Relief 15, Kesenian Wayang Krucil

2. Sejarah Kediri

a. Relief 9, Penggambaran Mpu Bharada Menuangkan Air dari Kendi

Gambar 53: Penggambaran Mpu Bharada Menuangkan Air dari Kendi Sumber: Dokumentasi Wisnu Ajitama, 31 Maret 2015 Relief 9, merupakan penggambaran Mpu Bharada menuangkan air dari kendi dengan ukuran relief 3 meter x 5 meter yang dibuat relief ini didesain oleh Yunus Sunarto pada pertengahan tahun 2002. Dalam relief tersebut wimba digambarkan utuh seluruh tubuh dari kepala sampai kaki utnuk menunjukkan detail tubuh dan gesture tubuh. Sudut pengambilan digambarkan tampak samping sehingga tampak kendi yang berisi air yang dipegang oleh tangan kiri Mpu Bharada. Mpu Bharada dibuat jauh lebih besar dari objek aslinya. Awan digambarkan sebagai kesan bahwa Mpu Bharada sedang terbang yang juga diperkuat oleh posisi kaki yang melayang dan arah jatuh air, untuk memperlihatkan Mpu Bharada sedang menuangkan air dari langit. Penempatan Mpu Bharada berada di tengah yang menunjukkan tokoh tersebut penting dalam cerita. Di lain hal, penempatan relief Mpu Bharada pada Monumen Simpang Lima Gumul Kediri ini megingatkan masyarakat Kediri bahwasannya Kediri dahulunya terbagi menjadi dua wilayah, yaitu Panjalu dan Jenggala pada masa Airlangga. Pembagian itu dikarenakan kebingungannya membagi tahta kepada kedua putranya. Seperti yang diungkapakn oleh Suroso pada 6 Desember 2015, bahwa, Mpu Bharada adalah utusan Airlangga untuk membelah Kerajaan Kadiri menjadi dua yaitu Panjalu dan Jenggala. Dikarenakan Airlangga bingung membagi tahta kepada kedua putranya. Mpu Bharada terbang sambil mengucurkan air dengan kendi. Kemudian Mpu Bharada menetapkan batas antar keduanya dengan mengucapkan kutukan: barang siapa yang melanggar batas ini, hidupnya akan mengalami kesialan. Pembagian wilayah yang dilakukan oleh Mpu Bharada atas dasar perintah Airlangga, hingga akhirnya wilayah Kadiri terbagi atas dua pusat pemerintahan yaitu Daha sebagai pusat pemerintahan Panjalu berada di barat sungai Brantas dan Kahuripan sebagai pusat pemerintahan Jenggala berada di timur sungai Brantas. Sedyawati 2012:355 menjelaskan, nama Kadiri digunakan untuk nama kota, ataupun satuan-satuan administrasi sejak masa kolonial, sedangkan nama Kadiri untuk kerajaan kuno di masa Hindu-Buddha. Atas pembagian wilayah itulah, Kadiri mengalami kemajuan yang berarti dalam ketatanegaraan khususnya pada bidang penataan wilayah. Menurut Sedyawati 2012:360, upaya penataan Negara di masa Kadiri adalah penciptaan pejabat yang disebut senapati sarwwajala pemimpin yang mengatur segala urusan berkenaan dengan air. Munculnya pejabat ini disertai penyebutan tenaga profesi yang berkenaan dengan pembuatan perahu yang disebut undahagi lańcang. Lebih lanjut Sedyawati 2012:358, sebelum zaman pemisahan dua kerajaan Panjalu dan Jenggala, terdapat dua jenjang hierarki kewilayahan, yaitu ibu kota di pusat dan langsung desa- desa whanua, thāni di bawahnya. Pada zaman Kadiri tekah dikembangkan tiga jenjang administrasi kewilayahan, yaitu thāni desa di tingkat terbawah, kemudian koordinasi sejumlah desa wisaya dengan pusat bersama yang disebut dalem thāni, dan di pusat Negara bhūmi terdapat ibukota nāgara, rājya.