Relief 8, Kesenian Ludruk Kesenian

h. Relief 16, Kesenian Wayang Suluh

Gambar 52: Kesenian Wayang Suluh yang Menceritakan Kisah Perjuangan Trunajaya Sumber: Dokumentasi Wisnu Ajitama, 31 Maret 2015 Relief 16 yang berjudul Kesenian Wayang Suluh yang menceritakan kisah perjuangan Trunajaya dengan ukuran relief 5 meter x 3 meter yang dibuat pada pertengahan tahun 2002. menggambarkan dua orang penjajah dan Trunajaya dalam bentuk wayang suluh. Dalam relief terlihat semua wimba digambarkan secara utuh dari kepala sampai kaki dan pada bagian atas dan bawah masih menyisakan ruang. Penggambaran utuh tersebut untuk memperlihatkan gesture dari atau posisi gerak dari semua wimba. Semua wimba dapat terlihat dari sudut wajar. Bentuk semua tokoh digambarkan dengan skala lebih besar dari objek aslinya. Wimba wayang suluh digambarkan secara naturalis, pada bagian atas kepala merupakan gambar stilasi dari awan dan gambar yang terletak di bawah kaki stilasi dari tanah dan air. Kesan trimatra pada gambar terletak pada tebal tipis pahatan. Volume dapat terlihat jelas dari lekukan kain yang dikenakan oleh setiap tokoh. Menurut Suroso, cerita yang diangkat dalam wayang suluh berupa kebaikan dan keburukan yang menggambarkan kekejaman kolonialis Belanda di Kediri. Nama lain dari wayang suluh adalah wayang perjuangan atau wayang sandiwara. Nama wayang suluh diambil karena digunakan sebagai media penyuluhan wawancara pada 6 Desember 2015. Lakon yang direliefkan pada Monumen Simpang Lima Kediri tersebut adalah cuplikan adegan perlawanan Pangeran Trunajaya memerangi Amangkurat II dan VOC. Sugito menambahkan wawancara pada 10 Desember 2015, Penempatan relief Trunajaya melawan VOC ketika berada di Kediri merupakan tonggak akhir perjuangan dari Trunajaya. Banyak pihak yang menyangsikan penyerahan diri Trunajaya. Anggapan mengenai Trunajaya menyerahkan diri kepada VOC dikabarkan karena Trunajaya telah kehabisan dana untuk berperang hingga akhirnya Trunajaya menyepakati perjanjian dengan VOC yaitu berupa pemberian harta dan pangkat kepada Trunajaya. Berdasarkan cerita yang diutarakan oleh Sugito, Trunajaya hanya sekedar singgah di Kediri dalam upayanya melawan VOC sekaligus sebagai tempat terakhir perjuangan Trunajaya. Pemilihan lakon Trunajaya dalam kisah wayang krucil ini cenderung lebih mengisahkan tokoh nasional, bukan tentang kisah tokoh perjuangan atau tokoh raja-raja Kediri seperti Airlangga, Panji, Kilisuci ataupun Mpu Sendok Mahendradata yang jauh lebih ke-Kedirian.

2. Sejarah Kediri

a. Relief 9, Penggambaran Mpu Bharada Menuangkan Air dari Kendi

Gambar 53: Penggambaran Mpu Bharada Menuangkan Air dari Kendi Sumber: Dokumentasi Wisnu Ajitama, 31 Maret 2015 Relief 9, merupakan penggambaran Mpu Bharada menuangkan air dari kendi dengan ukuran relief 3 meter x 5 meter yang dibuat relief ini didesain oleh Yunus Sunarto pada pertengahan tahun 2002. Dalam relief tersebut wimba digambarkan utuh seluruh tubuh dari kepala sampai kaki utnuk menunjukkan detail tubuh dan gesture tubuh. Sudut pengambilan digambarkan tampak samping sehingga tampak kendi yang berisi air yang dipegang oleh tangan kiri Mpu Bharada. Mpu Bharada dibuat jauh lebih besar dari objek aslinya. Awan digambarkan sebagai kesan bahwa Mpu Bharada sedang terbang yang juga diperkuat oleh posisi kaki yang melayang dan arah jatuh air, untuk memperlihatkan Mpu Bharada sedang menuangkan air dari langit.