Penggunaan Bibit Penyulaman dan Pupuk

sertifikasi masih menggunakan pupuk kimia sebagai penyubur dikarenakan sifat pupuk kandang yang memberikan efek yang cukup lama dalam meningkatkan produksi kopi, berbeda dengan pupuk kimia yang lebih cepat meningkatkan produksi kopi. Sehingga petani masih menggunakan pupuk kimia meski sudah menggunakan pupuk kandang. Menurut petani sertifikasi pupuk kandang kurang praktis karena dibutuhkan dalam jumlah besar dan biaya pengangkutan ekstra. Sebesar 53,33 persen petani sertifikasi sudah berhenti menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Petani sertifikasi lebih banyak menggunakan pupuk kandang dan pupuk organik lainnya sebagai penyubur. Penggunaan pupuk kandang dan pupuk alami lainnya ditujukan untuk memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan kesuburan tanah. Penggunaan pupuk alami juga berguna untuk mengurangi degradasi lahan akibat penggunaan pupuk kimia. Penggunaan pupuk kandang oleh petani sertifikasi yaitu sebanyak 1,32 ton per hektar, berbeda dengan petani nonsertifikasi yang hanya menggunakan 0,24 ton per hektar. Hal ini menunjukkan bahwa petani sertifikasi sudah menyadari bahwa penggunaan pupuk kimia secara terus menerus dapat merusak tanah dan lingkungan, sehingga petani menggunakan pupuk kandang untuk menyuburkan tanah dan sebagai upaya untuk menjaga kesehatan lingkungan. Petani nonsertifikasi masih bergantung pada pupuk kimia untuk meningkatkan produksi kopi, ini dibuktikan dari tingginya penggunaan pupuk kimia. Petani nonsertifikasi lebih banyak menggunakan pupuk kimia dan penggunaan pupuk kandang hanya dalam jumlah kecil. Secara keseluruhan penggunaan bibit dan pupuk kimia petani sertifikasi lebih efisien dari petani nonsertifikasi. Hal ini terlihat dari rendahnya penggunaan bibit dan pupuk kimia. Penggunaan bibit dan pupuk kimia yang rendah akan menurunkan biaya produksi sehingga dapat meningkatkan manfaat yang diterima petani.

b. Penggunaan Pestisida dan Herbisida

Penanggulangan hama dan penyakit dalam usahatani kopi dilakukan dengan menggunakan pestisida nabati dan pestisida kimia. Petani nonsertifikasi cenderung menggunakan pestisida dan herbisida kimia untuk menangani gulma, hama dan penyakit. Rata-rata petani sertifikasi menangani gulma dengan cara di koret ataau menanganinya dengan cara disemprot dengan herbisida kimia. Rata- rata penggunaan pestisida dan herbisida petani kopi tersaji pada Tabel 19. Tabel 19. Rata-rata penggunaan pestisida dan herbisida pada usahatani kopi di Kecamatan Air Hitam Lampung Barat 2015 Input Petani sertifikasi Petani Nonsertifikasi Per 1,04 ha Per 1 ha Per 1,01 ha Per 1 ha Jumlah l Jumlah l Pesisida nabati 1,14 1,10 0,00 0,00 Pestisida kimia Gramoxone 0,23 0,22 1,13 1,12 Genusim 0,47 0,45 0,82 0,81 Round up 1,00 0,96 3,72 3,68 Alfatex 0,60 0,58 0,74 0,73 lain-lain 0,00 0,00 0,00 0,00 Jumlah 3,44 3,31 6,41 6,34 Berdasarkan SNI 6729:2013 sistem pertanian organik, penggunaan pestisida dan herbisida kimia tidak diperbolehkan. Penanggulangan hama, penyakit dan gulma harus dilakukan dengan cara-cara alami misalnya dengan pestisida nabati, musuh alami, perangkap dan lain sebagainya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih ada petani sertifikasi yang menggunakan pestisida kimia untuk menangani hama, penyakit dan gulma pada tanaman kopi. Menurut petani kopi di Kecamatan Air Hitam, masalah utama pada usahatani kopi yaitu gulma yang tumbuh di sekitar tanaman kopi sehingga berkompetisi dengan tanaman kopi dalam penyerapan unsur hara. Penanganan gulma ini dilakukan dengan dikoret dan pestisida kimia. Petani kopi melakukan 2-3 kali pengoretan dalam setahun. Hama dan penyakit pada usahatani kopi di Kecamatan Air Hitam jarang ditemui, hama sering ditemukan menjelang musim panen yaitu hama semut yang mengelilingi batang kopi. Petani sertifikasi rata-rata menggunakan 1,1 literha pestisida nabati dan 2,21 literha pestisida kimia. Petani nonsertifikasi menggunakan pestisida kimia lebih tinggi dari petani sertifikasi yaitu sebesar 6,34 literha. Penggunaan pestisida kimia oleh petani nonsertifikasi lebih besar dikarenakan biaya tenaga kerja untuk membersihkan gulma dengan cara dikoret lebih mahal sehingga petani nonsertifikasi lebih memilih membersihkan gulma dengan cara disemprot dengan pestisida kimia. Jenis pestisida kimia lainnya yang digunakan petani kopi yaitu Rambo, Bio up, Lindomin, Furadan, Septine dan lain-lain. Sama seperti penggunaan pupuk kimia, dari 30 petani sertifikasi yang tidak menggunakan pestisida dan herbisida kimia adalah sebesar 53,33 persen, sisanya sebesar 46,67 persen masih menggunakan pestisida dan herbisida kimia. Walaupun masih ada petani sertifikasi yang menggunakan pestisida dan herbisida kimia, berdasarkan Tabel 19 penggunaan pestisida dan herbisida kimia petani sertifikasi lebih redah dibandingkan petani nonsertifikasi. Petani sertifikasi masih menggunakan pestisida kimia dikarenakan pembuatam pestisida nabati yang cukup rumit dan biaya tenaga kerja yang lebih besar untuk menyiangi atau mengoreti lahan.

c. Penggunaan Tenaga Kerja

Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani kopi lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Petani lebih memilih untuk mengurus dan mengerjakan sendiri usahatani kopi mereka. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga biasanya dilakukan pada saat panen dan pengendalian gulma. Rata-rata penggunaan tenaga kerja pada usahtani kopi tersaji pada Tabel 20. Tabel 20. Rata-rata penggunaan tenaga kerja pada usahatani kopi di Kecamatan Air Hitam Lampung Barat 2015 Kegiatan Petani Sertifikasi Petani Nonsertifikasi Per 1,04 ha Per 1 ha Per 1,01 ha Per 1 ha Jumlah HOK Jumlah HOK Pemangkasan cabang kopi 15,64 15,04 15,99 15,83 Penyulaman kopi 0,86 0,82 1,17 1,16 Penyambungan batang 3,07 2,95 5,34 5,29 Pengendalian gulma 27,67 26,60 19,31 19,12 Pengendalian HPT 0,02 0,02 0,13 0,13 Pemeliharaan Gulud dan Teras 2,68 2,57 1,21 1,20 Pemupukan 5,13 4,94 4,07 4,03 Pemanenan 76,29 73,36 86,65 85,79 Penjemuran 12,93 12,44 11,43 11,32 Pemangkasan naungan 4,23 4,06 1,57 1,55 Penanaman Tanaman tumpangsari 1,16 1,12 1,56 1,54 Jumlah 149,67 143,92 148,42 146,95 Berdasarkan Tabel 20 petani sertifikasi menggunakan lebih sedikit tenaga kerja dibandingkan petani nonsertifikasi. Petani sertifikasi menggunakan tenaga kerja