Pengelolaan Sampah Di Wilayah Pemukiman Penduduk Kota Pontianak

Gambar 5.2 Operasionalisasi Pengelolaan Sampah di Pasar

5.4 Pengelolaan Sampah Di Wilayah Pemukiman Penduduk Kota Pontianak

Operasionalisasi pengangkutan sampah di pemukiman Kota Pontianak dengan sistem Angkut - Kumpul – Buang. Pelayanan angkutan dilakukan di TPS yang akan diangkut oleh mobil angkutan sampah untuk diangkut ke TPA. Berdasarkan kemampuan operasional sarana angkutan yang ada diperkirakan yang terangkut ke TPA sebanyak 1600 m 3 hari atau 534,40 tonhari, sedangkan sisanya 496,04 m 3 hari atau 165,35 tonhari oleh masyarakat ada yang dibakar, ditimbun, dibuang ke sungai, dan tempat lainnya. Volume sampah kota yang terangkut dari TPS ke TPA tahun 2006 sebanyak 1.404 m 3 hari atau 512.460 m 3 tahun. Karakteristik pola pemindahan yang diterapkan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan adalah menggunakan pola pemindahan berupa kontainer berkapasitas sembilan m 3 hari, sehingga termasuk dalam jenis transfer depo yaitu pemindahan berkapasitas Sampah Pedagang membuang pada tempat sampah Petugas mengangkut sampah di tempat sampah Pengangkutan ke kendaraan pengangkutan sampah Mengangkut sampah ke TPA 1. Buang sampah tidak pada tempatnya. 2. Wadah sampah tidak sesuai dengan volume sampah. 3. Pedagang tidak mengetahui pengelolaan sampah. 1. Tidak ada ketentuan waktu pengangkutan sampah untuk pedagang. 2. Penyapuan dilakukan pada saat aktivitas pasar berlangsung. 3. Tidak ada sangsi atas kelalaian membuang sampah. 4. Tidak ada sosialisasi partisipasi untuk serta dalam pengelolaan sampah. 1. Petugas pasar dengan mobil angkutan tidak ada ketentuan waktu pengangkutan 2. Pengangkutan sampah dilakukan pada saat masih aktivitas pasar berlangsung . 1. Sampah tidak ditutup dengan terpal. 2. Diangkut pada saat siang hari, masyarakat sedang beraktivitas menimbulkan pencemaran udara. delapan sampai 16 m 3 hari. TPS ini digunakan untuk melayani 5.000 – 10.000 jiwaunit dengan radius standar + 500 m, sedangkan umur teknisnya adalah sepuluh tahun pemakaian. Transportasi angkutan sampah yang tersedia adalah sebagai berikut: Tabel 5.2 Daftar Armada Pengangkutan Sampah Untuk Pemukiman Kota Pontianak No Jenis Jumlah unit Kondisi 1 Amr Roll Truck 9 Baik 2 Dump Truck Tipper 22 Baik 3 Compacktor 1 Baik Sumber: Kondisi Bulan Nopember 2007, Diolah Tim DKP, 2007. Cara pelayanan yang dilakukan dengan pengangkutan sampah adalah sebagai berikut:

1. Pelayanan Pengangkutan dengan Dump Truk Tipper

Proses pengangkutan menggunakan dump truk tiper dengan kapasitas enam m 3 dilakukan oleh pekerja Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Dump truk ini berjumlah 31 unit dengan rata-rata ritasi perhari tiga sampai lima ritunit. Jadi ritasi yang terjadi dalam satu hari bisa mencapai 69 rit. Satu unit truk diwakili oleh satu orang supir disertai kru pengangkut sebanyak lima orang. Masing- masing truk yang ada dibagi tugas mengangkut beberapa TPS dan depo sesuai dengan kapasitas truk dan disesuaikan dengan hasil survey timbunan sampah oleh tim survey. Prakteknya dua orang pekerja berada diatas truk dan tiga orang lainnya dibawah dua orang menaikkan keranjang dan satu menyusun sampah di dalam dump truk. Setelah sampah di dalam bak dan depo selesai dikerjakan maka lokasi tempat sampah tersebut juga dibersihkan dengan cara disapu. Peralatan standar digunakan adalah: keranjang rotan besar, sekop, penggaruk besar dan kecil dan sapu lidi ikat besar. Truk melakukan pengangkutan tiga kali dengan waktu: pagi, siang dan sore hari. Sampah- sampah tersebut langsung diangkut ke TPA melalui jalur darat melewati dua buah jembatan setiap hari non stop sepanjang tahun. Permasalahan yang dihadapi dengan sistem pengangkutan ini adalah: a. Pengangkutan sampah hanya akan dilakukan di daerah yang telah tersedia TPS. Bagi wilayah yang tidak tersedia TPS, tidak mendapatkan pelayanan pengangkutan sampah. b. Kerusakan satu mobil akan mengakibatkan penumpukan sampah di TPS; c. Pelayanan pengangkutan ini tidak menyadarkan masyarakat untuk tidak membuang sampah setelah pengangkutan sampah agar menjaga keindahan Kota Pontianak dari tumpukan sampah di TPS. d. Menimbulkan pencemaran udara pada saat mobil angkutan sampah lewat karena bak truk tidak ditutup dengan terpal. e. Air sampah dari mobil angkutan berceceran di sepanjang jalan menuju ke TPA. 2. Pelayanan Angkutan Sampah dengan Arm Roll Kendaraan arm roll mengangkut kontainer setiap hari sebanyak tiga rit yaitu pagi, siang dan sore hari. Pagi sekitar pukul 05.00, siang pukul 13.00 dan sore pukul 15.00. Dalam satu hari, satu unit arm roll dapat mengangkut sebanyak dua sampai tiga rit. Kendaraan ini difungsikan untuk mengangkut kontainer yang terbuat dari plat besi tebal dengan kapasitas rata-rata sembilan m 3 dan dibuat tertutup rapat serta dikunci. Sekaligus kedaptidak tembus air. Truk arm roll ini beroperasi sesuai dengan pembagian lokasi kontainer. Jumlah pekerja sebanyak tiga orang terdiri: satu orang supir dan dua orang kru pengangkut. Tugas dua orang ini membantu pada saat naik turunnya kontainer ke truk arm roll dan membersihkan lokasi atau landasan kontainer dari sampah dan cairankotoran lain. Kontainer pada umumnya ditempatkan pada kawasan perdagangan dan jalur jalan protokol dalam rangka mewujudkan dan menuju kondisi keindahan jalan. Pada umumnya satu unit truk arm roll melayani dua sampai tiga kontainer setiap hari non stop sepanjang tahun. Permasalahan yang dihadapi dalam pengangkutan sampah ini adalah: a. Kerusakan angkutan akan menyebabkan sampah bertumpuk. b. Terbatasnya angkutan ini membuat pemerintah menjaga pencemaran akibat sampah hanya sebatas pada daerah protokol. Sedangkan masyarakat juga berhak untuk mendapatkan pelayanan pengangkutan sampah tanpa pencemaran udara dan air sampah di jalan. 3. Pelayanan Angkutan dengan Truk Compactor Kendaraan angkutan jenis ini berfungsi sebagai pengangkut juga berfungsi sebagai pemadat sampah. Jumlah pekerja sebanyak tiga orang terdiri dari: satu orang supir dan dua orang kru pengangkut. Proses kerja yang dilakukan adalah sampah pada kawasan perdagangan yang terdiri dari plastik dan kertas biasanya memakan volume pewadahan yang relatif besar. Sampah ini sebelum masuk pada bak pewadahan dilakukan pemadatan atau pengepresan agar padat dan menghemat ruang bak pewadahan. Setelah sampah menjadi padat, lalu didorong masuk kedalam bak truk sampah dan diangkut ke TPA atau dilakukan proses pemusnahan insenerasi. Permasalahan yang dihadapi dengan sistem pengangkutan ini adalah: a. Proses pengangkutan ini tidak menimbulkan nilai ekonomi bagi masyarakat dengan melakukan pembakaran kertas dan plastik di TPA. Padahal plastik dan kertas bekas memiliki harga jual yang tinggi jika di pilah dan di jual ke lapak. b. Pelayanan ini tidak menimbulkan persepsi masyarakat untuk berperanserta melaksanakan 3RC dalam mengelola sampah yang memiliki nilai ekonomi. Hal ini membuat tidak tercapainya visi Kota Pontianak untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah. c. Kerusakan angkutan akan menyebabkan sampah bertumpuk. Untuk melakukan pelayanan pengumpulan sampah harus memperhatikan beberapa syarat yaitu: 1. Ritasi sampah antara satu sampai empat per hari. Pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah telah melewati standar yang sebaiknya dilakukan untuk menjaga pelayanan pengumpulan sampah karena pengangkutan sampah dalam sehari dapat dilakukan sampai lima ritasi. Hal ini menunjukkan pemerintah memiliki beban pelayanan yang terlalu besar. Sehingga perlunya kerjasama dengan pihak lain untuk mengurangi beban pengangkutan sampah. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah. 2. Periodisasi pelayanan maksimal satu hari. Pelayanan yang dilakukan Pemerintah Kota Pontianak telah memenuhi standar dengan periodisasi pelayanan satu hari. Hal ini dilakukan karena luasnya pelayanan pewadahan sampah yang menjadi tanggungjawab pemerintah. 3. Kapasitas kerja. Kapasitas pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah kota mencakup seluruh Kota Pontianak. Dengan jumlah armada yang tersedia tidak memungkinkan dapat mencapai 100 persen pelayanan dan menciptakan kota bersih dari sampah. Oleh karena itu perlunya kerjasama dengan pihak lain untuk mengurangi beban pengangkutan sampah. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah. 4. Desain peralatan. Peralatan yang digunakan oleh pemerintah masih kurang memperhatikan pencemaran yang terjadi dalam proses pengangkutan sampah menuju ke TPA seperti bak sampah terbuka dan air sampah berceceran. Pemerintah belum merancang peralatan yang dapat melayani pengangkutan sampah untuk daerah gang yang sulit dilewati dengan angkutan mobil. 5. Kualitas pelayanan. Pemerintah belum memiliki standar pelayanan dalam hal pengangkutan sampah dilihat dari ketepatan jam pengangkutan sampah. Selain itu masih banyak sampah yang tidak dapat diangkut oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Sedangkan standar untuk pemindahan dan pengangkutan sampah harus memenuhi standar yaitu: 1. Alat pengangkutan sampah harus dilengkapi dengan penutup sampah, minimal dengan jaring. Mobil angkutan yang dimiliki Kota Pontianak belum memenuhi standar penutup sampah. Mobil angkutan masih menggunakan bak terbuka. Hal ini membuat pencemaran udara. 2. Kapasitas disesuaikan dengan kondisikelas jalan yang akan dilalui. Pelayanan pengangkutan sampah belum tersedia untuk daerah dalam gang sehingga semua kendaraan yang dilalui oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan adalah jalan besar. Pelayanan pengangkuatan sampah yang tersedia hanya berupa mobil angkutan. 3. Bakdasar kontainer sebaiknya dilengkapi dengan pengaman air sampah. Kontainer yang tersedia di Kota Pontianak tidak menggunakan pengaman air sampah sehingga air sampah berserakan di jalan. Permasalahan yang timbul selama tahun 2000 – 2007 dengan pelayanan yang mengandalkan transportasi sebagai berikut: Box 1. Kapasitas Armada Pengangkutan Sampah yang Mengandalkan Transportasi di Kota Pontianak Tahun 2000 – 2007 Harian Pontianak Post, 15 Agustus 2000, Untuk saat ini armada angkutan sampah yang dimiliki hanya 28 kendaraan diantara tiga armada rusak berat. Sementara untuk menambah rit, memang tidak memungkinkan karena terbentur masalah dana. Karena kalau tambah rit tetap akan menambah biaya perharinya. Setiap hari per mobil hanya mampu mengangkut sampah dari TPS ke TPA hanya empat rit, per rit rata-rata memakan waktu dua jam. Sedangkan pada Harian Pontianak Post, 7 Desember 2001, Dari 27 kendaraan operasi yang ada di Dinas Kebersihan dan Pertamanan untuk sekarang ini hanya tinggal 23 kendaraan yang dapat dioperasikan, sedangkan empat kendaraan mengalami kerusakan pada mesinnya. Musibah banjir yang melanda Pontianak beberapa pekan lalu mengakibatkan TPA tersumbat dan mobil angkutan sampah Dinas Kebersihan dan Pertamanan mengalami kerusakan. Ini otomatis akan mengakibatkan bertambahnya volume sampah yang terangkut dari TPS-TPS. Banyak perusahaan yang ada di Pontianak yang membuang sampahnya di TPS. Padahal menurut perda sampah perusahaan tersebut harus di buang di TPA. Dan Harian Equator, 13 Januari 2007, Adapun volume sampah mencapai 300 ribu ton, menurut Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pontianak, sampah-sampah ini terangkut setiap harinya dengan menggunakan 22 dump truk dan sembilan arm roll. Kelemahan mengandalkan angkutan sebagai pusat pelayanan sampah, tidak merubah perilaku masyarakat membuang sampah. Diketahui bahwa masalah persampahan berkaitan dengan pertumbuhan penduduk diiringi dengan pertumbuhan sampah, sehingga sampah dari tahun ke tahun akan terus meningkat. Oleh karena itu penanganan sampah ini dapat dilakukan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah ditingkat rumah tangga. Dengan jumlah TPS yang tiap tahun meningkat dan tetapnya jumlah armada angkutan yang ada untuk mengangkut sampah di TPS. Maka penambahan armada belum cukup menutupi jumlah TPS yang ikut bertambah. Berikut ini adalah jumlah TPS yang tersedia dan jumlah TPS liar yang ada dimasyarakat. Tabel 5.3 Tempat Penampungan Sementara di Kota Pontianak No Jenis TPS Tahun 2005 Tahun 2006 1. Container 50 35 2. Batako,bak plat dari semen 115 178 3. Transfer depo 4 4 Jumlah 169 217 Sumber: Diolah Tim DKP, 2007. Pertambahan TPS tiap tahun oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan diikuti dengan pertambahan TPS liar juga oleh masyarakat. Berikut ini adalah pertambahan TPS liar di Kota Pontianak. Tabel 5.4 Jumlah Tempat Penampungan Sementara Liar di Kota Pontianak No. Jumlah TPS Liar Tahun 2005 buah 1. Pontianak Kota 17 2. Pontianak Barat 18 3. Pontianak Selatan 19 4. Pontianak Timur 10 5. Pontianak Utara 28 Jumlah 92 Sumber: Diolah Tim DKP, 2007. Pertumbuhan TPS liar membuktikan masyarakat tidak ikut mengurangi beban pemerintah dalam memberikan pelayanan pengangkutan sampah. Hal menyebabkan munculnya TPS liar yang dibuat oleh masyarakat karena: 1. Masyarakat menganggap sudah membayar uang retribusi sampah sehingga pengangkutan sampah merupakan tanggungjawab pemerintah. 2. Masyarakat tidak mau membuang sampah yang jauh dari tempat tinggal mereka. 3. Masyarakat memindahkan sampah ketempat lain tanpa memperdulikan pencemaran tempat penampungan sampah yang mereka buang. 4. Masyarakat kurang memahami pengelolaan sampah yang dapat dilakukan pada tingkat rumah tangga. Permasalahan TPS liar telah terjadi sejak lama, berikut ini adalah contoh kasus yang terjadi dari tahun 2000 sampai 2007 yaitu: 1. Masyarakat yang selalu mengandalkan keberadaan TPS dekat dengan wilayah mereka. Sehingga masyarakat membuang sampah di sembarang tempat dengan harapan akan diangkut oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Oleh karena itu setiap wilayah yang tidak memiliki TPS akan dibuat sendiri oleh masyarakat dengan menumpukan sampah di sembarang tempat. Box 2. Permasalahan Keberadaan TPS di Kota Pontianak Harian Pontianak Post, 13 Juli 2001, Sejumlah warga di Jalan Paris mengeluhkan tidak tersedianya bak sampah yang memadai. Mereka mengeluh harus membuang sampah jauh dari rumah. Bahkan menurut pemantauan mereka bak sampah yang ada hanya satu- satunya di kawasan mereka. Jarang dikunjungi petugas kebersihan. Sedangkan Harian Equator, 19 Juli 2006, Sebelumnya keberadaan TPS dikeluhkan oleh warga sekitar karena sering mengeluarkan bau tak sedap, mengganggu lalu lintas dan kenyamanan warga yang beribadah. Dan Harian Equator, 28 Desember 2007, Jika kita melintasi Jalan Veteran, sepanjang trotoar di ruas jalan tersebut menumpuk sampah. Minimnya bak sampah di jalur ini, dan kurangnya kesadaran masyarakat diperkirakan menjadi penyebab tumpukan sampah tersebut. Pemilik bengkel di Jalan Veteran, HR, merasa bahwa sampah di kawasan itu sangat mengganggunya. Letak tumpukan sampah yang tidak jauh dari bengkelnya selain merusak pemandangan, juga menimbulkan bau yang tak sedap. 2. Tidak memiliki TPS, maka parit dan sungai menjadi tempat pembuangan sampah. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan angkut – kumpul – buang membuat masyarakat menjadikan parit dan sungai sebagai tempat pembuangan sampah. Tanpa adanya kesadaran ikut menjaga parit dan sungai agar tidak terjadi banjir. Box 3. Sampah Berada di Parit dan Sungai Kota Pontianak Harian Pontianak Post, 5 September 2001, Gajah Mada kawasan ini menjadi tong sampah sehingga terjadi pendangkalan parit akibat endapan sampah tersebut. Setiap bulan, sedikitnya 10.000 karung sampah yang mengendap diangkut dari parit. Sedangkan sampah terapung, sekitar 200 truk sudah diangkut, tidak termasuk lumpur yang sudah mencapai sekitar 300 truk, dalam tiga bulan. Sedangkan Harian Pontianak Post, 5 Januari 2006, Peduli kebersihan parit dilakukan sejumlah warga termasuk di Jalan Alianyang ini. Menggunakan penyekat dari anyaman bambu, sampah bisa terkontrol. Jika diikuti oleh pihak-pihak lain, program bersihnya parit bakal terwujud. Masalah sampah merupakan masalah perilaku masyarakat dalam mengelola sampah. Selama ini pemerintah tidak melakukan intervensi untuk merubah persepsi masyarakat untuk mengelola sampah. Tetapi pelayanan yang dilakukan masih pada pelayanan membersihkan atau memindahkan sampah dari TPS ke TPA. Masalah sampah adalah masalah persepsi masyarakat tentang pengelolaan sampah. Sistem pelayanan selama ini tidak memuaskan karena pelayanan yang diberikan tidak memperhatikan hal sebagai berikut: 1. Menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga dengan pemilahan sampah. Mengubah persepsi masyarakat bahwa sampah bisa didaur ulang kembali. 2. Menumbuhkan perilaku membuang sampah pada tempatnya. 3. Menumbuhkan rasa tanggungjawab masyarakat dalam pengelolaan sampah bahwa masalah sampah bukan sepenuhnya tanggungjawab Dinas Kebersihan dan Pertamanan dengan membayar uang retribusi sampah. Berdasarkan uraian diatas berikut ini adalah operasional pengangkutan sampah di wilayah Kota Pontianak : Gambar 5.3 Operasionalisasi Pengangkutan Sampah di Wilayah Kota Pontianak Berdasarkan hal diatas dapat dikatakan bahwa belum terjalinnya pola hubungan kelembagaan lokal di tingkat RT dan kelembagaan pemerintah. Sampah Masyarakat membuang sampah di TPS Pemuatan ke dalam truk angkutan sampah Pengangkutan ke TPA Landfill Flaring 1. Bagi masyarakat yang jauh dari tempat TPS tidak membuang sampah di TPS tetapi membuang di parit atau membuka TPS baru 2. Sampah masih menghiasi Kota Pontianak 3. Tidak adanya kesadaran masyarakat ikutserta dalam pengelolaan sampah untuk kebersihan Kota Pontianak 1. Banyak sampah yang tidak dapat diangkut 2. Biaya operasional yang besar sehingga pemerintah tidak mampu mengangkut seluruh sampah di Kota Pontianak 3. Sampah yang berada di gang-gang tidak dapat diangkut sampahnya oleh petugas sampah

5.5 Pengelolaan Sampah Pola Insenerator di Kota Pontianak