sebanyak 24 sehingga setahun sekali satu kelurahan mendapatkan penyuluhan dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan.
3. Adanya ego sektoral dalam pengelolaan sampah yang dilakukan oleh instansi terkait. Instansi terkait tidak melibatkan Dinas Kebersihan dan Pertamanan
dalam melakukan pengelolaan sampah. Hal ini menyebabkan penanganan sampah masih bersifat parsial. Pengelolaan sampah memerlukan pelibatan
seluruh instansi terkait yang saling berhubungan satu sama lain yang membutuhkan integrasi sehingga tercapai lingkungan yang bersih.
4. Kurangnya tenaga teknis yang ikut dalam pelatihan untuk mengorganisasikan masyarakat dalam pengelolaan sampah. Hal ini yang menyebabkan kegiatan
yang dilakukan Dinas Kebersihan dan Pertamanan masih mengandalkan teknologi. Masyarakat belum digerakkan dalam pengelolaan sampah.
5. Bantuan pengelolaan sampah akan diberikan kepada pemerintah jika masyarakat sudah melaksanakan pengelolaan sampah secara swadaya terlebih
dahulu. 6. Belum diterapkannya paradigma pengembangan masyarakat dalam mengelola
sampah dengan memberdayakan masyarakat yang belum mampu melakukan pengelolaan sampah.
7. Kurang disiplin pegawai melaksanakan tugas pelayanan sampah untuk menempati jadwal pengangkutan sampah yang telah ditentukan.
Hal ini dapat dikatakan bahwa pemerintah belum mampu mengelola sampah seluruh Kota Pontianak.
5.2 Rencana Strategi Pengelolaan Sampah Tahun 2005 - 2009
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pontianak akhir-akhir ini menjadi sorotan oleh masyarakat kota dalam pelayanan publik terutama tentang pelayanan
kebersihan yang masih dianggap kurang memuaskan. Masyarakat mulai mempertanyakan akan nilai yang diperolah atas pelayanan yang dilakukan baik
kualitas maupun kuantitas. Dalam era otonomi daerah sekarang ini sasaran yang diperlukan adalah meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan kepada
masyarakat umum sekaligus menampung aspirasi masyarakat itu sendiri. Adapun rencana strategi tahun 2005 – 2009 Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Pontianak sebagai berikut:
TUJUAN SASARAN
INDIKATOR
KEBIJAKAN
PROGRAM
KEGIATAN
Gambar 5.1 Rencana Strategi Pengelolaan Sampah Kota Pontianak
VISI
Mewujudkan Kota Pontianak yang Bersih, Hijau, Teduh didukung Peran Serta Masyarakat
MISI
Meningkatkan pengelolaan pelayanan kebersihan dan sanitasi pada masyarakat
Meningkatkan peran serta masyarakat instansi pemerintah
dan swasta dalam pengelolaan
kebersihan lingkungan
Meningkatkan pengelolaan pemusnahan sampah insenerasi
agar kualitas lingkungan hidup terjaga
1. Operasional pengendalian
kegiatan pemusnah sampah
insenerasi
2. Operasional pemusnah sampah
dengan alat insenerator
Meningkatkan peran serta masyarakat, instansi pemerintah
dan swasta dalam pengelolaan 1. Terbentuknya kelompok
kebersihan di masyarakat 2. Tersedianya sarana
kebersihan swadaya masyarakat
3. Jumlah kemitraan masyarakat pengelolaan sampah
4. Jumlah kemitraan instansi Tercapainya desentralisasi
pembuangan sampah akhir dengan alat insenerator
Meningkatkan peran serta dan kemitraan dalam pengelolaan
persampahankebersihan 1. Jumlah SDM yang memadai
2. Luas insenerasi yang memadai 3. Jumlah sampah yang dapat
dimusnahkan
Menempatkan personil sesuai dengan bidang kegiatannya dan
penguasaan management pengelolaan insenerasi untuk
menunjang kelancaran alat pemusnah sampah
Peningkatan dan pemeliharaan
kebersihan
1. Operasional Pengendalian
TPA 2. Kerjasama
operasional swakelola dan
mitra kerja Peningkatan dan
pemeliharaan kebersihan
Peningkatan sarana dan prasarana
kebersihan
1. Pembangunan dan pengadaan
insenerator 2. Pembangunan
jalam masuk insenerator
3. Pembangunan pagar
insenerator Peningkatan
peralatan kebersihan
1. Pengadaan kendaraan
operasional 2. Pengadaan
Genset 5000wat
3. Pengadaan karung
plastik
Hal yang tersirat dalam visi Kota Pontianak bahwa pengelolaan lingkungan dilakukan dengan peranserta masyarakat. Untuk membangun peranserta
masyarakat perlunya pengembangan masyarakat yang tertuang dalam misi. Dalam rangka mencapai misi tersebut Kota Pontianak memiliki tujuan yang benar dengan
membangun jejaring, partisipasi masyarakat tetapi untuk tujuan menggunakan insenerasi kurang tepat karena penggunaan insenerator tidak mengubah perilaku
masyarakat untuk melakukan pengelolaan sampah dengan cara memilah sampah organik dan anorganik. Dengan mengubah kebiasaan masyarakat memilah sampah
akan lebih mudah mendaur ulang sampah. Dengan daur ulang sampah, akan menghasilkan nilai ekonomi. Hal ini akan membuka lapangan kerja baru dan
memberdayakan masyarakat. Kelemahan menggunakan insenerator adalah pengelolaan sampah tergantung kepada teknologi. Pada saat teknologi rusak maka
sampah akan bertumpuk. Selain itu biaya perawatan dan perbaikan mesin lebih besar daripada memberdayakan masyarakat untuk mengelola sampah.
Adanya ketidaksesuaian antara indikator yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu terbentuknya kelompok kebersihan di masyarakat dengan realisasi program.
Program yang ada masih sebatas kerjasama pihak ketiga dan operasional di TPA. Hal ini tidak mengarah kepada pembentukan kelompok sampah di masyarakat.
Kebijakan pemerintah meningkatkan peran serta dan kemitraan dalam pengelolaan persampahankebersihan dapat dilakukan dengan program kolaborasi
antara stakeholder yaitu dana Coorporate Social Responsibility CSR dan dana dari LSM yang dapat dikombinasikan dengan dana pemerintah untuk
mewujudkan visi Kota Pontianak. Sedangkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan pengembangan masyarakat seperti
pembentukan kelompok sampah. Selain itu kebijakan untuk menempatkan personil sesuai dengan kegiatannya dan penguasaan manajemen pengelolaan
insenerator untuk menunjang kelancaran alat pemusnah sampah sebaiknya dengan menempatkan personil dengan kegiatan pengorganisasian masyarakat
untuk menunjang pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Dengan menggerakkan masyarakat dalam mengelola sampah akan meringankan beban
pemerintah untuk melakukan perencanaan, pengawasan dan pengevaluasian karena masyarakat dapat melakukan hal tersebut secara mandiri.
Program yang dilakukan pemerintah kurang tepat karena belum mengedepankan tujuan Kota Pontianak yaitu pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Adanya
program peningkatan dan pemeliharaan kebersihan dengan kegiatan operasional pengendalian TPA dan kerjasama operasional swakelola dan mitra kerja, masih
menunjukkan kepada pola kerjasama dengan pihak ketiga dan tidak menggerakkan pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Sedangkan untuk
program peningkatan dan pemeliharaan kebersihan, peningkatan sarana dan prasarana kebersihan dan peningkatan peralatan kebersihan sudah benar tetapi
program tersebut sebaiknya tidak melalui kegiatan insenerasi tetapi dengan kekuatan masyarakat dalam mengelola sampah yang difasilitasi oleh program
tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa rencana strategisbelum mengarah kepada basis komunitas – pengembangan masyarakat – CSR.
5.3 Teknik Operasionalisasi Pengelolaan Sampah Pasar