oleh retribusi sampah


(38)

12

5. Sosial Budaya

a. Partisipasi pelaku Partisipasi kolaboratif antar pelaku sesuai kapasitanya dalam setiap proses pengelolaan sampah Tidak dibangun partisipasi pelaku lainnya sesuai kapasitasnya Tidak menumbuhkan partisipasi

b. Peran pemimpin lokal

Pendampingan oleh inisiator, block leaders dan pemimpin lokal yang kuat

Pendampingan yang kuat dari inisiator Pelaksana pengangkutan sampah c. Pemanfaatan hasil pengelolaan sampah Dinikmati oleh seluruh pelaku terkait Hanya dinikmati tukang sampah dan pengelola kelompok pengelola sampah Hanya dinikmati masyarakat yang dapat dilalui oleh angkutan sampah

6. Kelembagaan Peranan dan

kemitraan kelembagaan optimal mendukung program pengelolaan sampah Peranan lembaga tidak optimal Peranan lembaga tidak optimal

7. Kebijakan - Ada dukungan

pemerintah daerah - Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah belum diatur dalam perda

- Tidak adanya dukungan dari pemerintah pasca konflik dengan dinas cipta karya - Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah belum diatur dalam perda Pengelolaan sampah dengan sistem pengumpulan/pe wadahan,pemin dahan/pengangk utan,pemusnaha n/penggurugan

Sumber: Utami (2008) dan Firnandi (2002) diolah

Sedangkan berdasarkan laporan evaluasi program ADIPURA tahun 2007 dalam Tonny (2007) secara umum masyarakat di seluruh kategori kota (Metrpolitan, Besar, Sedang dan Kecil) memandang ADIPURA sebagai program yang kental dengan kepentingan pemerintah dan tidak mempertimbangkan bagaimana agar masyarakat lebih berpartisipasi terhadap upaya peningkatan kebersihan dan


(39)

13

keteduhan kota. Padahal, tanpa adanya partisipasi masyarakat, apapun kebijakan yang diputuskan pemerintah tidak akan dapat diimplementasikan dengan baik. Seharusnya, masalah peningkatan kebersihan dan keteduhan kota bukan untuk kepentingan memperoleh Anugerah ADIPURA, tetapi justru untuk kepentingan masyarakat. Sehingga, yang paling penting adalah bagaimana membudayakan gerakan kebersihan itu sendiri. Bagaimana pemerintah kota bisa menerjemahkan Program ADIPURA hingga ke keseharian masyarakat akar rumput. pelaksanaan Program ADIPURA juga lebih terkesan dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan aparatur pemerintah. upaya membangkitkan peranserta masyarakat telah didukung dengan regulasi pemerintah, seperti Perda tentang Kebersihan. Akan tetapi, regulasi tersebut kurang maksimal implementasinya karena tidak menerapkan

reward and penalty. Peranan pemerintah lokal dan pusat sebagai “motor

penggerak” yang dominan dibandingkan peran masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan. Masyarakat menilai “keberhasilan” tersebut merupakan “penilaian sesaat” untuk kepentingan pemerintah lokal dan pusat. Sampai sejauh ini masyarakat memandang bahwa peran masyarakat lebih disebabkan karena ada gerakan yang memobilisasi warga masyarakat oleh proyek pemerintah daripada kesadaran dari dalam masyarakat dan cenderung bersifat temporer.

Adapun tantangan dan hambatan pengembangan pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah :

a. Inkonsisten kelompok pengelola sampah dalam menghadapi masalah pengelolaan sampah di lingkup kerjanya.

b. Perlunya tenaga teknis atau pendamping untuk membuat pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang sangat tergantung dengan karakteristik masyarakat.

c. Tergantung kepada kesadaran masyarakat untuk melakukan pemilahan sampah pada tingkat rumah tangga yang akhirnya menjadi kebiasaan masyarakat.


(40)

14

d. Perlu waktu yang lama untuk membangun pengelolaan sampah berbasis masyarakat karena menyangkut perubahan perilaku masyarakat untuk memilah sampah.

2.2 Penanganan Sampah Berbasis Masyarakat

Faktor manusia sebagai aktor yang dominan memegang kunci utama dalam pengelolaan sampah. Perilaku dan sistem nilai pada masyarakat merupakan faktor kunci dalam pengelolaan sampah. Kemauan masyarakat untuk berpartisipasi mulai dari pewadahan sampai pengolahan (daur ulang dan pengkomposan) secara nyata berpengaruh pada keberhasilan sistem pengelolaan sampah. Oleh karena itu pengelolaan sampah bisa dilakukan oleh masing-masing penghasil timbunan sampah dengan memilah sampah dari tingkat rumah tangga untuk kemudian dikelola secara kolektif dalam satu kesatuan komunitas berdasarkan wilayah tempat bermukim. Hal ini sejalan dengan kebijakan dan strategi nasional pembangunan bidang persampahan dan penanganan sampah sedekat mungkin dengan sumbernya maka diperlukan pemberdayaan masyarakat sekitar untuk diajak berperan aktif dalam usaha daur ulang (BPPT dalam Utami, 2008). Oleh karena itu menurut penulis pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah pengelolaan sampah yang dilakukan oleh individu atau komunitas atau kelompok di dalam masyarakat dengan partisipasi aktif dari masyarakat untuk ikut serta mendukung pelaksanaan pengelolaan sampah tersebut. Berikut ini adalah sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat:

Box 1 Studi Kasus Pengelolaan Kompos di Kebun Karinda, Lebak Bulus, Jakarta Selatan

Kebun Karinda mengembangkan teknologi pengomposan dengan sistem aerobik termofilik. Untuk sampah rumah tangga digunakan Takakura Home Method. Kegiatan di Kebun Karinda antara lain: pelatihan dan penyuluhan pengelolaan sampah organik dan pembibitan, kegiatan rutin pengomposan sampah rumah tangga dan halaman, dan pembibitan tanaman hias, tanaman obat, tanaman pelindung dan sayuran organik. Kegiatan-kegiatan tersebut ditujukan untuk peserta dari RT/RW, kelurahan, organisasi, perkumpulan, pemerintahan, lembaga pendidikan (TK, SD, SMP, SMU, PT), kelompok pengajian, pesantren, jemaat gereja. Pelatihan diberikan dalam dua cara: yaitu melalui pemutaran Video CD dalam bahasa yang mudah di mengerti,


(41)

15

dan memberikan kesempatan kepada peserta untuk terlibat dalam kegiatan

pengomposan. Metode ini secara efektif memungkinkan peserta untuk memahami teknik pengomposan. Bagi murid-murid TK dan SD, lebih ditekankan pada kegiatan memilah, mencacah, memasukkan wadah pengomposan, panen pupuk kompos dan terakhir mencampur media tanam dan menanam tanaman dalam pot. Anak-anak ini ternyata dapat menjadi motivator bagi orangtuanya, yang kemudian mendaftar untuk ikut penyuluhan. Teknik pengomposan yang dipakai cukup sederhana dan mudah dilakukan oleh siapapun, dengan memakai bahan murah yang tersedia di lingkungan sekitar, jadi cocok untuk kondisi daerah.

Sumber: Suryohadikusumo,2006.

Analisis:

Untuk menumbuhkan kesadaran pengelolaan sampah dapat dilakukan pada RT/RW, kelurahan, organisasi, perkumpulan, pemerintahan, lembaga pendidikan, kelompok pengajian, pesantren, dan jemaat gereja. Cara yang dapat dilakukan dalam menumbuhkan kesadaran pengelolaan sampah dengan memutar film tentang pengelolaan sampah dan pelatihan langsung pengelolaan sampah.

Boks 2 Studi Kasus Pengelolaan Sampah Terpadu di Surabaya (Menggunakan Takakura Home Method)

KITA (Kitakyushu International Techno-Cooperative Association) memberikan bantuan teknis kepada LSM untuk menumbuh-kembangkan teknologi pengomposan bernama “Takakura Home Method (THM)” di Indonesia sejak 2004. Pengolahan yang dilakukan adalah pengelolaan limbah rumah tangga yang dimulai pada tahun 2000, LSM mengorganisir masyarakat Kampung Rungkut Lor untuk memilah sampah organik dan anorganik sebelum meletakkan di luar rumah untuk dikumpulkan. Selain itu program pertanian perkotaan yaitu LSM dan masyarakat Rungkut Lor membudidayakan sayuran dan tanaman obat di halaman rumah dengan memakai kompos yang dihasilkan. Kegiatan ini telah memberi penghasilan bagi masyarakat karena mereka dapat membuat jamu dan minuman untuk dijual ke pasar. Selain itu, program pertanian ini juga telah memberikan bukan hanya manfaat ekonomi tapi juga meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan menciptakan lingkungan yang semakin hijau di Kampung Rungkut Lor. Disamping itu, sanitasi ekologi yaitu program sanitasi ekologi bertujuan untuk mengelola septik tank rumah-tangga secara benar. Sistem dasar sanitasi ekologi adalah mengubah limbah manusia menjadi pupuk organik. Sanitasi ekologi bermanfaat bagi masyarakat karena dapat mengurangi volume septik tank rumah-tangga dan meningkatkan kualitas air tanah. Selain itu, riset terkait dengan sanitasi ekologi telah dirancang untuk menemukan metode yang tepat untuk menerapkan sanitasi ekologi yang efektif di masyarakat.

Sumber:Suryanto, 2000

Analisis:

Pengkomposan diawali dengan pemilahan sampah pada tingkat rumah tangga dan hasil pupuk tersebut diintegrasikan pada bidang pertanian sehingga bermanfaat bagi masyarakat secara langsung penggunaan pupuk kompos.


(42)

16

2.3 Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah

Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah menurut Damanhuri dan Padmi (2005) adalah dengan melakukan perubahan bentuk perilaku yang didasarkan pada kebutuhan atas kondisi lingkungan yang bersih yang pada akhirnya dapat menumbuhkan dan mengembangkan peran serta dalam bidang kebersihan. Perubahan bentuk perilaku masyarakat dapat terwujud apabila ada usaha membangkitkan masyarakat dengan mengubah kebiasaan, sikap dan perilaku terhadap kebersihan/sampah tidak lagi didasarkan kepada keharusan atau kewajibannya, tetapi lebih didasarkan kepada nilai kebutuhan. Untuk mengubah kebiasaan tersebut, maka diperlukan sosialisasi terhadap peran serta masyarakat yang dilakukan secara menyeluruh, yaitu kalangan pemerintah, swasta, perguruan tinggi dan masyarakat. Hal ini merupakan kolaborasi seluruh stakeholder untuk berperanserta dalam mengelola sampah. Keberhasilan pengelolaan sampah sangat tergantung kepada kesadaran dan kemauan untuk ikut berperanserta dari

stakeholder.

Senada dengan pikiran diatas, Freire dalam Mudiyono,et al (2005) menilai bahwa pemberdayaan sebagai metode yang mengubah persepsi sehingga memungkinkan individu beradaptasi dengan lingkungannya, dan oleh karena itu perlu intervensi dan stimulus dari luar. Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan

(empowerment), berasal dari kata “power” (kekuasaan atau keberdayaan). Karena

itu, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Tujuan pemberdayaan untuk menambah kekuasaan yang kurang beruntung. Pernyataan terdiri dari dua konsep yang berbeda ‘kekuasaan’ dan ‘kurang beruntung’ (Ife, 2003) yaitu:

a. Kekuasaan terhadap definisi kebutuhan

Salah satu ciri masyarakat modern adalah kediktatoran terhadap kebutuhan. Dalam kasus ini dapat dilihat bahwa orang diberi kekuasaan untuk mendefinisikan kebutuhan mereka karena mereka juga memerlukan pengetahuan dan keahlian yang relevan, proses pemberdayaan ini memerlukan pendidikan dan penerimaan informasi.


(43)

17

b. Kelompok yang kurang beruntung lainnya

Yang termasuk kelompok yang kurang beruntung yaitu lanjut usia, masyarakat terasing, mereka yang tinggal di daerah terpencil, gay dan lesbian.

2.4 Pengolahan Sampah

Pengolahan sampah didefinisikan sebagai kontrol terhadap timbunan sampah, pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, proses dan pembuangan akhir sampah yang mana semua hal tersebut dikaitkan dengan prinsip-prinsip terbaik untuk kesehatan, ekonomi, keteknikan dan engineering, konservasi, estetika, lingkungan dan juga sikap masyarakat. Sistem pengelolaan sampah pada dasarnya dilihat sebagai komponen-komponen subsistem yang saling mendukung satu sama lain dan saling berinteraksi untuk mencapai tujuan yaitu kota yang bersih, sehat dan teratur. Komponen-komponen tersebut dalam Damanhuri dan Padmi (2005) yaitu :

a. Organisasi dan Manajemen

Aspek organisasi dan manajemen merupakan suatu kegiatan yang multi disiplin yang bertumpu pada prinsip teknik dan manajemen yang menyangkut aspek ekonomi, sosial dan budaya dan kondisi fisik wilayah kota serta memperhatikan pihak yang dilayani, yaitu masyarakat kota. Perancangan dan pemilihan bentuk organisasi disesuaikan dengan: a) Peraturan pemerintah yang membinanya; b) Pada sistem operasional yang diterapkan; c) Kapasitas kerja sistem; d) Lingkup pekerjaan dan tugas yang harus di tangani.

b. Teknik operasional

Penanganan sampah yang dianjurkan saat ini adalah tidak mengganggu sampah hingga terbentuk, tetapi berupaya agar: a) Limbah yang dihasilkan mudah ditangani, misalnya dipisahkan sesuai jenisnya; b) Limbah yang dihasilkan lebih sedikit, misalnya dengan daur ulang; c) Sifat limbah menjadi tidak berbahaya. Pendekatan tersebut dikenal sebagai pendekatan berhubungan dengan urutan prioritas penanganan limbahnya sebagai berikut:


(44)

18

a) Menghilangkan atau mengurangi timbunan sampah di sumber misalnya melalui penghematan penggunaan bahan dan sebagainya.

b) Mendaur ulang sampah, terutama pada sumber sampah itu sendiri.

c) Menggunakan teknologi pengelolaan limbah yang aman ke lingkungan, misalnya pada sebuah landfill yang dirancang, dibangun, dioperasikan dan dimonitor secara baik.

Untuk mencapai tujuan diatas maka perlu adanya teknik operasional sampah secara terpadu. Secara umum teknik operasional pengelolaan sampah mengenal beberapa komponen yang diterapkan oleh pemerintah yang terdiri dari:

1) Pewadahan

Pewadahan adalah penampungan sementara sampah yang dihasilkan di sumber tiap saat. Syarat wadah sampah yang baik adalah: (a) Tidak mudah rusak dan kedap air kecuali kantong plastik; (b) Ekonomis; (c) Mudah diperbaiki; (d) Mudah diperoleh atau dibuat oleh masyarakat; (e) Mudah dan cepat dikosongkan; (f) Kuat dan tahan terhadap korosi; (g) Tidak mengeluarkan bau dan tidak dapat dimasuki serangga/binatang; (h) Kapasitasnya sesuai dengan sampah yang dihasilkan. Penentuan ukuran volume sampah yang digunakan adalah jumlah penghuni tiap rumah, tingkat hidup masyarakat, frekuensi pengambilan atau pengumpulan sampah, cara pengambilan sampah (manual/mekanik), sistem pelayanan (individual/manual). Dalam peletakkan atau penempatan wadah sebaiknya mudah dijangkau oleh petugas sehingga waktu pengambilan dapat lebih cepat dan singkat, aman dari gangguan binatang ataupun dari pemungut barang bekas sehingga sampah tidak dalam keadaan berserakan, sesuai ukuran yang tersedia.

2) Pengumpulan

Pengumpulan merupakan kegiatan awal dari proses pengelolaan sampah disamping kegiatan pewadahan. Tujuan dari pengumpulan ini adalah untuk keseimbangan pembebanan tugas, optimalisasi penggunaan peralatan, waktu dan petugas serta minimasi jarak operasi. Perencanaan


(1)

kepada istri saya. Kemudian istri saya membersihkan hasil sampah tersebut dan diantarkan kepada tukang jahit yang berada di komplek rumah. Setiap ibu-ibu menggunting sampah plastik dengan rapi sehingga bungkusan tersebut dapat dibuat kerajinan sampah. Berikut ini adalah contoh yang saya bawa dari rumah hasil kerajinan berupa topi, jas, dan map. Ini dilakukan secara gotong royong sesama ibu PKK. Pengolahan sampah dari plastic dilakukan di rumah saya. Ibu yang mencuci plastic dari ibu-ibu lainnya. Yang nantinya udah bersih diberikan kepada tukang jahit.

Pak Ab

Penulis melakukan survey lapangan dan disamping rumah ibu tersebut adanya tong sampah yang menampung sampah organic atau sampah sayuran yang dibuang karena diteras rumah ibu tersebut membuka warung makanan. Kebiasaan saya membuang sampah di tempat sampah yang bungkus dengan kantong plastik. Sampah tersebut akan dibakar dibelakang rumah. Disetiap rumah disediakan tempat sampah. Kalo kardus dan ember pecah dikasih pemulung. Permasalahan yang dihadapi oleh KSM adalah a. Hanya beberapa orang yang mau kerja. b. Kerjaan udah selesai, upah kerja belum diberikan; c. Proses pencairan dana yang melalui proses panjang dari PU, Konsultan. Karena adanya kerja rangkap KSM yang membuat pencairan dana tertunda jika anggota KSM keluar kota maka harus menunggu pencairan dana tersebut. Pembentukan KSM bukan atas rembuk masyarakat tetapi atas penunjukkan RT/RW yang merupakan keluarga sendiri. Seharusnya masyarakat diajak musyawarah. Saya dan suami kerja di Rumah Sakit Sudarso sebagai perawat dan bapak sebagai mantri. Jika masyarakat diberi tong sampah pasti masyarakat akan membuang sampah tersebut dan pemulung yang akan mengangkut sampah tersebut. Sampah yang ada menyangkut semua jenis sampah seperti tikus dan lain-lain. Sampah tersebut dari pasar flamboyant Selain itu adanya budaya masyarakat yang mencari praktis membuang sampah langsung ke sungai. Dulu pada zaman belanda setiap rumah dicat putih jika diganti dengan cat merah akan dikenakan denda. Hal ini

menunjukkan bahwa adanya keindahan yang ditanamkan kepada

masyarakat. Ini adalah nilai positif didikan Belanda yang peduli terhadap keindahan. Saya terdiri dari 7 anak yang semua sudah menikah yaitu 1. Eko yang tinggal disini dan kerja swasta; 2. Dwi Pengestuti yang kerja di Dinas Kesehatan; 3. Tri Nugrahaini kerja di diklat provinsi; 4. Catur Rahman yang kerja di pajak; 5. Dr. Zulkarnaen yang kerja dosen untan; 6. guru SMA/SMP yang kerja di Sekadau; 7. Wakil kepala pajak yang kerja di Sekadau. Pekerjaan tersebut dari hasil usaha sendiri mencari


(2)

sampah disekitar rumah yang menepi karena menepi dari tepi sungai. Jika sampah kering maka langsung dibakar. Jika sampah tersebut basah maka akan dikeringkan ditepi rumah yang ada dipinggiran kayu yang kemudian sorenya dibakar. Saya sudah tua umur 70an tahun yang sudah tidak mampu duduk lama sehingga untuk ikut acara kegiatan pengajian tidak mampu lagi. Untuk olah raga kerjaan sehari-hari memungut sampah yang berserakan disekitar rumah. Posyandu diadakan oleh Ibu RT sebulan sekali. Masyarakat biasa membuang sampah lewat jendela sehingga kalo berjalan hati-hati dilempari sampah dari jendela orang. Biasa juga

sampah dibuang di samping rumah. Saya sudah hidup 40 tahun disini dan pembangunan jalan gang Kamboja adalah atas perjuangan bapak agar adanya pembebasan tanah dan pengaspalan dari dana pemerintah. Ada 2 yang diperlukan oleh masyarakat yaitu wawasan dan emosional untuk mengelola sampah. Sehingga masyarakat mau turun tangan dan menjadi pekerja. Adanya kran air bersih dari PDAM yang disediakan terjadinya konflik antar masyarakat atas pemilikan tanah untuk pembangunan air bersih tersebut dari PDAM. Pembayaran bulanan atas air tersebut dilakukan oleh bapak pada bulan desember sebsar 14.800,- Cara untuk mendidik anak-anak dalam keluarga membuang sampah dirumah dengan menegur langsung agar membuang sampah pada tempatnya. Saya tidak pernah mendengar kalo NUSSP ini menyediakan tujuh komponen persampahan, jalan, drainase, air bersih. Pemerintah tidak memberikan informasi itu. Ibu RT yang suka mengumpulkan orang sebelum pengajian seperti orang lagi demo panci. Pembangunan jalan ini tidak ada rembuk tiba-tiba ada proyek yang keluar langsung.

Pak Sup

NUSSP dibiayai oleh APBD dan Bank Development Asia yang

menyangkut sampah, jalan dan gorong-gorong. Dibentuk berdasarkan perwakilan setiap RW. Setiap RW diutus 3 orang untuk membentuk BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat). Keanggotaan BKM terdiri dari 9, 11, 13 orang yang keanggotaan terdiri dari: a. Unit Pengelolaan Lingkungan; b. Unit Pengelola Keuangan; c. Unit Pengelola Sosial. Pembentukan ini dilakukan di notaris. Syarat yang harus dilakukan untuk membentuk BKM adalah jujur, iklas, peduli. Adanya pelatihan yang dilakkukan di PU selama 2 minggu mengenai perhitungan pengadaan bangunan jalan. Sebelumnya ada fasilitator kelurahan melakukan survey

kelurahan/lingkungan untuk daerah kumuh dan miskin. Adanya UPL yang melakukan survey untuk melakukan perbaikan jalan. Jika ada perbaikan jalan yang harus dilakukan masyarakat di RT tersebut harus melakukan pemborongan sendiri. Tidak boleh BKM melakukan pemborongan kepada pihak ke tiga. Kecuali masyarakat setempat tidak mampu untuk

mengadakan pembangunan tersebut. Masyarakat yang akan melakukan perbaikan jalam harus membentuk KSM (Kelompok Swadaya


(3)

Masyarakat). KSM tersebut yang melakukan pengerjaan program. Ada peringkat untuk mendapatkan dana. Perangkingan dana tersebut dilihat dari kesediaan keswadayaan masyarakat untuk melengkapi dana

pembangunan. Upah untuk pengadaan jalan tersebut tersebut 70%, salah satu keswadayaannya adalah siap tidak menerima upah. KSM yang menentukan bisa cair atau gak. Jangka waktu pengadaan NUSSP jangka waktu 3 tahun. Unit Pengelola Sosial yaitu dana untuk membuka usaha, kendala yang dihadapi banyak orang yang mendapatkan dana tersebut akan digunakan untuk menutupi utang, gali lubang tutup lubang. Penyebab keadaan sampah yang mendorong orang membuang sampah adalah Pemkot tidak menyediakan TPS dan tidak ada pengangkutan sampah. Penutupan TPS banyak ditup-tutup karena ada warga

masyarakat yang di TPS membuat bau tidak sedap sehingga masyarakat komplain. Sebagai contoh TPS jalan Barito dari fasum. Tapi ditutup karena Bank Republik Indonesia dan PKL yang menutupi jalan fasum. Bau sedap tersebut karena keterlambatan pengangkutan. Penutupan ini dilakukan sejak 3 tahun terakhir. Kelemahan dari kebijakan Pemerintahan Kota untuk menegakkan hukum. Tradisi masyarakat yang gak mau kerja gotong royong (masyarakat melayu yang tidak peduli dengan kebersihan). Adanya semboyan walikota yang mengatakan “Biarlah kumuh daripada rusuh”. Perlunya penegakkan hukum, karena lemahnya penegakkan hukum sehingga masyarakat tidak jera. Pemungutan sampah dianggap hina oleh masyarakat. Penanganan sampah harus dilakukan oleh Pemkot karena telah membayar retribusi sampah sebesar 2500 setiap pembayaran PDAM. Keinginan saya adanya pembangunan jalan di tepi sungai untuk mengurangi kemacetan dijalan raya. Selain itu mengurangi abrasi bisa menjadi tempat wisata. Adanya kebijakan dari pemerintah untuk memberi izin kepada pengusaha yang membuka hotel menghadap sungai.

Masyarakat yang berada di sungai adalah masyarakat yang terlupakan oleh masyarakat. Perbedaan masyarakat Jawa dan Melayu adalah orang jawa mau makan cukup dengan tempe. Jika orang melayu kalo makan harus dengan ikan dan lain-lain. Ada yang sistem pemilu yang

menggunakan uang sehingga masyarakat terbiasa untuk bertanya adakah uang untuk pelaksanaan tersebut. Unit Pengelola Lingkungan (UPL) adalah unit yang bertugas untuk mengawasi kerjaan KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat). Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dana PPK (Program Pengembangan Kecamatan). Selama ini saya sebagai pemegang bendahara tidak ada kegiatan LPM. Perlunya kebijakan pemerintah, sirkulasi tiap bangunan yang sudah kusam harus di cat. Dengan adanya pengecatan maka penyerapan tenaga kerja sebagai tukang cat. Adanya pemasaran cat dan pabrik tidak tutup. Pada saat pengiriman cat menggunakan kapal sehingga akan ada tukang pikul. Sehingga adanya sirkulasi ekonomi. Adanya prinsip negara harus rugi untuk membiayai negara. Program pembangunan sudah selesai maka KSM dapat dibubarkan. Pembentukan KSM sesuai dengan kebutuhan. Pengawasan dilakukan oleh masyarakat. Jika ada masalah perlunya


(4)

mengadu oleh BKM. BOP biayanya 2,5 % saja. Bisa juga keramba penahan sampah.

Ketua RT

Adanya GMK generasi Muda Kamboja dengan ketua Pak Yunus. Yang aktif pada saat lebaran. Menurut saya untuk penanganan sampah ini adalah dengan adanya penampungan, pengangkutan, warga yang menampung. Setiap orang yang membuang sampah disungai di kenakan sangsi, pengawasan ini dilakukan oleh pemda. Adanya kebiasaan ingin capat untuk membuang sampah. Perda tidak ada tindak lanjut jika ada yang ketahuan adanya denda atas pembuangan samoah tersebut dan adanya sampah yang silih berganti sampah tersebut keluar. Kami tidak mengetahui adanya perlombaan green and clean. Saya harap jika ada perlombaan tersebut diberitahukan kepada kami persyaratan untuk memenangkan perlombaan tersebut mungkin masyarakat disini akan termotivasi untuk melakukan pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Jika jalan rusak maka yang perbaiki adalah penduduk yang berada di dekat rumah tersebut. Adanya proyek jalan digang-gang dari NUUSP yang dikelola oleh PU yang berbasis swakelola dari masyarakat dan bantuan dari pemda. Adanya yang memegang proyek dari Pak Apandi atau abah. Tidak pernah terjadinya banjir paling lama dalam 2 jam air akan keruh lagi. Karena air akan mengalir ke laut. Adanya keran umum yang digunakan masyarakat untuk mencuci dan masak dari PDAM. Kalo untuk minum menggunakan air hujan yang ditampung. Kalo air hujan gak ada minum menggunakan air PDAM. Sejarah berdirinya Kampung Kamboja adalah sebagai berikut: 200 tahun yang lalu kapal layer dari kamboja ingin mencari kehidupan berlayar dan singgah ke kampong Kamboja pada kedatangannya yang kedua membawa perlatan pertanian dan mendirikan rumah di tepi sungai sehingga terbentuknya lah kampong kamboja ini. Masalah yang sering terejadi hanya perkelahian atara tetangga yang diselesaikan secara kekelluargaan dan jika terjadi perkelahian akan dipanggil polisi. Listrik yang ada dipinggiran sungai rata-rata adalah dari rumah tangga. Ketentuan di umah ini adalah jangan mengendarai motor di gertak. Sampah dulu dibuang tidak menjadi

masalah karena sampah dulu terbuatdari daun yang mudah terurai. Tetapi sekarang menjadi masalah karena sampah banyak dari plastik.

Pemerintah menegakkan perda tentag larangan buang sampah yang di sungai secara konsekuensi. Yang diawasi terus menerus. Sampah dating dan pergi sesuai dengan waktu pasang surut. Masyarakat akan kerja hanya untuk keperluannya diri sendiri. Kegiatan gotong royong yang biasa dilakukan disini adalah sumbangan bersama untuk merayakan hari besar. Masyarakat sudah terbiasa memberikan sumbangan untuk kegiatan Kampung Kamboja seperti pesta meriam pada saat Idul Fitri,


(5)

penarikkan uang keikursertaan masyarakat untuk memeriahkan acara tersebut dapat dilakukan dengan melakukan pemungutan sumbangan dari warga sebesar Rp.10.000,-. Adanya partisipasi masyarakat untuk mengumpulkan uang tersebut dapat dilakukan untuk kegiatan

pengadaan kelompok penanganan sampah berbasis masyarakat untuk membeli alat pencacah yang sederhana.

Pak Bm

Olah raga yang diadakan oleh GMKK adalah sepak bola futsal dan sepakbola lapangan besar. Selain itu ikut panjat tebing yang mengikuti perlombaan-perlombaan. Setiap mengikuti pertandingan di bentuk kelompok-kelompok yang sesuai dengan keahlian pemuda. Kegiatan GMKK ini adalah hasil swadaya masyarakat untuk melakukan kegiatan Maulid untuk mendengarkan ceramah dan memberikan nasi kotak, pada saat Idul Fitri diadakan meriam karbit di tepi sungai, pada saat 17 Agustus mengadakan panjat tebing dan permainan. Diadakan juga kerja bakti membersihkan kuburan dan memberihkan selokan karena sampah. Kegiatan swadaya masyarakat yang dilakukan dengan mendatangi dari rumah ke rumah baik yang di darat maupun yang berada di sungai. Saya juga adalah anggota BKM yang hanya sekali menghadiri rapat 1 kali untuk kegiatan selanjutnya saya tidak tau bagaimana kegiatan itu berlangsung. Pada saat rapat membicarakan tentang penerangan jalan yang tidak ada di kampong ini. Ada anggota BKM yang menyarankan meminjam tiang dari sekolah dasar yang dipanjangkan talinya di dari sana kejalan-jalan. Lebih baik menggunakan tiang sendiri yang disambungkan dari depan jalan raya. Sehingga lebih tahan. Banyak sesama anggota BKM yang buaya padahal uang tersebut adalah proyek. Susah dibicarakan sama anggota BKM tersebut.

Ibu Fa, Warga Kampung Kamboja

Saya biasa memunguti sampah yang berada dibawah rumah pada saat air surut dan menjemurnya lebih dahulu dan pada saat sore di bakar dibelakang rumah. Pada saat membakar sampah saya menaburkan belerang agar sampah tersebut tidak menimbulkan penyakit. Sampah yang dibawah kolong menyebabkan banyak nyamuk. Saya juga menimbun sampah sayur-sayuran di sekitar tanaman dan hasilnya tanaman menjadi subur. Hal ini telah saya lakukan sejak dulu. Banyak artikel yang saya baca dari Kompas yang saya simpan dan radio


(6)

masalah sampah. Saya bersedia melakukan melakukan pengelolaan sampah di belakang rumah yang saya gunakan untuk tanaman saya. Ada rumah gubuk yang dapat digunakan. Hal ini dapat saya lakukan tapi harus dibantu oleh ibu yang lain karena saya kurang banyak memiliki waktu karena mengurus suami yang sedang sakit. Dibelakang rumah saya dapat digunakan untuk pengkomposan.

Ibu As

Saya pensiunan kesehatan dari rumah sakit sudarso. Saya mengetahui sampah dapat menjadi pupuk sehingga saya setiap hari pagi-pagi memunguti sampah yang ada disekitar rumah, menjemur sampah tersebut dan membakarnya pada saat siang hari. Karena anak saya berjualan didepan rumah, sampah sayur-sayuran dibuang ke pot bunga dan dibiarkan. Nantinya sampah tersebut akan menjadi pupuk.Saya dengan ibu Fa yang mengubah sampah organik menjadi pupuk kompos.

Ibu RT

Ibu-ibu disini banyak yang tidak bekerja dan dapat melakukan pekerjaan pengolahan smapah tersebut. Tetapi jika tidak ada yang mau beli barang tersebut karena kita berada di tengah kota yang mempunyai barang lebih bagus dari barang buatan sampah. Hal ini sulit dilakukan. Kami melakukan pengolahan sampah dengan harapan akan menambah penghasilan dari para ibu yang tidak bekerja. Pembentukan kelompok sampah ada ibu-ibu yang bersedia melakukan hal tersebut. Tetapi denngan harapan pupuk tersebut dapat dijual.