Mitos Keberadaan Monumen Simpang Lima Gumul Kediri
rupa. Analisis ini dilakukan dalam bentuk matrik dan diperlihatkan tentang pemanfaatan cara wimba, tata ungkapan dan membaca bahasa rupa dengan cara khas.
Cara wimba adalah bagaimana cara obyek atau wimba itu digambar, sehingga bercerita. Misalnya, dalam sebuah bidang gambar terdapat obyek seekor burung unta
yang digambarkan leher dan kepalanya banyak, itu mengandung isi cerita bahwa kepala burung tersebut sedang bergerak-gerak Tabrani, 1991:31. Sedangkan tata
ungkapan adalah cara menyusun wimba dan cara wimbanya dalam satu bidang gambar atau antar bidang gambar sehingga bercerita Tabrani, 2012:112.
Pada bahasa kata ada “kata” dan “tata bahasa”, padanannya pada bahasa rupa adalah “kata=wimba” dan “tata bahasa=tata ungkapan”. Dalam sebuah gambar lihat
relief 1 digambarkan orang sedang bermain rebana terbang, pada gambar tersebut terdapat isi wimba
yaitu “orang bermain rebana”. Kemudian cara wimba, cara wimba adalah cara bagaimana “orang bermain rebana” itu digambarkan. Misalkan, wimba
“orang bermain rebana” digambarkan dengan garis yang relatif dinamis maksudnya wimba
“orang bermain rebana” tersebut menimbulkan kesan sedang bermain terbang. Penggambaran “orang bermain rebana” dengan cara naturalis dan dengan skala yang
besar. Kemudian isi wimba dan cara wimba ini disusun menjadi sebuah gambar yang mempunyai unsur cerita, yaitu dengan menggabungkan isi wimba dengan cara
wimba. Penggabungan tersebut menggunakan tata ungkapan, fungsinya adalah agar wimba dapat teridentifikasi pada ruang, waktu, gerak dan wimba tersebut penting
dalam sebuah gambar. “Orang bermain rebana” digambarkan sedang duduk di atas
karpet dengan komposisi letak duduk perspektif kedalam, wimba karpet akan
membentuk sebuah ruang bermain bagi wimba “orang bermain rebana” sekaligus
pembaca gambar akan menangkap pesan bahwa “orang bermain rebana” tersebut berada di atas karpet. Hal ini dinamakan identifikasi ruang kaitannya dalam tata
ungkapan.