Keberagaman Budaya Kediri Kekayaan Alam Kediri

b. Relief 3, Tokoh Punakawan

Gambar 46: Tokoh Punakawan Sumber: Dokumentasi Wisnu Ajitama, 31 Maret 2015 Relief 3 yang berjudul Tokoh Punakawan, ini merupakan hasil musyawarah seniman dan budayawan asli Kediri. Ukuran relief ini 3 meter x 5 meter yang dibuat pada pertengahan tahun 2002. Relief ini menggambarkan empat orang tokoh beratribut kalangan bawah bukan dari kalangan bangsawan. Pesannya, bahwa tokoh tersebut bukan bangsawan melainkan masyarakat biasa. Dalam relief terlihat semua wimba digambarkan secara utuh dari kepala sampai kaki dan pada bagian atas dan bawah masih menyisakan ruang. Penggambaran utuh tersebut untuk memperlihatkan gesture dari atau posisi gerak dari semua wimba. Apabila dilihat dari kanan ke kiri, tokoh paling kanan mengenakan pecis dengan rambut jambul berukuran pendek berada di depan pecis. Tubuhnya terlihat tampak samping kiri, tubuhnya condong ke depan sehingga yang terlihat perutnya yang buncit dan tangan yang terlipat di bagian belakang. Masyarakat Jawa mengenalnya dengan nama Semar. Pesannya, Semar sedang memberikan wejangan kepada tiga tokoh punakawan lainnya. Semua wimba digambarkan secara naturalis baik punakawan, batu bata dan sebagian bentuk daun. Batu bata dan perwakilan bentuk daun menyerupai bentuk tiang penyangga. Volume terlihat jelas pada lipatan baju punakawan. Pada panel sebelah kiri, yaitu wimba batu bata, ornamen dan bunga digambarkan representatif yang digunakan sebagai bangunan ruang punakawan. Garis-garis lengkung menimbulkan kesan dinamis yang menampakkan punakawan bergerak tidak diam. Di lain hal, penempatan relief punakawan pada Monumen Simpang Lima Gumul Kediri ini mempunyai pesan yang diutarakan oleh Suroso dalam wawancaranya pada 6 Desember 2015, bahwasannya punakawan sebagai simbol bahwa Kediri merupakan daerah pusat pertunjukkan wayang dari dulu sampai sekarang. Penancapan patung Bratasena di wilayah Kadiri pada masa itu adalah tonggak pengakuan Jawa mengenai asal muasal kesenian wayang khususnya wayang kulit. Setelah itu berkembang menjadi wayang suluh dan wayang krucil. Menurut Prayitno, pemunculan punakawan pada relief Monumen Simpang Lima Gumul merupakan simbolik tingkah laku masyarakat Kediri pada umumnya. Masyarakat Kediri yang dikenal ramah dan penggunaan bahasa Jawa yang tidak kasar seperti di wilayah Surabaya, Malang dan bagian utara Kediri. Penggunaan bahasa Jawa di Kediri sama dengan bahasa Jawa Mataraman yang dikenal halus dan sopan wawancaran pada 23 Maret 2015.