Gambar 24: Kesenian Wayang Krucil yang Menceritakan Sri Aji Joyoboyo SedangMemberi Tugas Kepada Mpu Sedah dan Mpu Panuluh dalam Penulisan
Kitab Bharatayudha
Sumber: Dokumentasi Wisnu Ajitama, 31 Maret 2015
d Panel relief kanan bawah
Pada panel relief kanan bawah, terdapat relief yang menggambarkan kesenian wayang suluh yang menceritakan perjuangan Trunojoyo dalam menghadapi penjajah.
Wayang suluh sendiri merupakan jenis wayang kontemporer yang merupakan jenis wayang baru yang digunakan sebagai media penyampai misi-misi sosial
kemasyarakatan.
Gambar 25: Kesenian Wayang Suluh yang Menceritakan Kisah Perjuangan Trunojoyo
Sumber: Dokumentasi Wisnu Ajitama, 31 Maret 2015
3. Karakteristik Monumen Simpang Lima Gumul Kediri
Menurut buku Guide Book yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kediri 2014:20 bahwasannya Monumen Simpang Lima
Gumul Kediri memiliki luas bangunan 37 hektar secara keseluruhan, dengan luas bangunan 804 m² dan tinggi mencapai 25 meter yang terdiri dari 8 lantai, serta
ditumpu 3 tangga setinggi 3 meter dari lantai dasar. Angka luas dan tinggi monumen tersebut mencerminkan tanggal, bulan dan tahun hari jadi Kabupaten Kediri, yaitu 25
Maret 804 Masehi. Di setiap sisi Monumen Simpang Lima Gumul Kediri terpahat relief-relief
yang menggambarkan tentang sejarah Kediri, kesenian Kediri dan kebudayaan Kediri yang ada pada saat dahulu sampai saat ini. Pada empat sudut Monumen Simpang
Lima Gumul Kediri terdapat sebuah arca patung Ganesha, salah satu dewa yang banyak dipuja oleh pemeluk agama Hindu dengan gelar sebagai dewa pengetahuan
dan kecerdasan, dewa pelindung, dewa penolak bala dan dewa kebijaksanaan. Di dalam Monumen Simpang Lima Gumul Kediri terdapat ruang-ruang yang
digunakan untuk pertemuan yaitu, ruang utama dan ruang auditorium yang berada di lantai atas dengan desain atap menyerupai kubah dome, ruang serba guna berada
pada ruang bawah tanah basement, diorama terdapat pada lantai atas, dan minimarket yang menjual berbagai souvenir berada pada lantai dasar. Monumen
Simpang Lima Gumul Kediri juga memiliki tiga akses jalan bawah tanah untuk menuju Monumen Simpang Lima Gumul Kediri.
Kawasan Monumen Simpang Lima Gumul Kediri ini tidak pernah sepi pengunjung di malam hari, karena di sekitar Monumen Simpang Lima Gumul Kediri
banyak terdapat pedagang kaki lima yang berjajar di area Pasar Tugu. Pada hari sabtu dan minggu pagi, kawasan ini juga ramai oleh pengunjung yang berolahraga lari pagi
jogging, pengunjung yang rekreasi, maupun pengunjung pasar Sabtu-Minggu di Pasar Tugu. Pemerintah juga telah merencanakan akan membangun hotel, mall,
pertokoan, pusat grosir, dan pusat produk-produk unggulan dan cinderamata di kawasan Monumen Simpang Lima Gumul.
4. Mitos Keberadaan Monumen Simpang Lima Gumul Kediri
Di balik megahnya dan agungnya bangunan Monumen Simpang Lima Gumul Kediri yang menjadi pusat kunjungan pariwisata saat ini, Monumen Simpang Lima
Gumul Kediri menyimpan banyak cerita mitos yang menyertai keberadaannya. Pertama, menurut Priatno dalam wawancaranya pada
31 Maret 2015 monumen ini konon dibangun di atas tanah bekas Kerajaan Kadiri dan di bawah bangunan
monumen ini terdapat harta karun peninggalan Kerajaan Kediri. Namun, apabila ditilik kembali dari letak geografis, wilayah Kerajaan Kadiri Panjalu berada di tepi
sungai Brantas, Kediri Jawa Timur. Sedangkan Monumen Simpang Lima Gumul Berada ±7 km dari sungai Brantas. Meskipun wilayahnya semakin luas setelah
Kerajaan Jenggala dapat dikuasai sehingga membuat Kadiri sebagai satu-satunya kerajaan terbesar di Jawa Timur yang kala itu dipimpin oleh Raja Jayabaya pada
tahun 1135 M-1159 M. Menurut Priatno, dalam wawancaranya pada 31 Maret 2015 ketika peletakan batu pertama oleh Bapak Sutrisno pada tahun 2003 yang pada saat
itu merupakan Bupati Kabupaten Kediri, tidak ada bekas petilasan ataupun artefak dari Kerajaan Kediri.
Kedua, pembangunan Monumen Simpang Lima Gumul didirikan berdasarkan ramalan dari Raja Jayabaya yang berasal dari Kitab Jangka Jayabaya. Menurut
Priatno, dalam wawancaranya pada 31 Maret 2015 menyebutkan bahwa Kediri akan menjadi pusat berkumpulnya manusia, artinya Kediri akan menjadi kota tujuan wisata
apabila di Kediri terdapat Pagupon atau rumah burung dara. Di mana Pagupon tersebut merupakan tempat burung dara berkumpul. Sehingga Kediri mempunyai
daya magnet untuk menarik wisatawan berkunjung ke Kediri khususnya di Kabupaten Kediri. Sekarang Monumen Simpang Lima Gumul telah ramai dikunjungi
wisatawan domestik maupun mancanegara.
Ketiga, kemiripan Monumen Simpang Lim a Gumul Kediri dengan L’Arc de
Triomphe di Perancis menjadi pokok pembicaraan publik. L’Arc de Triomphe
didirikan untuk mengenang para pahlawan Revolusi Perancis dan perang Napoleon. L’Arc de Triomphe secara fisik jauh lebih detail dan lebih besar dari Monumen
Simpang Lima Gumul. Sedangkan Monumen Simpang Lima Gumul didirikan atas dasar memperingati hari lahirnya Kabupaten Kediri yang jatuh pada 25 Maret 804
Masehi dan pengembangan wisata Kabupaten Kediri, hal tersebut dapat dilihat pada setiap relief yang terpahat di setiap sisi monumen yang merupakan kekayaan budaya
dan kesenian Kabupaten Kediri dan juga beberapa cerita mengenai sejarah Kediri. Priatno menjelaskan dalam wawancaranya pada 31 Maret 2015, bahwasannya
pendirian Monumen Simpang Lima Gumul untuk memperingati hari jadi Kabupaten Kediri sekaligus pengembangan wisata Kabupaten Kediri.
Keempat, mitos yang paling kuat menurut warga Kediri adalah para Presiden tidak akan berani melintasi atau berkunjung ke Kediri. Menurut warga, apabila ada
Presiden yang berkunjung ke Kediri, tidak akan lama setelah berkunjung dari Kediri maka akan lengser dari kursi jabatannya. Ada beberapa fakta menyebutkan Presiden
Soekarno, Habibie dan Gus Dur tidak lama setelah kunjungannya dari Kediri lengser dari kursi jabatannya.
Menurut koran Tempo edisi Senin, 17 Februari 2014 mengatakan bahwa rombongan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengubah jadwal kunjungannya di
Kediri. Semula Presiden dijadwalkan mendengarkan pemaparan tentang bencana letusan Gunung Kelud di Simpang Lima Gumul
,
Kabupaten Kediri, Jawa Timur, hari
ini. Namun rencana itu dibatalkan. Presiden beserta Ani Yudhoyono dan sejumlah
menteri akhirnya mengunjungi Masjid An-Nur di Pare dan Posko Basarnas di Wates, Kediri yang keduanya merupakan tempat pengungsian korban letusan Gunung Kelud.