Simpang Lima Gumul Kediri adalah manusia. Salah satu contoh panil relief tersebut adalah penggambaran manusia dalam cerita kesenian Tiban. Tiban yang artinya
“minta hujan”, merupakan tradisi saling mencambuk menggunakan lidi enauaren dengan cara selamatan sebagai pendahulunya. Tradisi ini dilakukan saat kemarau
panjang melanda. Bahkan dipercaya apabila darah menetes ke bumi akibat cambukan lidi enauaren ini akan mengundang hujan turun.
Maka pantaslah diteliti arti dan struktur simbolik dari aktivitas manusia yang tergambarkan pada panil relief tersebut. Seperti yang diungkapkan Bakker 1983:95
bahwasanya simbolisme begitu umum meresapi hidup manusia, pastilah berakar pada hakekatnya sendiri. Secara filosofis dapat diselidiki pula dasar dan kedudukannya.
Tetapi untuk mencapai pemahaman tentang simbol religius, harus diselidiki terlebih dahulu arti dan kedudukan simbol dalam pergaulan manusia dengan orang lain dan
dengan dunia sekitarnya. Kenyataan simbolis menjadi masalah inti dalam rangka hidup religius.
Namun segi religius dalam simbol-simbol menambahkan dimensi baru. Seperti halnya dalam simbolisasi manusia, soal pokok bukanlah hubungan antara perwujudan
lahiriah dan kepercayaan batiniah, melainkan relasi antara komunikasi human-cosmis dan komunikasi religius, kedua-duanya lahir-batin Bakker, 1983:116-117.
F. Penelitaian yang Relevan
Dalam mempersiapkan penelitian ini, peneliti mencari bahan-bahan penelitian yang ada dan relevan dengan penelitian yang diteliti. Adapun penelitian yang relevan
dengan penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut: Pertama, hasil kajian Alfa 2007 yang berjudul “Representasi Identitas Kab.
Kediri Pada Monumen Simpang Lima Gumul”. Penelitian ini berfokus pada representasi identitas Kabupaten Kediri pada Monumen Simpang Lima Gumul,
dengan mendeskripsikan identitas Kabupaten Kediri melalui analisis semiotik. Sebagai identitas, Monumen Simpang Lima Gumul menyajikan relief-relief yang
bercerita mengenai kesenian, sejarah daerah, religi, serta kehidupan sosial masyarakat. Kesimpulan tersebut diperoleh dari analisis yang dilakukan terhadap
masing-masing relief dan bagian-bagian dari monumen. Berdasarkan hasil analisis, peneliti menemukan bahwa Kabupaten Kediri direpresentasikan sebagai kota yang
sangat mengapresiasi kesenian namun tetap melestarikan sejarahnya. Hal ini diwujudkan dalam 9 dari 16 relief bercerita tentang kesenian yang ada di Kabupaten
Kediri, yakni seni pertunjukan yang berupa kesenian jaranan yang didalamnya terdapat personel jaranan, wayang baik wayang kulit maupun wayang orang,
campursari, ludruk, qosidah, serta karya seni sastra yang berupa kakawin. Serta 4 dari 16 relief bercerita tentang sejarah Kabupaten Kediri yang dulunya merupakan
Kerajaan Kadiri dan pada zaman penjajahan Belanda. Berdasarkan hasil penelitian yang relevan di atas, bahwasanya penelitian yang
pertama menggunakan objek relief pada Monumen Simpang Lima Gumul sebagai bahan utama untuk mengetahui representasi identitas Kabupaten Kediri pada
Monumen Simpang Lima Gumul, dengan mendeskripsikan identitas Kabupaten Kediri melalui analisis semiotik.
Kedua, hasil penelitian Indafa 2006 yang berjudul “Perencanaan dan Perancangan CDB Simpang Lima Gumul di Kabupaten Kediri dengan Penekanan
pada Pemanfaatan dan Pengolahan Tata Guna Lahan”. Perencanaan dan perancangan Central Business District CBD Simpang Lima Gumul di Kabupaten Kediri dengan
penekanan pada pemanfaatan dan pengolahan tata guna lahan, merupakan perencanaan dan perancangan daerah pusat kegiatan komersial di bidang perdagangan
dan jasa di Kabupaten Kediri yang tepatnya terletak pada Ibukota Kabupaten Kediri dengan Simpang Lima Gumul sebagai pusatnya yang dalam tata guna lahan kawasan
daerah sekitar Simpang Lima Gumul merupakan daerah perdagangan. Kondisi lahan yang ada berupa lahan perkebunan dengan pemanfaatan tata guna lahan kawasan
berupa perdagangan tersebut memacu pengolahan tata guna lahan untuk kawasan perdagangan grosir atau CBD. Secara umum metoda yang digunakan adalah metoda
analisis dan sintesa dengan mengkaitkan permasalahan untuk mencapai tujuan dan sasaran.
Sedangkan pada hasil penelitian yang relevan kedua, penelitian tersebut meneliti objek lahan Simpang Lima Gumul dengan penekanan pada pemanfaatan dan
pengolahan tata guna lahan, merupakan perencanaan dan perancangan daerah pusat kegiatan komersil di bidang perdagangan dan jasa di Kabupaten Kediri.
Ketiga, hasil penelitian Iskandar 2008 yang berjudul “Membaca Gambar
Dinding Suku Dayak Bumi Segandu Indramayu”. Penelitian tersebut dilakukan untuk
menelaah representasi sebuah ajaran melalui penggambaran berkait kesusteraan pada lukisan panel dinding di sepanjang benteng Padepokan Komunitas Suku Dayak Bumi
Segandu Indramayu. Perwujudannya dapat dilihat pada seluruh lukisan dinding yang menunjukkan eksistensi melalui media lukisan yang dahulu digunakan para nenek
moyang dengan sistem space-time-plane STP. Pemakaian sistem STP pada lukisan dinding menjadi bukti bahwa pola tradisi masih tersisa di tengah-tengah dominasi
bahasa dari Barat yang menggunakan sistem naturalistic-perspective-moment opname NPM yang dianggap modern dan yang universal.
Pada hasil penelitian yang relevan ketiga, bahwasanya aspek yang diteliti yaitu aspek membaca gambar pada dinding Suku Dayak Bumi Segandu Indramayu
merupakan telaah mengenai representasi ajaran pada gambar dinding. Berdasarkan hasil penelitian yang relevan di atas, peneliti mendapatkan
rujukan penelitian sebagai bahan referensi mengenai Monumen Simpang Lima Gumul Kediri dan bahasa rupa. Hingga akhirnya hasil penelitian tersebut dikatakan
berbeda. Perbedaan penelitian tersebut adalah objek relief tersebut yang nantinya akan diteliti dari segi bahasa rupa yang mengungkapkan pesan dan cerita yang
terdapat pada relief.