Reduksi Data Penyajian Data

Gambar 5: Monumen Simpang Lima Gumul Kediri Sumber: Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Kediri, 2015 Pembangunan Monumen Simpang Lima Gumul dimulai pada tahun 2003 dan diselesaikan pada tahun 2006. Monumen Simpang Lima Gumul memiliki luas 804 m² dengan tinggi monumen 25 meter, memiliki 8 lantai dengan 3 buah lorong basement.

1. Sejarah Berdirinya Monumen Simpang Lima Gumul Kediri

Menurut Priatno dalam wawancara pada 31 Maret 2015, pembuatan relief pada Monumen Simpang Lima Gumul Kediri merupakan hasil musyawarah dari para seniman dan budayawan Kediri. Seniman dan budayawan yang terlibat diantaranya adalah Pak Yunus perupa yang berasal dari Pare, pelukis PT. Gudang Garam, Pak Suroso yang berasal dari Badas, Pak Karji yang berasal dari Beringin dan Pak Kamsuri. Pada mulanya, Pemerintah Kediri mengajak seluruh seniman dan budayawan untuk bermusyawarah dan menyempurnakan bersama bangunan Monumen Simpang Lima Gumul Kediri. Para seniman dan budayawan mengusulkan agar tema yang tercantum pada Monumen Simpang Lima Gumul Kediri sesuai dengan kebudayaan dan sejarah Kediri dimana monumen tersebut harus mencerminkan hal-hal tersebut. Sehingga pemerintah meminta kepada seluruh seniman dan budayawan untuk memilah, mendesain, menyeleksi dan mem-finishing sket yang diusulkan oleh para seniman dan budayawan. Sehingga dipilihlah relief untuk menghiasi Monumen Simpang Lima Gumul Kediri. Priatno menambahkan, Monumen Simpang Lima Gumul Kediri dibangun pada era pemerintahan Bupati Ir. H. Sutrisno. Bupati Sutrisno mempunyai pandangan bahwa pada masa yang akan datang, Kediri akan menjadi kota wisata baru di Jawa Timur dan menjadi ikon kota baru di Indonesia. Pandangan Bupati Sutrisno tersebut berdasarkan pada ramalan Sri Aji Jayabaya yang tertulis dalam kitab Jangka Jayabaya. Sri Aji Jayabaya meramalkan bahwa Kediri akan menjadi kota yang maju apabila Kediri mempunyai “pagupon” atau sarang burung. Pada nantinya Kediri